Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Thomas Utomo
Seorang Lelaki dan Selingkuh (Dokumentasi pribadi/Thomas Utomo)

Saya 'mengenal' Afifah Afra tahun 1999 atau 23 tahun lalu lewat cerpennya berjudul Pelangi Ibu di majalah Annida. Waktu itu, pengarang masih menggunakan nama aslinya; Yeni Mulati. Cerpen Pelangi Ibu kemudian dibukukan dalam Genderuwo Terpasung, buku pertama Afra.

Hingga kini, sudah lebih dari enam puluh buku fiksi dan nonfiksi lahir dari 'rahim kepenulisan' perempuan asal Purbalingga ini. 

Seorang Lelaki dan Selingkuh adalah buku kumpulan cerpen teranyar dari mantan Ketua Forum Lingkar Pena tersebut. Di dalam buku ini terkandung dua puluh satu cerpen paling gres yang belum pernah dibukukan sebelumnya.

Seorang Lelaki dan Selingkuh, cerpen yang 'ditunjuk' jadi judul sampul buku, mengetengahkan eratnya korelasi antara konsumi rokok dalam masyarakat menengah ke bawah (miskin). 

Menurut Badan Kesehatan Dunia, belanja terbesar keluarga miskin, justru dialokasikan untuk konsumsi barang pembakar tenggorokan ini. Umpamanya di Negeri Seribu Menara, Mesir, kalangan miskin, 'menggelontorkan' uang sepuluh kali lipat lebih banyak untuk membeli rokok, dibandingkan pengeluaran untuk biaya pendidikan.

Di Indonesia sendiri, nyaris dua puluh persen belanja rumah tangga miskin, tercurah untuk pembelian asap nikotin. Sungguh miris, namun demikian realitas yang dibentangkan cerpen ini.

Cerpen Membunuh Sang Kyai, memaparkan realitas pahit yang tergelar di haribaan kita, belakangan ini; yakni tentang pendakwah yang menyiarkan ajaran agama secara keras, kasar, kaku, 'gemar' mengobral caci maki, terutama kepada kalangan lain yang tidak sepemahaman.

Bagi kalangan yang 'berseberangan' label buruk seperti ahlul bid'ah, penjual ayat Allah, sesat menyesatkan, zindiq, dan sebagainya, demikian 'renyah' dilontar-sematkan.

Aspek akhlak dan adab mulia yang kentara menjadi ciri khas dakwah Rasulullah, tidak tampak di golongan ini, kendati mereka sendiri mendaku sebagai pantulan tepat peri kehidupan zaman Nabi. 

Cerpen Alex dan Roxana, menggambarkan realitas dalam institusi perkawinan, betapa hidup berpasangan sekian lama, dapat melunturkan 'rasa' greget, cinta, atau kasih sayang satu sama lain. Kehidupan rumah tangga dapat menjelma rutinitas yang monoton, kering, lagi membosankan.

Topik semacam inilah yang juga banyak diungkap Nh. Dini dalam karya-karyanya, antara lain La Barka dan Jalan Bandungan.

Beberapa cerpen dalam buku ini, di antaranya cerpen-cerpen tersebut, cukup memikat saya. Sedang beberapa cerpen lain, meski bagus dari pilihan kata dan cara penyajian, kurang dapat meninggalkan sidik jari dalam benak saya. 

Thomas Utomo