Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Mulyana Wirianata
Ilustrasi sampul buku ‘Max Havelaar’ karya Multatuli (Dok. Pribadi/Mulyana Wirianata)

Max Havelaar’ karya Eduard Douwes Dekker, yang dikenal dengan nama pena Multatuli, adalah sebuah karya sastra yang mengangkat isu kolonialisme dan eksploitasi di Hindia Belanda. Novel ini menampilkan kisah seorang pejabat Belanda yang berjuang untuk melawan korupsi dan penindasan di koloni Belanda.

Blurb

Buku ini ditulis Multatuli di sebuah losmen yang disewanya di Belgia, pada musim dingin tahun 1859. Tulisannya merupakan kritik tajam yang telah membuka sebagian besar mata publik dunia, tentang betapa perihnya arti dari sebuah penindasan (kolonialisme).

Dengan sebuah keyakinan yang termanifestasikan dalam ungkapan, Ya, aku bakal dibaca, Multatuli berjuang menghadirkan sebuah mahakarya sastra yang patut menjadi pelajaran bagi seluruh bangsa.

Informasi Buku

Judul: Max Havelaar

Penulis: Multatuli

Penerbit: Qanita

Ketebalan: 396

Format: Soft Cover

Bahasa: Indonesia

Tahun Terbit: Maret 2016

Dimensi: 23 x 15 cm

Ulasa Buku

Kisahnya mengikuti perjalanan Max Havelaar, seorang assisten residen yang dihadapkan dengan dilema moral saat menyaksikan kekejaman dan eksploitasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda di Hindia Belanda (kini Indonesia).

Havelaar mencoba untuk melawan ketidakadilan yang dia saksikan, namun usahanya bertabrakan dengan sistem yang korup dan terpengaruh oleh kepentingan politik dan ekonomi.

Melalui karakter Max Havelaar, Multatuli mengkritik kolonialisme yang kejam dan sistem yang memungkinkan penindasan terhadap penduduk asli.

Novel ini memaparkan konflik moral yang dialami Havelaar dalam memilih antara kejujuran dan ketidakadilan yang ada dalam sistem yang dia hadapi.

‘Max Havelaar’ bukan hanya sekadar sebuah cerita, tetapi juga sebuah manifesto yang mengungkap kebusukan sistem kolonial pada zamannya.

Novel ini menjadi karya yang memicu perdebatan sosial dan politik dalam hal perlakuan terhadap penduduk asli di koloni, dan mengekspos ketidakadilan yang terjadi di bawah naungan kolonialisme.

Kritik sosial yang tajam dan tulisan yang kuat menjadikan ‘Max Havelaar’ sebagai karya yang menginspirasi, memberikan suara bagi mereka yang tidak memiliki suara dalam waktu itu.

Meskipun terkadang ditemui dengan kritik akan kompleksitas dan penulisan yang dianggap terlalu kuat, novel ini tetap menjadi tonggak penting dalam kesusastraan Belanda, dan menjadi lambang perlawanan terhadap penindasan dalam sejarah kolonialisme.

Kutipan-Kutipan Penting

“Berlimpahnya penderitaan di negeri sendiri telah mengalahkan perasaan simpatimu terhadap apa yang terjadi di tempat jauh.”

“Setengah-setengah tidak akan menghasilkan apa-apa. Setengah itu tidak baik. Setengah benar sama saja dengan tidak benar. Untuk mendapatkan bayaran penuh atas jabatan penuh, setelah sumpah yang lengkap dan jelas, tugas harus dilaksanakan sepenuhnya.”

“Di Jawa, burung dara tidak akan terbang ke mulut seseorang dalam keadaan sudah terpanggang. Harus ada kerja, dan siapa pun yang tidak mau bekerja akan miskin, dan dengan sendirinya akan tetap miskin.”

“Karena doa yang lebih suci, ucapan terima kasih yang lebih menggelora daripada kegembiraan bisu jiwanya, tidak bisa diungkapkan dalam bahasa manusia.”

“Kebenaran, agar bisa menemukan jalan masuk, harus sebegitu sering meminjam GAUN kebohongan.”

Mulyana Wirianata