Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Rie Kusuma
Ilustrasi novel Rahasia Batik Berdarah.[Doc. Ipusnas]

Apa jadinya jika kamu seorang jurnalis muda, tanpa banyak pengalaman, yang biasanya meliput berita gosip selebritis, tapi mendadak harus meliput kasus pembunuhan?

Mungkin kalian akan ngomel panjang pendek, mengeluh, mengumpat, menjelek-jelekkan atasan yang sudah tega kasih pekerjaan di luar kemampuan kalian. Ya, itu juga yang dilakukan Fiska, tokoh utama dalam novel Rahasia Batik Berdarah.

Novel Rahasia Batik Berdarah ini ditulis oleh Leikha Ha dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (2016). Sebuah novel misteri yang diperuntukkan untuk Young Adult dan akan saya sarikan kisahnya untuk kalian, para pembaca.

Fiska mangkir dari kantor selama seminggu membuat Pak Edi, atasannya di sebuah tabloid, menghukum gadis itu dengan penugasan ke Yogyakarta untuk meliput kasus pembunuhan.

Pembunuhan itu menewaskan seorang perempuan, karyawan di toko batik Indah Roro Jonggrang. Jasadnya ditemukan di depan Pasar Beringharjo dalam keadaan mengenaskan.

Belum berangkat ke Yogya saja, Fiska mulai sering bermimpi buruk didatangi Nita, si korban pembunuhan yang harus ia liput beritanya. Namun, bukan hanya meliput, Pak Edi bahkan meminta Fiska menemukan pelaku pembunuhan.

“Kalau bisa kamu temukan juga pelaku pembunuhannya. Itu bakal memberi nilai lebih bagi tabloid kita.”

“Oh, bukan, bukan. Kamu harus bisa mengungkap pelaku pembunuhan kasus yang akan kamu liput. Harus bisa,” ralatnya kemudian. (hlm 27)

Di Yogya, Fiska tinggal di rumah Bu Henidar, teman lama bosnya. Perempuan paruh baya yang kerap ingin tahu. Apalagi ketika Fiska bermaksud mencari informasi tentang Pak Wiryo, pemilik toko batik yang pernah mengaku sebagai pembunuh karyawannya.

Dalan usahanya mewawancarai nara sumber, Friska pernah nyaris tertabrak sepeda motor saat akan menemui Bu Prapti, ibunda dari Nita.

Wagiman alias Diki, mantan pacar Nita yang semula membantu Fiska, mendadak menjauh setelah pemuda itu dikirimi sesuatu berbau klenik.

“Dini hari sekali, saya mendengar sesuatu di bagian luar rumah. Saya bangun dan memeriksa. Bungkusan itu sudah ndak ada, tapi berganti dengan kain kafan beserta tali pocong. Seluruh kain basah oleh darah. Bayangin, Mbak!” (hlm 135)

“Kapok saya, Mbak. Saya ndak mau diguna-guna. Saya ndak mau mati muda! Mbak juga sebaiknya menyelamatkan diri!” (hlm 136)

Semua orang yang Fiska temui mencurigakan dan ia tak tahu perkataan siapa yang bisa ia percaya. Sampai suatu hari, Pak Joko, karyawan batik milik Pak Wiryo, meneleponnya karena memiliki bukti yang akan memberatkan seseorang.

Terus terang saja, saat membaca novel ini, saya menemukan banyak plot hole. Saya juga menemukan ketidaksesuaian antara judul novel dan isi cerita di dalamnya.

Penyelesaian cerita juga terkesan terburu-buru dan pemecahan kasus ini bukan karena usaha Fiska, tapi tampak seperti disodorkan begitu saja di depan mata.

Lalu tentang Pak Edi, atasan Fiska. Saya merasa janggal saat ia meminta Fiska menguak kasus pembunuhan, bukan sekadar meliput. Apalagi di akhir cerita Pak Edi ini biasa-biasa saja saat mengetahui anak buahnya nyaris mati.

Beberapa adegan yang ternyata hanya  ada dalam mimpi, pada akhirnya jadi membosankan dan mudah ditebak akibat teramat sering diulang.

Namun, terlepas dari semua itu, novel ini masih bisa dinikmati karena cukup menegangkan. Terutama bagi kalian yang menyukai kisah misteri bercampur horor dan klenik. Sekian ulasan dari saya. Selamat membaca!

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Rie Kusuma