Membaca karya sastra Indonesia tentu dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita terhadap berbagai situasi dan kondisi bangsa kita. Sebab dalam perjalanannya yang cukup panjang, kesusastraan Indonesia telah melahirkan berbagai karya sastra yang diciptakan oleh para pengarang Indonesia berdasarkan pengalaman atau pengamatannya terhadap berbagai fenomena yang ada.
Berbicara tentang karya sastra Indonesia, pada kesempatan kali ini saya akan mengulas sebuah novel klasik karya salah satu sastrawan ternama Indonesia. Penasaran dengan novel yang akan saya ulas? Silakan baca artikel ini sampai tuntas!
Novel klasik karya salah satu sastrawan ternama Indonesia yang akan saya ulas ialah sebuah novel karya Armijn Pane yang berjudul Belenggu. Adapun novel ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1940 oleh Majalah Poedjangga Baroe dalam bentuk serial, dari bulan April sampai Juni 1940.
Sebelum diterbitkan oleh Majalah Poedjangga Baroe dalam bentuk serial, novel ini sempat dikirimkan oleh penulisnya ke Penerbit Balai Pustaka milik Pemerintah Hindia Belanda. Namun, novel ini ditolak oleh Balai Pustaka karena dianggap menggambarkan hal-hal yang bersifat tabu.
Sementara itu, setelah berakhirnya majalah Poedjangga Baroe, novel Belenggu ini terus dicetak ulang oleh beberapa penerbit di Indonesia, salah satunya oleh Penerbit Dian Rakyat. Novel ini tidak memiliki judul pada bagian-bagiannya, tetapi memiliki seratus lima puluh halaman termasuk indeks catatan badan.
Pada permulaan novel ini, diceritakan bahwa Sukartono (Tono) yang merupakan seorang dokter muda tampak merasa kesal dengan tingkah laku istrinya, Sukartini (Tini), sepulangnya ia dari mengobati pasien. Adapun Tono merasa kesal dengan Tini lantaran Tini kerap menaruh catatan kerjanya yang berisikan nomor telepon para pasien secara sembarangan, terlebih lagi Tini sering keluar rumah tanpa pamit untuk mengurus organisasi.
Menurut Tono, Tini merupakan contoh "istri yang buruk" karena tidak bisa mengurus suami, dan ia merindukan sifat keibuan dari seorang istri. Di saat yang bersamaan, Tono yang sedang kesal pun mendapati Tini baru pulang saat malam sudah larut, dan ia langsung menanyakan perihal catatan kerjanya. Namun, bukannya bicara baik-baik dengan Tono, Tini malah memarahi Tono; dan hal itu membuat Tono yakin bahwa rumah tangga mereka sudah kehilangan cintanya.
Selanjutnya, setelah kejadian itu, Tono kembali bekerja seperti biasanya dan Tini kembali sibuk dengan organisasinya. Namun, selang beberapa hari, hidup Tono perlahan mulai berubah. Pada suatu hari ketika sedang berada di rumah, Tono mendapat telepon dari seorang wanita yang mengaku sedang sakit dan memerlukan pengobatan dokter.
Tanpa basa-basi, Tono dengan loyal langsung menuju ke tempat wanita tersebut. Ketika sedang mengobati wanita tersebut di kediamannya, yakni di sebuah kamar hotel, Tono tetap bersikap bijak layaknya seorang dokter meskipun pasiennya itu tampak sering menggodanya.
Lalu setelah kunjungan pengobatan hari itu, wanita yang mengaku bernama Nyonya Eni itu pun semakin sering mengundang Tono ke kediamannya untuk berkonsultasi, hingga akhirnya Tono mengetahui bahwa Nyonya Eni adalah Yah (Ruhayah), teman lamanya yang menyukainya sejak mereka masih bersekolah di sekolah rakyat. Akhirnya, mereka berdua pun saling jatuh cinta; Tono mengakui bahwa ia tidak puas dengan rumah tangganya bersama Tini dan Yah mengakui bahwa ia adalah wanita simpanan.
Berdasarkan sinopsis di atas, tentu dapat kita simpulkan bahwa novel Belenggu karya Armijn Pane ini memiliki tema cinta segitiga dan/atau perselingkuhan. Namun, tema dalam novel ini tampaknya tidak menjadi tema yang "murahan", karena Armijn Pane selaku pengarang juga mengangkat aspek-aspek lain di balik tema tersebut.
Seperti halnya Tono yang menginginkan rumah tangga tradisional dengan istri yang pandai mengurus suami; Tini yang ingin menjadi wanita modern dengan mengurus organisasi; dan Yah yang ingin dapat bertahan hidup dengan menjadi wanita simpanan. Kesemuanya itu tentu merupakan kegelisahan zaman yang dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia pada masa itu, dan masih relevan hingga saat ini. Lebih jauh daripada itu, novel yang sempat ditolak oleh Balai Pustaka ini pun mendalami gejolak perasaan manusia, sehingga alur cerita pada novel ini menjadi lebih kompleks.
