Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Ary Yulianto
ilustrasi hewan bersedih (Pixabay.com/AD_Images)

Bagi yang pernah menyaksikan pemotongan hewan kurban, pasti kalian melihat hewan kurban baik sapi atau kambing mengeluarkan air mata dan menjerit seperti suara tangisan. Air mata dan jeritan dari hewan kurban tersebut apakah menandakan seolah hewan dapat merasakan kesedihan. Contoh lainnya, kisah Hachiko seekor anjing yang diceritakan merasa sedih saat majikannya meninggal, hal ini memperkuat dugaan jika hewan juga dapat merasakan kesedihan.

Dari kisah Hachiko dan perilaku hewan kurban saat akan dipotong, muncul pertanyaan apakah hewan memiliki rasa sedih? Faktanya, beberapa ilmuwan telah melakukan pengamatan untuk mengetahui apakah hewan memiliki rasa sedih? Melansir laman Livescience, berikut ini beberapa penjelasan para ilmuwan mengenai rasa sedih pada hewan.

1. Ditemukan kasus pada hewan liar

Pada tahun 1972, di hutan hujan Tanzania ada seekor simpanse yang bernama Flint mengalami perubahan perilaku menjadi lesu, kehilangan nafsu makan, dan terisolasi dari kelompoknya. Diketahui perubahan perilaku ini terjadi setelah ibu dari simpanse ini yang bernama Flo mati.

Jane Goodall, seorang ahli primata mengatakan “Dia jarang makan, dan pada akhir minggu ketiga telah kehilangan lebih dari sepertiga berat badannya.” Kemudian Goodall melaporkan bahwa Flint mati setelah satu bulan ibunya mati. Selain temuan kasus pada simpanse ini, para ilmuwan telah menemukan dan mencatat kasus lainnya pada hewan lain yang menunjukkan perilaku aneh setelah kerabat atau temannya mati.

2. Ditemukan kasus pada hewan peliharaan

Ada sebuah peristiwa di mana seekor anjing dibawa ke Klinik dan Laboratorium Hewan San Marco, Italia karena anjing tersebut kehilangan nafsu makannya. Stefania Uccheddu, seorang peneliti dan dokter yang menangani anjing tersebut mengatakan bahwa hasil pemeriksaan sampel darah pada anjing tersebut tidak ditemukan masalah medis yang dapat menyebabkan anjing tersebut menjadi kehilangan nafsu makannya.

Setelah diobeservasi, ternyata satu minggu sebelumnya saudara dari anjing telah mati. Setelah mengetahui kejadian ini, Uccheddu memulai mengadakan pengamatan terkait kematian anjing, selanjutnya didapatkan fakta bahwa muncul perilaku seperti kesedihan pada anjing ketika teman atau saudara mereka mati. Perilaku itu ditunjukkan dengan lebih banyak tidur, hilang nafsu makan, dan tidak terlalu banyak melakukan aktivitas/bermain.

3. Definisi rasa sedih pada hewan

Hingga saat ini belum ada definisi atau batasan yang bisa digunakan sebagai acuan bahwa suatu hewan dapat dikatakan dapat merasakan sedih. Untuk mampu menjawab pertanyaan apakah hewan merasakan sedih, seorang antropolog yang bernama Barbara J. King membuat definisi sendiri untuk rasa sedih yang dirasakan hewan. Dalam bukunya yang berjudul “Bagaimana Hewan Berduka”, Barbara J. King menjelaskan bahwa kesedihan dapat diterjemahkan melalui perubahan fungsi penting, seperti pola makan, tidur, dan bersosialisasi yang dipicu oleh kematian.

4. Kesimpulan

Berdasarkan dari banyak hasil temuan di lapangan terkait perubahan perilaku pada hewan setelah peristiwa kematian atau kehilangan dan mengacu pada definisi yang dibuat oleh Barbara J. King, dapat disimpulkan bahwa hewan dapat merasakan kesedihan dari faktor pemicu berupa rasa kehilangan. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus perubahan perilaku pada hewan simpanse dan anjing setelah kerabatnya mati.

5. Pesan terhadap manusia

Setelah didapatkan kesimpulan bahwa hewan dapat merasakan kesedihan, maka muncul pertanyaan selanjutnya perihal bagaimana manusia menanggapi hal ini. Seharusnya umat manusia lebih peduli terhadap dampak kemanusiaan di planet bumi ini atas segala tindakan yang berdampak pada keberlangsungan ekosistem seperti perburuan liar, perusakan habitat hutan, pencemaran polusi, dan masih banyak yang lainnya. Semua hal tadi akan berdampak pada keberlangsungan hidup semua makhluk hidup termasuk hewan di dalamnya.

Ary Yulianto