Sebagaimana diketahui bersama, keberadaan lembaga pendidikan seperti sekolah-sekolah merupakan tempat menimba ilmu para generasi penerus bangsa ini. Lewat lembaga tersebut, para orangtua menaruh banyak harapan kelak anak-anaknya bisa mendapatkan beragam ilmu yang bermanfaat bagi masa depannya.
Memasukkan anak ke madrasah-madrasah atau pesantren-pesantren juga menjadi menjadi sebuah alternatif para orangtua di negeri ini. Hal ini tentu dapat kita maklumi. Sebab, ilmu-ilmu agama itu sangatlah penting untuk dipelajari sejak usia dini, agar anak-anak dapat memahami ajaran agamanya dengan baik dan benar, dan kelak bisa mengamalkannya sesuai syariat yang telah ditetapkan.
Dalam buku ‘Menuju Sekolah Mandiri’ karya Drs. Hi. Erjati Abas, M, Ag dijelaskan, pendidikan Islam dewasa ini khususnya madrasah sudah cukup baik dibandingkan beberapa tahun yang lalu (sebelum tahun 200-an). Minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke madrasah cukup tinggi, bahkan ada madrasah tertentu yang melebihi sekolah umum.
Salah satu kelebihan madrasah yaitu mempelajari kurikulum umum 100%. Artinya, apa yang diajarkan sekolah umum juga diajarkan di madrasah. Juga diberikan kurikulum agama 30% yang tidak diajarkan di sekolah umum. Tenaga pengajar sudah lumayan baik, sebagian besar sudah tamatan S1. Bahkan sudah banyak yang tamatan S2. Hanya saja masih banyak tenaga pengajar yang mengajar bukan bidangnya. Artinya, latar belakang pendidikan guru tidak sesuai dengan bidang yang diajarkannya. Kelemahan lain, pendidikan di madrasah dinilai masih belum menerapkan otonomi. Artinya, segala sesuatu masih bergantung pusat (halaman 48).
Drs. Hi. Erjati Abas, M, Ag menjelaskan, berbicara soal pendidikan Islam di dalam kerangka reformasi pendidikan nasional, maka kita perlu melihat makna pendidikan Islam di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Mencari paradigma baru pendidikan Islam perlu mengetahui eksistensi pendidikan Islam di dalam sejarah kehidupan berbangsa kita pada masa lalu, kini, dan yang akan datang.
Terbitnya buku “Menuju Sekolah Mandiri” (Elex Media Komputindo, 2012) karya Drs. Hi. Erjati Abas, M, Ag ini layak diapresiasi dan dapat menjadi bahan renungan atau refleksi berharga bagi para tenaga pendidik di negeri ini.
Baca Juga
-
Rahasia Kebahagiaan dalam Buku 'Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan'
-
Cara Menghadapi Ujian Hidup dalam Buku Jangan Jadi Manusia, Kucing Aja!
-
Ulasan Buku Sukses Meningkatkan Kualitas Diri, Panduan Praktis Meraih Impian
-
Ulasan Buku Jangan Mau Jadi Orang Rata-rata, Gunakan Masa Muda dengan Baik
-
Panduan Mengajar untuk Para Guru dalam Buku Kompetensi Guru
Artikel Terkait
-
Inspiratif! Ulasan Buku Antologi Puisi 'Kita Hanya Sesingkat Kata Rindu'
-
Novel Bungkam Suara: Memberikan Ruang bagi Individu untuk Berpendapat
-
Belajar Merancang Sebuah Bisnis dari Buku She Minds Her Own Business
-
Mengintip Uji Coba Program Makan Bergizi Gratis di Lingkungan Sekolah Lanud Halim Perdanakusuma
-
DPRD DKI Jakarta Perjuangkan Sekolah Gratis Tanpa Hapus KJP
Ulasan
-
Review Film Retribution, Ketegangan Teror Bom di Jok Mobil
-
SEVENTEEN Ungkap Kekecewaan Cinta Via Lagu '2 Minus 1'
-
Review Film Heretic, Hugh Grant Jadi Penguji Keyakinan dan Agama
-
Inspiratif! Ulasan Buku Antologi Puisi 'Kita Hanya Sesingkat Kata Rindu'
-
Review Film Totally Killer: Mencari Pembunuh Berantai Ke Masa Lalu
Terkini
-
Layak Dinanti, Intip Trailer dan Jadwal Rilis One Hundred Years of Solitude
-
Rafael Struick Absen di Babak Penyisihan Dianggap Keuntungan bagi Vietnam
-
Media Vietnam Anggap Remeh Ucapan Asnawi Mangkualam Jelang Piala AFF 2024
-
PlayStation: The Concert, Konser Musik Game Ikonik Epik!
-
Squid Game 2 Rilis Teaser dan Poster, Ungkap Alasan Gi Hun Kembali ke Game