"1917" ialah film drama perang rilisan tahun 2019, yang hadir di bioskop-bioskop Indonesia pada 2020. Dulu, filmnya berhasil menyedot perhatian penonton di seluruh dunia. Ya, film yang disutradarai oleh Sam Mendes dan diproduseri oleh lima sineas: Pippa Harris, Callum McDougall, Brian Oliver, Jayne-Ann Tenggren, dan termasuk sutradaranya sendiri, kian bersinar ketika diakui keberadaanya di berbagai festival dan ajang penghargaan film.
Penasaran dengan kisahnya? "1917" mengikuti perjalanan dua tentara Inggris, Schofield dan Blake, yang diberi misi berbahaya untuk menyampaikan pesan penyelamatan kepada sebuah unit yang terjebak di wilayah musuh pada Perang Dunia I. Mereka melintasi medan perang berbahaya, penuh rintangan dan tantangan, sementara waktu terus berjalan, ditambah tekanan waktu yang semakin menipis.
"1917" menerima banyak penghargaan dan nominasi atas prestasinya. Di antaranya, film ini memenangkan tiga penghargaan Academy Award, yaitu: Best Cinematography, Best Sound Mixing, dan Best Visual Effects. Selain itu, film ini juga memenangkan Golden Globe Award untuk kategori Best Motion Picture – Drama dan bahkan di BAFTA Award menyabet penghargaan Best Film. Nggak cukup sampai di situ karena masih banyak penghargaan yang diperolehnya.
Ulasan:
Keberhasilannya nggak lepas dari naskahnya yang solid buatan sang sutradara yang kolab dengan Krysty Wilson-Cairns. Selain itu, aktor dan aktris yang terlibat: George MacKay, Dean-Charles Chapman, Mark Strong, Andrew Scott, Richard Madden, Colin Firth, Benedict Cumberbatch, dan Claire Duburcq, mereka punya porsinya masing-masing yang menurutku cukup. Satu hal yang terkesan sangat mencuri perhatian adalah kehadiran Benedict Cumberbatch, kemunculannya sedikit tapi itulah yang jadi daya tarik.
"1917" punya keunikan yang ditawarkan ke penonton, pada kala itu, dengan sangat percaya diri menampilkan pengambilan gambar "long take", yang memberikan kesan bidikan/ rekaman panjang tanpa terputus-putus. Roger Deakins selaku sinematografer, benar-benar berhasil menciptakan atmosfer yang sangat imersif dengan teknik pengambilan gambar yang terasa seperti satu tembakan panjang tanpa pemotongan adegan.
Gini, lho. Istilah "long take" atau "single take". Itu merujuk ke adegan-adegan dalam film, yang tampak diambil dalam satu kali pengambilan gambar tanpa ada potongan adegan. Jadi kayak rekaman langsung, satu kamera mengikuti para karakter utama, terus-menerus, sampai misi atau filmnya kelar. Dan itu tampak nggak mudah, ya, karena teknik semacam itu butuh effort dalam membidik gambar bergerak dalam kondisi dan situasi apa pun (di dalam film). Aku yakin ada proses editing yang luwes banget, bikin filmnya jadi kayak terlihat sekali rekam.
Yang bikin "1917" mendapatkan penghargaan bukan hanya terletak pada estetika visualnya, tapi juga pada narasi yang kuat dan penuh emosi. Akting George MacKay sebagai kopral William Schofield dan Dean-Charles Chapman sebagai Thomas Black, berhasil tampil prima dan meyakinkan banget sebagai tentara di tengah peperangan.
Ditambah dengan gubahan musik sebagai latar belakang yang mampu membangkitkan semangat juang, khususnya di akhir-akhir film, sampai detik ini aku masih sangat ingat scene memorable dengan iringan musiknya yang bikin merinding. Scene itu adalah ketika terjadi perang di dataran yang luas, yang menampilkan ribuan tentara berlari ke sarang musuh. Setiap dentuman, teriakan, langkah kaki, semakin realistis oleh iringan latar musik yang bikin merinding.
"1917" buatku jadi semacam pencapaian sinematik yang luar biasa. Terlepas untuk motif dan tugas yang diemban dalam film itu nggak bukan sesuatu yang segar, tapi bagiku film ini sudah. Skor dariku: 9/10. Jika kamu suka film peperangan, seharusnya ini nggak dilewatkan. Pokoknya selamat nonton ya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Review Film Eddington: Paranoia Massal dan Satir Gelap Ala Ari Aster
-
Review Film Smurfs: Petualangan Baru dan Sihir yang Nggak Lekang Oleh Zaman
-
Review Film Sentimental Value: Ladang Luka Lama yang Belum Sembuh
-
Review Series One Night in Idaho: Dokumenter True Crime Menolak Eksploitasi
-
Review Film The Sound: Jerit Horor yang Kehilangan Gaungnya
Artikel Terkait
-
Kingdom of the Planet of the Apes, Era Saat Manusia jadi Primitif Lagi
-
Sinopsis The Offering, Film Horor yang Sarat akan Mitologi Yunani
-
Film Dilan 1983 Wo Ai Ni Diprotes Gegara Usung Cinta Anak SD, Ini Penjelasan Fajar Bustomi
-
Susul Dahyun TWICE, Jung Jinyoung Digaet Main 'You Are The Apple of My Eye'
-
Film Dilan 1983 Wo Ai Ni Rilis Trailer Perdana, Hadirkan Kisah di Masa SD Hingga Gombalan yang bikin Gemas
Ulasan
-
Review Toko Jajanan Ajaib Zenitendo: Atasi Reading Slump dalam Sekali Duduk
-
Ulasan Buku Anak-Anak Kota Lama: Potret Sosial dalam Latar Budaya yang Beragam
-
Ulasan Buku Maneki Neko: Rahasia Besar Orang Jepang Mencapai Keberuntungan
-
Ulasan Novel Miss Wanda: Duka dan Cinta Bisa Hidup Bersamaan
-
Ulasan Novel Sonnenblume: Bunga Matahari yang Tak Pernah Minta Melupakan
Terkini
-
Persita Tangerang Terus Bangun Kekompakan, Carlos Pena Buka Suara
-
Realme 15 Pro Rilis 24 Juli, Berikut Bocoran Spesifikasi dan Fitur Utamanya
-
Gaung Gamelan: Simfoni Ratusan Penabuh Gamelan Membuka Yogyakarta Gamelan Festival ke-30
-
Bye Mata Panda, Ini 4 Pilihan Eye Cream Harga Murah di Bawah Rp50 Ribuan!
-
Manga Hirayasumi Umumkan Adaptasi Anime dan Live Action Sekaligus