Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | adi prihasmoro
Film His Only Son (imdb)

Memperingati Hari Raya Idul Kurban 2024, seperti kembali diingatkan pada sebuah film berjudul His Only Son garapan David Helling, yang dirilis 31 Maret 2023 dan menjadi unggulan box office di Amerika Serikat. Film ini berkisah tentang pergolakan batin Abraham yang diperintahkan menyembelih putranya, Isaac yang lahir dari Sarah istrinya. Kisah ini diangkat dari Bible (Alkitab) dalam Kitab Kejadian 22:1 Perjanjian Lama yang disucikan oleh Umat Kristiani.

Dalam tradisi Islam, nama-nama yang disebut dalam film itu akrab disebut Nabi Ibrahim, Nabi Ishak, dan Bunda Sarah, ketiga tokoh inilah yang menjadi sentral drama epik dalam film His Only Son. Ada juga disebutkan Ismael atau Ismail dan Ibunya Hagar atau Hajar. Dalam tulisan ini penyebutan nama-nama tersebut sering ditukar atau tertukar, namun pada prinsipnya menyebut tokoh yang sama.

Pemutaran His Only Son di bioskop-bioskop Indonesia sejak Agustus 2023 menuai kontroversi dan polemik yang berkelanjutan. Disadur dari laman suara.com pada 2023, setidaknya diberitakan bahwa Politisi DPR pun ikut meminta pelarangan film ini tayang di bioskop-bioskop maupun platform apa pun di tanah air, serta mendesak Kominfo untuk turut menangani isu ini. Narasi film His Only Son dinilai tidak sesuai dengan sejarah Nabi Ibrahim dalam pemahaman muslim umumnya (mainstream).

Film ini dikatakan menyembunyikan kisah Ismael dan ibunya Hagar di Keluarga Ibrahim. Muslim mengimani bahwa Ismail merupakan cikal bakal moyang bangsa Arab di mana lahir Nabi Muhammad SAW yang menurunkan risalah al-Quran. Selain itu, pendapat mainstream muslim tentang drama epik perintah Tuhan kepada Ibrahim untuk menyembelih putranya (His Only Son) itu diyakini merujuk pada Ismael yang lahir lebih dulu dari rahim Hagar, bukan Isaac yang lahir belakangan dari Sarah, istri Ibrahim yang telah memvonis dirinya sendiri mandul.

Abraham memang disebut sebagai bapak bangsa-bangsa di dunia, setidaknya diklaim oleh tiga penganut agama besar yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Abraham menurunkan tiga agama yang disebut agama Abrahamic (Ibrahimiyyah) atau samawi, hingga populer pula sebutan tiga agama satu Tuhan (monotheism). Jejak monoteisme itu di Taurat (Torah) tertulis Adonai Eloheinu Adonai Ehad (bahasa Ibrani), di al-Quran - قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ - berbunyi Qulhu Allahu Ahad (QS.al-Ihklas:1), dan di Bible dituliskan The LORD is our God, the LORD is one, atau dalam versi Bahasa Melayu Shellabear Translation 2011, ALLAH adalah Tuhan kita, ALLAH itu Esa (Ulangan 6:4). Bangsa Indonesia pun akhirnya merumuskan “Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pancasila ke-1, UUD 45).

Dari latar belakang di atas, Abraham sebagai fokus film His Only Son harusnya dapat difungsikan sebagai pemersatu bangsa-bangsa di dunia. Bangsa dan umat beragama yang tersambung menjadi satu karena menyembah Tuhan Abraham yang sama, Sang Pencipta (Khalik) Yang Maha Esa. Abraham sebagai bapak bangsa-bangsa di kemudian hari melahirkan peradaban Yahudi (Judaism), Kristen, dan Islam. Maka dalam melihat kontroversi film His Only Son seharusnya tidak difokuskan pada isu yang memecah belah persatuan. Justru menjadi perenungan bersama tentang bagaimana menempatkan kontroversi film tersebut dalam upaya dialogis mempersatukan damai umat manusia.

