Khofidah Bukan Covid (2023) adalah novel karya Dian Dahlia. Draft novel yang sempat dilabeli judul Daring ini menyabet salah satu pemenang Kompetisi Menulis Indiva, Kategori Novel Remaja.
Novel berketebalan 304 halaman ini, menceritakan liku-liku perjuangan Khofidah alias Ida di masa pandemi Covid-19. Ida adalah pelajar kelas VII atau II SMP.
Setiap hari, dia harus mengikuti pembelajaran daring (dalam jaringan atau online), karena para pelajar dan pengajar, dilarang mendatangi sekolah. Untuk itu, telepon seluler Ida harus selalu terisi paket data internet. Pancaran sinyal pun harus kencang.
Pembelajaran daring adalah moda pembelajaran baru. Banyak kendala yang harus Ida (dan teman-temannya) hadapi. Pun gurunya demikian.
Tetapi, masalah tersebut terasa makin memusingkan karena di saat bersamaan ayah Ida yang bekerja sebagai satpam di satu perusahaan swasta mendadak dirumahkan alias mengalami pemutusan hubungan kerja.
Perusahaan tempat ayah Ida bernaung, nyaris bangkrut diserbu gelombang dampak Covid-19. Terpaksa harus mengurangi karyawan.
Ibu Ida yang sehari-hari berjualan makanan ringan, pontang-panting menjajakan produk olahannya. Malang, sriping pisang buatannya tidak laku. Warung-warung tempatnya biasa titip dagangan, kehilangan pembeli.
Ida pusing tujuh keliling. Tugas-tugas dari pembelajaran daring, datang bertumpuk-tumpuk. Banyak dan ada tenggat waktu pengumpulan.
Di sisi lain, teman-teman Ida yang juga pusing lantaran terkurung di rumah, justru berulah. Mereka mengejek Khofidah (nama panjang Ida) sebagai penyebab pandemi.
Di masa yang pelik tersebut, ibu Ida (sebagai tokoh sampingan di novel ini) tampil sebagai hero. Dengan banyak keterbatasan, dia melawan.
Dengan serba keterbatasan, dia bertahan. Dengan rupa-rupa keterbatasan, dia terus bergerak, mengupayakan agar dapur keluarga tetap ngebul.
Daya tahan dan daya juang ibu inilah yang mempengaruhi Ida. Dia tidak lagi banyak mengeluh dan pasif merenungi nasib. Dia turut membantu ibunya memutar roda ekonomi keluarga yang sempat berhenti. Walaupun seret, Ida dan ayah tetap semangat karena pengaruh ibu.
Novel remaja suntingan Ayu Wulan ini, menunjukkan secara gamblang, betapa keluarga adalah support system dahsyat. Guncangan maupun halangan seberat apa pun, dapat dilewati, selagi antaranggota keluarga, satu sama lain, saling bantu, saling dukung.
Lewat novel ini pula, pengarang menunjukkan kepada kita semua, betapa gigih dan penuh liku-liku perjuangan masyarakat (yang kerap disebut) menengah ke bawah.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Pelajaran Tekad dari Buku Cerita Anak 'Pippi Gadis Kecil dari Tepi Rel Kereta Api'
-
Cerita-Cerita yang Menghangatkan Hati dalam 'Kado untuk Ayah'
-
Akulturasi Budaya Islam, Jawa, dan Hindu dalam Misteri Hilangnya Luwur Sunan
-
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
-
Ulasan Buku "Taman Tanpa Aturan": Ketika Anak-Anak Dibelenggu Banyak Aturan
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Drupadi: Rekonstruksi Mahabharata dan Citra Istri Lima Pandawa
-
Ulasan Novel Animal Farm karya George Orwell: Revolusi Menjadi Tirani
-
Ulasan Novel 1984 karya George Orwell: Kengerian Dunia Totalitarian
-
Review Novel 'Perjalanan Menuju Pulang': Pulang Tak Selalu Soal Rumah
-
Ulasan Novel Pulang Karya Leila S. Chudori: Sejarah Kelam Indonesia
Ulasan
-
Review Anime Mob Psycho 100 Season 2, Kekuatan Esper Bukanlah Segalanya
-
Ulasan Buku Terapi Luka Batin: Menemukan Kembali Diri Kita yang Belum Utuh
-
Review Film Twisters: Lebih Bagus dari yang Pertama atau Cuma Nostalgia?
-
Review Film 'Pabrik Gula': Teror Mistis di Balik Industri Gula Kolonial
-
Ulasan Film Split: Memahami Gangguan Kepribadian Ganda (DID)
Terkini
-
Dilema Tristan Gooijer: PSSI Ngebet Naturalisasi, tetapi Sang Pemain Cedera
-
Rilis Foto Pembacaan Naskah, Ini 5 Pemeran Drama Labor Attorney Noh Moo Jin
-
Selain Donatur Dilarang Ngatur: Apakah Pria Harus Kaya untuk Dicintai?
-
Indonesia Krisis Inovasi: Mengapa Riset Selalu Jadi Korban?
-
Sinopsis Film Streaming, Mengulas Kasus Kriminal yang Belum Terpecahkan