Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Athar Farha
Film Mendung Tanpo Udan (IMDb)

Film Indonesia terbaru, "Mendung Tanpo Udan," mencoba menyajikan perpaduan antara cinta, idealisme, dan perjuangan. Film yang disutradarai oleh Kris Budiman, yang skripnya juga ditulis oleh sang sutradara bersama dua rekannya: Agit Hemon dan Gian Luigi, rupanya berusaha memberikan hiburan yang menyentuh. 

Dengan premis yang sederhana, "Mendung Tanpo Udan" mengisahkan perjalanan cinta Udan (Erick Estrada) yang berjuang untuk menaklukkan hati Mendung (Yunita Siregar).

Meski idealis, Udan harus menghadapi kenyataan bahwa Mendung lebih memilih karier dan Will (Marcell Darwin). Setelah putus, Udan bertransformasi, bekerja keras, tapi kenangan bersama Mendung masih menghantuinya.

Dalam kisah yang dipenuhi kegalauan, Udan bersama sahabatnya, Kartolo (Tommy Lim), dan Awan (Kery Astina), saling berbagi perasaan. Konflik memanas ketika ada kesalahpahaman dengan Awan. 

Review Film Mendung Tanpo Udan

Film ini mencoba mengeksplorasi konflik emosional Udan melalui hubungan dengan sahabatnya, Kartolo (Tommy Lim), dan Awan (Kery Astina).

Namun, lelucon dalam adegan terkadang terasa terlalu mengada-ada, seperti yang pernah diangkat dalam film komedi lainnya.

Humor yang dihadirkan, meskipun terkesan natural, sayangnya nggak selalu mendukung alur cerita, sehingga menuruku film ini agak kehilangan daya pikatnya. 

Pilihan lokasi syuting di Jogja, memang memberikan sentuhan khas, tetapi sayangnya nggak dapat sepenuhnya menangkap esensi kota tersebut. Intinya, aku menuntut lebih dalam dan luas, untuk mengeksplorasi wilayah dalam kisahnya, sih.

Meskipun Erick Estrada dan Yunita Siregar berhasil membawa karakter Udan dan Mendung dengan baik, film ini kurang menawarkan adegan istimewa yang dapat menggugah emosi penonton. Nggak ada scene yang benar-benar bikin aku baper, sih, atau ikutan emosi. Pokoknya datar saja. 

Momen yang bikin aku merasa ‘kurang’ dan ‘menuntut lebih’, saat scene Udan dan Mendung, yang ketika berkali-kali saling bercengkerama, tapi nggak diresapi lebih dalam. Penggambaran konflik antara Udan dan Mendung pun terkesan tergesa-gesa. Itu bikin aku kehilangan kesempatan untuk mendalami emosi mereka. 

Dari segi narasi, "Mendung Tanpo Udan" memang cenderung sederhana dan kurang kompleks. Konflik yang dihadapi karakter-karakter utama juga terasa terlalu cepat diselesaikan, dan meninggalkan keputusan yang terkesan tergesa-gesa.

Alur cerita yang nggak terlalu kompleks membuat film ini lebih cocok dinikmati di layar televisi daripada di bioskop. Duh, sangat disayangkan!

Kendati demikian, film ini tetap berhasil menyampaikan pesan tentang arti menghargai, mencintai, dan keikhlasan. Meski alurnya sederhana, Udan berkembang menjadi pemuda yang idealis, tapi juga realistis dalam menghadapi kehidupan.

"Mendung Tanpo Udan" mungkin terasa instan dalam mengeksplorasi perjuangan. Jadi, buat yang mau nonton filmnya, jangan terlalu tinggi ekspektasinya, ya. Turunkan ekspektasi biar bisa menikmati film ini. Jadi, skor dariku: 6/10. Selamat menonton, ya!

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Athar Farha