Beberapa kelebihan yang terdapat dalam novel ini, menurut saya, antara lain ialah penggunaan bahasanya. Seperti yang kita ketahui, bahwasanya novel ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1940 tatkala bahasa Indonesia belum sematang seperti saat ini.Pada novel ini, hampir sebagian besar kata, frasa, klausa, dan/atau kalimat memiliki kerancuan makna yang disebabkan oleh ketidaksesuaian ejaan dan struktur kalimat, sehingga membuat pembaca sedikit banyak mengalami kesulitan dalam memahami teks yang terdapat dalam novel ini.
Namun, hal tersebut tentu dapat dimaklumi, sebab hal tersebut bukanlah kesalahan pengarang dalam menggunakan bahasa Indonesia, karena memang pada saat itu kaidah-kaidah dalam bahasa Indonesia belum sematang seperti saat ini.
Selain itu, kelebihan lain yang terdapat dalam novel ini, menurut saya, antara lain ialah gejolak perasaan yang diciptakan begitu hidup dalam diri setiap tokoh. Perlu diketahui, bahwasanya novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Artinya, pengarang memosisikan dirinya sebagai narator yang mengetahui segala sesuatu yang dirasakan dan dialami oleh para tokoh.
Namun, bila saja pengarang tidak pandai mendalami gejolak perasaan manusia atau salah menempatkan perasaan dalam diri setiap tokoh, maka para tokoh tersebut akan merusak jalannya cerita, sehingga dapat membuat novel Belenggu ini mustahil sangat sentimental.
Menurut saya, novel Belenggu ini sangat cocok untuk kalian baca, karena isinya yang sarat akan kompleksitas diri manusia dan juga hubungannya dengan orang lain; serta memiliki gaya bahasa Indonesia klasik yang dapat kalian pelajari sebagai sejarah perkembangan bahasa Indonesia.
Nah, itu tadi merupakan sedikit ulasan mengenai sebuah novel karya Armijn Pane yang berjudul Belenggu. Adapun ulasan ini merupakan ulasan saya pribadi, berdasarkan buku tersebut. Bagaimana menurut kalian? Apakah kalian tertarik untuk membaca buku tersebut?
Baca Juga
-
Ulasan Film Never Back Down: Kisah Remaja yang Mendalami Mix Martial Arts
-
Ulasan Film Warrior: Kisah Kakak-beradik yang Kembali Bertemu di Atas Ring
-
Ulasan Film Unbroken: Kisah Atlet Olimpiade yang Menjadi Tawanan Perang
-
Ulasan Film The Fighter: Kisah Seorang Pria Meraih Gelar Juara Tinju Dunia
-
Ulasan Film Rocky: Kisah Petinju Lokal Meraih Kesuksesan di Dunia Tinju
Artikel Terkait
-
Novel Four Aunties and A Wedding: Pesta Pernikahan Berubah Menjadi Mencekam
-
3 Rekomendasi Novel Penulis Indonesia tentang Pendakian Gunung, Sudah Baca?
-
Bikin Hati Adem, Ini 3 Novel Jepang Berlatar Toko Buku dan Perpustakaan
-
Review Novel 'TwinWar': Pertarungan Harga Diri di Balik Wajah yang Sama
-
Novel The Good Part: Makna Perjuangan yang Menjadikan Hidup Lebih Sempurna
Ulasan
-
Ulasan Film 'Banger': Ketika DJ Tua Kembali Beraksi demi Relevansi
-
Review Anime My Stepmoms Daughter Is My Ex: Ketika Mantan Jadi Saudara Tiri
-
Novel Four Aunties and A Wedding: Pesta Pernikahan Berubah Menjadi Mencekam
-
Review Film Broken Rage: Ketika Takeshi Kitano Menolak Bertele-tele
-
Review Film Exorcism Chronicles - The Beginning: Visual Ajaib tapi Cerita Kacau?
Terkini
-
Geger! PSSI Incar Trio Liga Inggris, Media Vietnam Ketar-ketir Kekuatan Timnas Indonesia Meroket
-
Baru 6 Hari Tayang, Film 'Pabrik Gula' Tembus 2 Juta Penonton!
-
Aplikasi Kencan, Solusi Baru Gen Z Atasi Kesepian?
-
Surat Ki Hadjar Dewantara untuk Generasi Z: Jangan Jadi Penonton Perubahan
-
Kembali Naik Peringkat, Timnas Indonesia Berpotensi Tempel Ketat Vietnam di Ranking FIFA