Meskipun harus diakui akhir film His Only Son versi Kekristenan ini memunculkan pertanyaan bagi umat Yahudi dan umat Islam, yaitu terkait melompatnya waktu ke-2000 tahun kemudian di mana Jesus Kristus (Isa Almasih) ditampakkan di akhir film tersebut. Aneh bagi umat Yahudi karena kitab sucinya (TaNaKh) tidak ada kisah Isa Almasih (Arab) atau Jesus Crist (Inggris). Sementara itu sebagian Alkitab Kristen, dalam hal ini Perjanjian Lama, diadopsi sepenuhnya dari Kitab Suci Yahudi (TaNaKh). Di sisi lain, umat Yahudi tidak mempercayai Jeshua sebagai mesiah, almasih, juru selamat atau bagi Kristen yang akrab disebut Jesus dengan gelar Kristus, meskipun Jesus atau Isa bin Maria itu sendiri adalah keturunan Yahudi atau Bani Israel. Umat Islam juga tidak meyakini yang disalib itu adalah sosok Isa Almasih anak Maria yang berkedudukan mulia sebagai Nabi utusan Allah sebelum Nabi Muhammad SAW.

BACA JUGA: Dibintangi Matt Smith, Film Horor Starve Acre Angkat Cerita Rakyat Inggris

Seruan melarang film His Only Son sepertinya semakin membuat penasaran sekaligus memperuncing polemik di tengah masyarakat. Jika film His Only Son dikatakan sebagai versi Kristen, ulasan berikut ini menelaah juga His Only Son dalam versi Islam, apakah sesederhana yang dibayangkan bahwa Only Son dalam Kristen itu merujuk pada Isaac (Ishak) dan Islam merujuk pada Ismail (Ismael)? Selanjutnya bagaimana halnya dengan Judaism?. Pembahasannya dilakukan dengan pendekatan riset terhadap jejak – jejak sejarah dalam teks-teks suci dari agama samawi, tafsir, dan argumentasinya.

Hasil kesimpulannya dimaksudkan agar dapat mengendapkan argumentasi yang mendukung keyakinannya masing-masing, tanpa melibatkan diri dalam tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) kepada pihak lain tentang benar atau salah. Penghakimannya sebaiknya tetap menjadi hak prerogative bagi Tuhan Yang Maha Mengetahui (waallahu’alam) dan karenanya tidak perlu terlibat caci maki tanpa ilmu yang justru menjadikan diri ini makar mengambil alih kekuasaan penghakiman yang hanya menjadi milik-Nya (na’udhubillahi).

Kisah Keteladanan Abraham dari Kitab-kitab yang Disucikan Umatnya

Kisah Abraham dalam film “His Only Son” itu tertulis dalam kitab-kitab yang disucikan umat Yahudi, Kristen, Islam, dan oleh karena itulah ketiga agama itu disebut Abrahamic. Kisah Abraham pertama dituliskan di kitab-kitab tertua yang dikodifikasikan bangsa Yahudi menjadi Kitab “TaNaKh” (TNK) berbahasa Ibrani. TaNaKh kepanjangan dari Torah (Ajaran atau kitab Musa), Nevi’im (Nabi - Nabi), dan Ketuvim (Tulisan) yang dikodifikasi di abad 2 SM. TaNaKh kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani menjadi “Septuaginta” (Tahun 132 SM) dan Septuaginta ini diterjemahkan ke dalam bahasa latin menjadi “Vulgata” (Abad 4 M). Dari Septuaginta dan Vulgata ini Kitab Perjanjian Lama (PL) dalam Alkitab Kristen bersumberkan, disadur, dan diresensi oleh Kekristenan awal.

