Siapa sih, manusia di muka bumi ini yang tak mendambakan kebahagiaan? Saya yakin semua orang pasti ingin bahagia dalam hidupnya. Bahagia di sini tentu tak hanya ketika kita masih hidup di dunia saja, melainkan kebahagiaan abadi kelak di akhirat, yakni meraih surga-Nya.
Disadari atau tidak, kesehatan adalah termasuk salah satu kunci kebahagiaan. Bahkan, kesehatan menjadi hal yang sangat urgen bagi setiap orang. Hal ini bisa dimengerti, sebab tanpa kesehatan, kita akan kesulitan beraktivitas sebagaimana saat kita sedang sehat.
Orang yang kesehatannya sedang menurun drastis bahkan tak akan mampu melakukan aktivitas apa pun. Ia hanya terbaring lemah di atas ranjang. Inilah mengapa, menjaga kesehatan adalah hal yang sangat penting dan tak boleh kita abaikan.
Dalam buku “Kunci Kebahagiaan” Meik Wiking menjelaskan, di berbagai kebudayaan, tampaknya ada satu hal yang diinginkan semua orangtua bagi anak-anak: kesehatan. Kesehatan membuat kita bisa bermain, berpetualang, mengejar kebahagiaan.
Di negara-negara Nordik, yang semuanya konsisten berada di daftar sepuluh negara paling bahagia di dunia, perawatan kesehatan gratis tersedia bagi semua orang. Orang jadi tak perlu khawatir mengenai kesehatan dalam kehidupan sehari-hari, dan itu membentuk dasar kuat untuk tingkat kebahagiaan tinggi (Kunci Kebahagiaan, halaman 111).
Kunci kebahagiaan lainnya yang bisa kita upayakan ialah dengan memperbanyak berbuat kebaikan. Ya, kebaikan yang kita lakukan kepada orang lain, akan menimbulkan dampak luar biasa bagi jiwa kita, yakni rasa bahagia. Kebaikan di sini tentu bukan kebaikan yang memiliki pamrih atau karena ada maunya. Sama sekali bukan. Melainkan kebaikan yang memang tulus dan karena niat ingin memanusiakan manusia. Menurut saya, kebaikan yang tulus tanpa pamrih, dapat tergolong kebaikan sukarela.
Meik Wiking menjelaskan, orang yang menjadi sukarelawan lebih bahagia daripada yang tidak, bahkan sesudah mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti status sosial-ekonomi. Terlebih lagi, mereka mengalami lebih sedikit gejala depresi, tidak gelisah, dan menikmati kehidupan yang lebih bermakna.
Sebagai alasannya boleh jadi karena orang-orang yang lebih bahagia cenderung lebih bersedia melakukan kerja sukarela. Namun bagian lainnya barangkali adalah karena kegiatan itu bisa membuat kita tahu kehidupan orang-orang yang kurang beruntung sehingga membuat kita lebih bersyukur atas apa yang dimiliki. Kerja sukarela mungkin juga punya pengaruh positif tak langsung (Kunci Kebahagiaan, halaman 237).
Bagi Anda yang membutuhkan bahan bacaan yang memotivasi atau menginspirasi, buku “Kunci Kebahagiaan” ini dapat dijadikan sebagai pilihan menarik. Selamat membaca.
Baca Juga
-
Buku Perjalanan ke Langit: Nasihat tentang Pentingnya Mengingat Kematian
-
Ulasan Buku Resep Kaya ala Orang Cina, Cara Menuju Kekayaan yang Berlimpah
-
Ulasan Buku "The Wisdom", Merenungi Kebijaksanaan Hidup
-
Tuhan Selalu Ada Bersama Kita dalam Buku "You Are Not Alone"
-
Ulasan Buku Setengah Jalan, Koleksi Esai Komedi untuk Para Calon Komika
Artikel Terkait
-
4 Cara Menjadi Bahagia dan Kuat setelah Putus Cinta
-
Hapus Ketidakadilan Berbasis Gender, Pahami Feminisme Lewat Buku 'Menggugat Feminisme'
-
5 Sumber Kekayaan Felicya Angelista dan Caesar Hito, Kaya Raya di Usia yang masih Muda
-
Wayan Getarika, Mantan Anggota Pasukan Tameng, Algojo Pembantai PKI di Tanah Buleleng
Ulasan
-
The Academy's Genius Swordsman:Webtoon Aksi yang Bikin Tegang!
-
Bukan Halu, Ini Makna Cinta Tulus di Lagu One Direction "Illusion"
-
Buku Berdamai dengan Diri Sendiri: Perempuan dengan Segala Problematikanya
-
Ulasan Buku Growing Pains, Menjalani Hidup Sebagai Orang Tua Tunggal
-
Dari Air Mata ke Surga Kecil: Makna Cinta di Langit Taman Hati
Terkini
-
Bukan Cuma Pemain Indonesia, Andalan Malaysia Juga Pernah Bertanding Lawan Mendiang Diogo Jota
-
Night Runner oleh Jung Yong Hwa: Harapan Emosional pada Bintang Jatuh
-
Jalani Menit Debut Lebih Melimpah, Andalan Malaysia Ini Bakal Sukses di Liga Jepang?
-
Futsal di Indonesia: Perjalanan Panjang Menuju Popularitas dan Prestasi
-
Meme In This Economy dan Kenyataan Pahit Hidup di Tengah Ketimpangan