Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | zahir zahir
Antonov An-12B Cub eks-AURI (Dokumentasi Pribadi Dispen TNI-AU)

Pada masa persiapan operasi Trikora, pemerintah Indonesia melakukan beragam pembelian alutsista dari banyak negara guna mendukung operasi yang dianggap sebagai kampanye militer terbesar yang pernah dilakukan oleh Angkatan bersenjata Republik Indonesia di era orde lama. Dikarenakan pada masa akhir dekade 1950-an dan awal 1960-an pemerintah Indonesia lebih condong ke blok timur, maka dari itu banyak alutista blok timur yang dibeli oleh Indonesia.

BACA JUGA: Sempat Rusuh Akibat Penangkapan Lukas Enembe, Kondisi Bandara Sentani Mulai Aman Kembali

Meskipun adapula alutsista buatan negara blok barat yang juga berhasil dibeli oleh Indonesia, akan tetapi memang mayoritas alutsista pertahanan TNI saat itu didominasi oleh persenjataan khas blok timur, khususnya di matra laut dna udara. Salah satu dari sekian banyak alutsista blok timur yang dibeli oleh Indonesia adalah pesawat angkut Antonov An-12.

1. Dibeli oleh TNI karena Kekurangan Armada Pesawat Angkut

Antonov An-12 versi sipil (wikipedia)

Kisah kedatangan pesawat angkut Antonov An-12 di Indonesia bermula ketika TNI-AU atau yang saat itu dikenal dengan nama AURI merasa kekurangan dalam lini armada pesawat angkut kelas berat. Dilansir dari situs indomiliter.com, pada akhir dekade 1950-an hingga awal dekade 60-an TNI hanya diperkuat 10 unit pesawat angkut berat C-130 Hercules yang didapatkan dari Amerika dengan konfigurasi 8 unit versi standar dan 2 unit versi tanker.

Hal inilah yang membuat Jendral A.H. Nasution pada akhirnya bertolak ke Moskow pada tahun 1960 untuk membeli beberapa alutsista baru, salah satunya yang berhasil didapatkan adalah pesawat angkut Antonov An-12 versi An-12B Cub. Pesawat ini dibeli sebanyak 6 unit dan mulai berdatangan antara tahun 1964 hingga 1965. Pesawat inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Skuadron udara 32 yang pada awalnya bermarkas di Bandung, Jawa Barat.

2. Pesawat Angkut Tangguh Di Zamannya

Antonov An-12 sedang mengudara (wikipedia)

Ada beberapa kesimpangsiuran dari pengadaan Antonov An-12B tersebut. Dilansir dari situs aviahistoria.com, ada 9 unit jumlah sebenarnya dari pengadaan peswat tersebut, namun hanya 6 unit yang teregistrasi sebagai pesawat militer, yakni T-1201 hingga T-1206. Rumornya beberapa pesawat yang tidak beri kode militer tersebut dipergunakan untuk kepentingan sipil seperti yang ditulis oleh Yefim Gordon dan Dmitry Komissarov dalam buku “Antonov An-12 Cub”.

BACA JUGA: WhatsApp Kembangkan Fitur Laporkan Status Pengguna, Tangkal Informasi Negatif

Pesawat ini secara spesifikasi hampir sama dengan C-130 Hercules yang merupakan pesawat angkut berat milik Amerika Serikat kala itu. Dilansir dari situs military-today.com, pesawat ini mampu memiliki muatan kargo hingga 20 ton atau setara dengan 100-130 pasukan bersenjaya lengkap. Selain itu, pesawat ini memiliki kemampuan untuk membawa 2 kendaraan angkut personil ringan.

Pesawat ini mampu terbang dengan kecepatan lebih dari 700 km/jam berkat 4 mesin turboprop Progress (Ivchyenko) AI-20K. Untuk daya jelajahnya sendiir mampu mencapai jarak lebih dari 6.000 km dengan bahan bakar penuh. Meskipun pesawat yang lahir pada dekade 1950-an, akan tetapi seperti C-130 Hercules pesawat ini juga masih beroperasi di banyak negara hingga hari ini.

3. Harus Dipensiunkan Akibat Perubahan Politik di Indonesia

Antonov An-12B Cub Eks-AURI (Dokumentasi Pribadi Dispen TNI-AU)

Pesawat angkut yang dikategorikan sebagai pesawat angkut kelas menengah ini memiliki keunikan tersendiri, yakni mampu dipasangi kanon otomatis 23 mm di bagian ekor ataupun senapan mesin untuk perlindungan. Antonov An-12 yang dioperasikan oleh AURI juga diketahui memiliki kompartemen tail-gunner untuk mendukung konfigurasi tersebut meskipun tidak diketahui juga ikut digunakan atau tidak.

Namun, pesawat angkut yang cukup tangguh ini kisahnya harus berakhir pada tahun 1970-an akibat dari susahnya perawatan. Dilansir dari indomiliter.com, armada Antonov An-12 yang dimiliki oleh AURI harus terpaksa dipensiukan karena tidak memiliki suku cadang akibat renggangnya hubungan dengan Uni Soviet di era orde baru. Hal tersebut berdampak pada susahnya mendapatkan suku cadang untuk perawatan pesawat.

Lebih miris lagi, tidak ada satupun dari pesawat An-12 yang tersisa di Indonesia yang dijadikan monumen ataupun koleksi museum. Kemungkinan setelah digrounded pesawat ini dijual kembali atau dikembalikan ke Uni Soviet sebagai negara pembuatnya kala itu.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

zahir zahir