Dari sejarahnya Kitab PL Kristen yang saat ini ada pada dasarnya tidak disalin, disadur, atau ditafsirkan langsung dari TaNaKh (Ibrani), melainkan dari kitab-kitab yang sudah berbahasa Yunani dan Latin, yaitu sekitar abad 4 M setelah lahirnya Yesus (Isa Almasih). Inilah asal muasal PL Kristen berawal dan kemudian disatukan dengan Perjanjian Baru (PB) sehingga menjadi “Bible atau Alkitab” yang disucikan Umat Kristen. Bible Kristen ini diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Yesus sendiri menurut para sarjana diyakini berbahasa Aramaik (Suriah/Suryani).

Dikatakan film His Only Son merupakan kisah Abraham dalam versi Kristen berdasarkan Kitab Kejadian 22:1-19 dengan perikop berjudul “Kepercayaan Abraham diuji.” Maka dari urutan sejarahnya Kitab Kejadian itu adalah kitab pertama di dalam PL Umat Kristen yang pada dasarnya bersumber dari Sefer Beresyith atau kitab pertama Taurat di dalam TaNaKh Yahudi. Oleh karena itu Alkitab Kekristenan tidak dapat dilepaskan dari TaNaKh kitab yang disucikan oleh Yahudi dan ditafsir ulang menjadi PL oleh Kekristenan awal. Jika keduanya berbeda secara teoretis dapat disinkronkan.

Berbeda dengan Umat Kristen yang tidak dapat menceritakan Kisah Abraham di dalam PL tanpa adanya TaNaKh terlebih dahulu milik Yahudi, Umat Islam dapat menemukan kisah Abraham tersendiri di “al-Quran” kitab suci yang diturunkan kepada Umat Islam melalui Nabi Muhammad SAW (571-632). Al-Quran itu berbahasa Arab, diturunkan berangsur-angsur selama 22 tahun, dalam tradisi lisan (hafalan), dan baru dikodifikasikan (mushaf) setelah Sang Nabi Muhammad SAW wafat, yaitu di masa pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan (644-656 M) atau abad 7 M (K. Hitti, 2002).

Tradisi Islam sendiri menjelaskan al-Quran sebagai kitab suci dan titik singgungnya dengan kitab-kitab terdahulu. Dikatakan kitab suci ini tidak ada sedikit pun keraguan dan menjadi petunjuk bagi orang yang bertakwa, yaitu orang yang mengimani hal-hal gaib (Allah, akhirat, surga, neraka), mendirikan salat, menafkahkan rezekinya secara benar, mengimani al-Quran dan mengimani kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya seperti Taurat, Zabur, Injil, dan lembaran-lembaran suci selainnya. Kemudian disimpulkannya bahwa orang-orang yang bercirikan seperti itulah yang dikatakan sebagai orang-orang yang beruntung di dunia (al-Baqarah: 1-5).

Kembali ke kisah Abraham atau Avraham sebagai sebutan dalam lidah bahasa Ibrani, yang berarti bapak bangsa-bangsa. Diceritakan lahir di Ur-Kasdim (Chaldea), Mesopotamia atau suatu daerah di Irak sekarang. Semula namanya Abram di dalam Alkitab kemudian menjadi Abraham setelah mendapat panggilan, ilham, atau wahyu dari Allah untuk mengembara (hijrah) menuju Kana’an, yang kemudian disebut sebagai tanah perjanjian (Kejadian 17:5-8). Abraham dalam bahasa Arab disebut Ibrahim atau Ibraham, umat Islam sering menyebutnya sebagai Abu al-Anbiya atau bapak para nabi.

Abraham memang tokoh besar yang dikenal bangsa-bangsa dan agama besar di dunia, tidak hanya dikenal oleh bangsa dan agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Bahkan ada pendapat bahwa Abraham atau Abram dalam bahasa sangsekerta (sanskrit) adalah tokoh yang sama dengan Brahma di kitab agama Hindu Upanishad dan Bagawadgita. Sepertinya bukan kebetulan dikisahkan memiliki istri bernama Saraswati, yang identik dengan nama Sarai atau Sarah di dalam Alkitab. Al-Quran mengabarkan bahwa, “Sungguh pada diri Ibrahim ada teladan yang baik dan Allah telah memberinya petunjuk jalan yang lurus, kebaikan di dunia dan akhirat, serta termasuk orang-orang yang sholeh” (An-Nahl 120-122).

