Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Thomas Utomo
Misteri Hilangnya Luwur Sunan (Dokumentasi pribadi/Thomas Utomo)

Misteri Hilangnya Luwur Sunan karya Fery Lorena Yani adalah novel anak teranyar terbitan Indiva Media Kreasi, Solo. Novel setebal 104 halaman ini ber-genre misteri, petualangan, dengan muatan budaya Jawa dan Islam.

Secara sinoptik, novel ini menceritakan Laras dan Widya, kakaknya, yang berangkat naik bus dari Jakarta ke Kudus, Jawa Tengah. Mereka akan mengisi masa liburan akhir semester di rumah Pakde Totok, kakak orang tuanya.

Mereka juga berencana akan menonton upacara buka luwur sunan, yakni prosesi membuka kain mori penutup makam Sunan Kudus. Makam tersebut, berada di belakang Masjid Menara Kudus dan menjadi salah satu destinasi 'wisata religi' bagi kalangan penganut Islam tradisional dan Kejawen.

Namun, baru sampai di rumah Pakde Totok, kedua kakak-beradik itu, dikejutkan dengan kabar: luwur sunan hilang dicuri. Padahal, upacara buka luwur akan dihelat beberapa hari lagi. 

Alih-alih kecewa, Laras yang punya rasa ingin tahu demikian besar, justru terpacu untuk mencari tahu, ke mana raibnya penutup makam Sunan Kudus tersebut? Kira-kira siapa yang berani mencuri benda yang dianggap 'sakral' dan 'bertuah' tersebut? Dapatkah dia menemukan kain mori itu dan pelaku pencurinya?

Diam-diam, tanpa sepengetahuan Widya dan kakak-kakak sepupunya, Laras menyusuri area makam Sunan Kudus. Dia menemukan pisau lipat dengan guratan nama orang berpengaruh yang jadi sahabat pakdenya. Dia juga tanpa sengaja, memergoki sepasang laki-laki bergelagat mencurigakan, tengah berbantah di dekat makam.

Digelitik letupan rasa ingin tahu, Laras menyimpan pisau lipat itu. Dia juga bergegas membuntuti laki-laki yang tampak mencurigakan.

Laras lalu menemukan sejumlah indikasi yang mengarah ke jati diri pelaku pencurian luwur sunan. Dia memberitahukan kepada Widya dan kakak-kakak sepupunya. Tanpa sepengetahuan Pakde Totok, anak-anak itu memburu pelaku yang mengerucut kepada lokasi penyimpanan kain luwur sunan.

Tanpa disadari, aksi berani tersebut justru mendatangkan marabahaya bagi Laras dan saudara-saudaranya. 

Apa Laras dan kakak-kakaknya berhasil menerjang marabahaya? Dapatkah mereka mengambil kembali luwur sunan yang hilang? Apa upacara buka luwur sunan di tanggal 10 Muharram bisa kembali terlaksana, seperti tahun-tahun sebelumnya?

Jawaban dari pertanyaan tersebut, tentu dapat ditemukan dalam novel yang disunting Ayu Wulan ini.

Secara penyajian, novel Misteri Hilangnya Luwur Sunan ini sangat menekankan aspek narasi aksi ketimbang deskripsi. Anak-anak yang menjadi tokoh penggerak cerita, terutama Laras, sangat aktif dan dinamis. Dia lari, melompat, menendang, mengintai, dan sebagainya. Ambil sebagai contoh cuplikan,

“Dengan mengendap-endap, anak-anak mendekati rumah itu. Rumah tersebut berdinding papan dengan celah di sana-sini, sehingga memungkinkan mereka untuk mengintip.” (halaman 48).

“Laras terus berlari menembus gelapnya malam menyusuri kebun singkong, bahkan beberapa kali dia terpeleset sakit takutnya. Sandalnya yang masih tebal karena tanah becek yang menempel agak memperlambat larinya. Langkahnya sempat terhenti sesaat ketika didengarnya keributan dan teriakan penuh kemarahan dari rumah yang ditinggalkannya.” (halaman 85).

Pemaparan narasi aksi yang demikian hidup, membuat novel ini terasa filmis. Kita membaca tapi serasa menyaksikan. 

Segi menarik lainnya adalah muatan budaya di dalamnya. Seperti kita tahu, Kudus adalah kota yang pekat dengan akulturasi budaya Islam, Jawa, dan Hindu. Di kota ini, misalnya, tidak ada sajian kuliner berbahan baku sapi. Sebab, sapi adalah hewan yang dianggap suci dalam keyakinan Hindu. Maka hingga kini, sekalipun penganut Islam mendominasi Kudus, daging sapi tidak masuk dalam list menu makanan.  

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Thomas Utomo