Saat kita masih kanak-kanak, terkadang ada beberapa pola asuh dari orang tua yang meninggalkan trauma yang kita rasakan sampai dewasa. Misalnya saat menyaksikan perceraian orang tua, mengalami kekerasan, hingga mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari orang terdekat.
Trauma yang terbentuk sejak kecil inilah yang kemudian akan menjadi penyebab seseorang begitu mudah mengalami permasalahan mental. Dan tak jarang, trauma akan diwariskan secara turun temurun jika tidak diatasi sedini mungkin.
Jadi, orang tua yang mengalami trauma akan mewariskan trauma tersebut kepada anak dan keturunannya, baik dalam bentuk luka batin, hingga inner child yang belum pulih. Untuk itu, melalui buku berjudul 'Family Constellation', Meilinda Sutanto memaparkan suatu jenis terapi yang bisa memutus mata rantai penyakit mental yang sudah diwariskan turun temurun.
Terapi ini dikenal dengan nama terapi konstelasi keluarga, yang pertama kali dicetuskan oleh Bert Hellinger, psikoterapis asal Jerman. Konstelasi keluarga adalah jenis terapi untuk membantu mengungkap dinamika tersembunyi dalam suatu keluarga yang memberatkan atau merugikan generasi selanjutnya.
Konstelasi keluarga juga bisa membantu kita dalam mengasuh ulang inner child yang terluka. Ketika kita bisa pulih dari inner child ini, ke depannya kita bisa menjadi orang tua yang menerapkan pola asuh yang sehat untuk keturunan kita.
Secara umum, ada banyak hal menarik yang dibahas dalam buku ini. Khususnya mengenai berbagai teori parenting yang telah populer, serta bagaimana implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis juga banyak memberi contoh kasus yang marak terjadi akibat salah pengasuhan dan trauma keluarga. Bagian yang saya sukai adalah cara penulis merunut kejadian dan memberi solusi yang konkret mengenai apa yang harus kita lakukan ketika terjebak dalam masalah yang dipaparkan.
Saya pikir, Family Constellation ini adalah salah satu buku parenting dengan pembahasan lengkap dan sangat mudah untuk diikuti.
Dan yang terakhir, ada pesan yang lumayan menohok dari buku ini. Bahwa tanggungjawab setiap generasi bukanlah untuk menyenangkan pendahulu mereka, tetapi untuk memperbaiki hal-hal untuk keturunan mereka.
Jika kamu adalah seseorang dengan status sebagai anak, orang tua, istri, maupun suami, rasanya wajib banget buat baca buku yang satu ini!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
-
Polemik Bu Ana, Brave Pink, dan Simbol yang Mengalahkan Substansi
Artikel Terkait
-
Rumah Berantakan? Simak Metode Berbenah Khas Indonesia di Buku 'Gemar Rapi'
-
Drama Musikal Keluarga Cemara: Kisah Pertemuan Abah dan Emak Terbongkar
-
Daftar 3 Generasi Keluarga Hartono yang Konsisten Jadi Orang Terkaya di Indonesia
-
Ulasan Buku 'On The Origin Of Sh!tty Generation', Bahas Hal Kocak Kaum Milenial
-
Kekayaan Keluarga Hartono Bikin Elus Dada, Pemilik Klub Sepak Bola Como FC yang Masuk Ke Kasta Teratas Liga Italia
Ulasan
-
Ulasan Novel Oregades: Pilihan Pembunuh Bayaran, Bertarung atau Mati
-
Dari Utas viral, Film Dia Bukan Ibu Buktikan Horor Nggak Lagi Murahan
-
Review The Long Walk: Film Distopia yang Brutal, Suram, dan Emosional
-
Menyikapi Gambaran Orientasi Seksualitas di Ruang Religius dalam Film Wahyu
-
Review Film Janji Senja: Perjuangan Gadis Desa Jadi Prajurit TNI!
Terkini
-
Nasib Tragis Luffy di Elbaf: Spekulasi Panas Kalangan Penggemar One Piece
-
Bumi Watu Obong Jadi Wajah Budaya Gunungkidul di Malam Puncak Mataf Unisa
-
Divonis 9 Tahun, Vadel Badjideh Tetap Ngeyel dan Tolak Mengaku Bersalah
-
Gak Perlu Panik! Ini Cara Mudah Nabung Buat Pernikahan Meski Gaji Pas-pasan
-
Ramalan Kiamat di Uganda: Ratusan Warga Tinggalkan Rumah dan Masuk Hutan