Di dalam kitab suci Yahudi dan Kristen dikabarkan juga bahwa Allah membuat perjanjian kekal dengan Abraham dan anak keturunannya. Diserukan bahwa, “Aku (Allah) akan membuat engkau (Abraham) beranak cucu sangat banyak, menjadi berbangsa-bangsa, dan darimu akan berasal raja-raja. AKU akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan juga Allah keturunanmu” (Kejadian 17:7-8). Perjanjian kekal abadi dimaksud tidak dapat ditafsirkan lain kecuali bahwa Allah itu Tuhan Abraham, Tuhan anak keturunan Abraham, atau Tuhan yang sama Pencipta Alam Semesta.

BACA JUGA: Menelusuri Nilai Moral dan Keadilan dari Buku "To Kill a Mockingbird" Karya Harper Lee

Kembali lagi ke film His Only Son kisah ujian terhadap Abraham berdasarkan Kitab Kejadian 22:1-19. Kisah Abraham yang diperintahkan untuk mengorbankan putranya ini juga diabadikan dalam al-Quran Surah As-Saffat: 100-110. Drama epik sejarah ini dimulai dari kegelisahan Abraham yang sedang merenungi bahwa kepada dirinya telah dijanjikan anak keturunannya menjadi berbangsa-bangsa yang besar sebanyak tebaran bintang di langit. Namun disayangkan Abraham hingga usianya yang tidak muda lagi itu, dia belum juga dikaruniai seorang anak pun.

Di dalam al-Quran diceritakan doa Ibrahim ketika dalam kegelisahannya memohon dikaruniai “seorang anak yang saleh” dan Allah pun mendengar doa Ibrahim setelah sekian lama maka diberikanlah kabar gembira padanya dengan kelahiran “seorang anak yang sabar.” (QS. As-Saffat 100-101).

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّلِحِيْنَ @ فَبَشَّرْنَهُ بِغُلَمٍ حَلِيْمٍ @

Bunyinya: Rabbi hablii min as-shaalihiin @ Fa bassyir nahu bighulaamin haliim @ Artinya: “Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku seorang anak yang saleh.” @ “Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar.“

Perhatikanlah teks asli al-Quran yang tidak menyebutkan siapa anak yang dilahirkan setelah sekian lama Ibrahim tidak mempunyai keturunan. Pembaca al-Quran seakan diajak berpikir tentang doa Ibrahim yang memohon dikaruniai “seorang anak yang saleh”, tetapi kemudian diberi kabar akan kelahiran “seorang anak yang sabar.” Berkenaan dengan His Only Son, pertanyaannya siapakah satu-satunya anak Ibrahim yang akan dikurbankan? Anak Ibrahim yang dikenal sebagai seorang anak yang saleh atau seorang anak yang sabar.

Pilihan Abraham Laksanakan Perintah Tuhannya atau Pilih Anak Kesayangannya

Setelah melewati berbagai ujian keimanan, berikutnya Allah kembali memanggil dan menguji keimanan Abraham dengan cobaan yang tidak ringan bagi ukuran manusia. Firman-Nya: "Abraham," lalu sahutnya: "Ya, Tuhanku." Firman-Nya: "Ambillah anakmu terkasih yang tunggal itu, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai kurban bakaran." Keesokan paginya bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua bujang pelayannya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu untuk menyiapkan kurban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya (Kejadian 22:1-4).

Pada sesi ini Abraham mengalami pergolakan batin ketika mulai ia ceritakan perintah Allah itu kepada Sarah ibu Ishak. Di keluarga mereka yang sedang tumbuh harapan cinta kasih pada anak satu-satunya itu, seketika harus dipisahkan secara tragis atas perintah Allah sendiri yang telah menganugerahkan Ishak kepada Abraham di masa tuanya. Anak yang ditunggu – tunggu dan menjadi harapan anak keturunannya kelak menjadi bangsa besar di kemudian hari justru hendak dikurbankan.

Abraham pun mengadukan kegundahannya kepada Allah dan bertanya-tanya, jika ia yang telah lama menjalani hidup ini mungkin banyak bergelimang dosa, kenapa yang harus dihukum itu anaknya. Kalau pun itu hukuman kenapa tidak Allah hukum dirinya saja. Gejolak pikiran itu berkecamuk pada diri Abraham sepanjang perjalanan melintasi padang gurun menuju tempat dilaksanakannya kurban bakaran yang diperintahkan-Nya itu. Abraham memikirkan akan menyembelih anak tercintanya memenuhi perintah Illahi yang diterimanya.

Pada hari ketiga perjalanan sampailah Abraham, tempat yang ditujunya itu sudah terlihat dari jauh. Kata Abraham kepada kedua bujang yang setia menyertainya: "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu. " Lalu Abraham mengambil kayu bakar dan memikulkannya di bahu Ishak, sedang di tangannya dibawa api dan pisau.

Kemudian terjadilah dialog menggetarkan hati Abraham, bertanyalah Ishak kepada ayahnya: "Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk kurban bakaran itu?" Sahut Abraham: "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk kurban bakaran bagi-Nya, anakku." Keduanya berbincang berjalan bersama-sama hingga sampailah mereka. Abraham kemudian mendirikan mezbah, menyusun kayu bakar, dan diikatnya Ishak , anaknya itu, lalu diletakkannya pada mezbah di atas kayu api. Setelah itu Abraham mengulurkan tangannya, mengambil pisau, dan menggerakkan tangan menyembelih anaknya (Kejadian 22:5-11).

Berhenti sejenak dalam sesi ini bahwa diceritakan di Alkitab saat Abraham naik bukit bersama anaknya untuk melaksanakan perintah Tuhan itu. Ishak, anaknya merasa aneh dan menanyakan kepada ayahnya tentang di manakah hewan kurban yang hendak dibuat persembahan bagi Allah. Artinya Abraham pun di sini belum mengungkapkan tentang perintah Tuhan untuk mengorbankan anaknya itu, sebagaimana telah diceritakan kepada Sarah Ibunya. Sehingga Ishak pun tidak mengerti apa yang sedang terjadi dan oleh karena itu dia menanyakannya. Pelaksanaan kurban Abraham dilakukan tanpa kesadaran diri Isaac anaknya. Kiranya dalam sesi ini mari sejenak bandingkan dengan dialog yang diceritakan al-Quran sebagai berikut:

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha (berpikir) bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: 

 يَبُنَيَّ اِنِّيْ آرَى فِى الْمَنَامِ اَنِّىْ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْمَاذَاتَرَى

Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?

Ia menjawab:

يَآَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ سَتَجِدُنِيْ اِنْ شَاءَاللَّهُ مِنَ الصَّبِرِيْنَ

Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."

Di dalam cuplikan al-Quran tersebut dapat dibayangkan bagaimana perjuangan Ibrahim untuk mengungkapkan tentang rencananya melakukan eksekusi penyembelihan terhadap putra kesayangan satu-satunya itu atas perintah Tuhannya. Sapaan mesranya, “Wahai anakku...sesungguhnya aku mendapat perintah dalam mimpiku untuk menyembelihmu... bagaimana pendapatmu?“ Berikutnya memang tidak tertulis di teks al-Quran mengenai apa isi dilematik epik dialognya, namun dapat dibayangkan kegundahan dan keharuan Ibrahim ketika menanti jawaban dan keikhlasan putranya itu, “Wahai ayahku, laksanakanlah perintah Allah kepadamu itu, doakanlah aku termasuk orang-orang yang sabar dan sanggup menerima apa pun ketentuan Allah Tuhan Sang Pencipta." Dalam hal ini diperlihatkan betapa heroiknya Ibraham sang eksekutor dan sang anak yang dikurbankan dalam menerima perannya masing-masing menjalani takdir Allah yang telah ditetapkan kepada keduanya.

Ayat al-Quran berikutnya, “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami memanggilnya: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman” (Al - Shaffaat : 99 - 111).

Sementara setelah sesi dialog Abraham tersebut di atas, berikutnya di Alkitab tertulis bahwa ada seruan dari langit: "Abraham..., Jangan bunuh anak itu dan jangan kau apa – apa kan dia, sebab telah Kutahu sekarang bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku." Lalu Abraham menoleh dan melihat seekor domba jantan yang tanduknya tersangkut dalam semak belukar. Abraham pun mengambil domba itu, lalu mengorbankannya sebagai kurban bakaran pengganti anaknya.

Kembali suara dari langit kepada Abraham, kata-Nya: "Aku bersumpah demi diri-Ku sendiri karena engkau telah laksanakan demikian, maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya. Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku." Kemudian kembalilah Abraham kepada kedua bujangnya, dan mereka bersama-sama berangkat ke Bersyeba; dan Abraham tinggal di Bersyeba (Kejadian 22:12-19).

Terlepas dari Ishaq atau Ismael yang diperintahkan untuk dikurbankan, akhirnya yang disembelih oleh Ibrahim adalah sembelihan domba besar sebagai tebusan atas bukti nyata keimanan Ibrahim melaksanakan perintah Allah untuk mengorbankan anak kesayangannya. Dalam konteks berkurban ini yang menjadi tokoh sentralnya adalah Ibrahim, bukan siapa anak yang dikurbankan. Bagi penonton film His Only Son, maka berfokuslah pada His-(Abraham)-nya dan bukan pada siapa Only Son-nya. Dengan keyakinannya masing-masing film tersebut tetap bagus untuk ditonton siapa pun sebagai tuntunan bagi penganut agama-agama Abrahamic.

Dalam konteks film His Only Son, Kitab Suci al-Quran memang menyebutkan tokoh-tokoh Ibrahim, Ismael, Ishaq, dan Isa Almasih, namun di dalam kisah Ibrahim dan perintah penyembelihan putranya tidak menyebutkan secara eksplisit nama siapa yang diperintahkan untuk dikurbankan Ismael atau Ishak, berbeda dengan yang diceritakan dalam film versi Kekristenan itu dan disebutkan dalam kitab suci Yahudi (TaNakh) yang jelas menyebutkan nama Isaac (Ishaq).

Namun demikian dari kronologi yang diceritakan, penyebutan Isaac di dalam Alkitab itu pun menjadi kabur, yaitu ketika secara kronologis dikisahkan dalam film His Only Son juga. Ketika kecemburuan Sarah kepada Hagar yang ternyata melahirkan anak Abraham (Ismael) sebelum Isaac telah menyebabkan Abraham atas desakan Sarah mengeluarkan dan memindahkan Ismael dan Hagar dari Kana’an ke Padang Gurun Bersyeba (Vide: Kejadian 21:14). Jika di dalam film His Only Son yang disebut anak satu-satunya Abraham itu Isaac, kenapa setelah prosesi penyembelihan kuFrban bakaran di atas Abraham, Isaac, dan dua bujang pelayannya disebutkan pulang ke Bersyeba (Vide: Kejadian 22:19).

Jika jeli sebagai pembaca kitab yang disucikan oleh umatnya, hal ini menjadi sebuah misteri yang menarik untuk ditelusuri. Kemungkinan-kemungkinannya jika kepulangan Abraham ke Bersyeba dan keterkaitan dengan film His Only Son adalah sebagai berikut: (1). Pulangnya Abraham ke Bersyeba mengindikasikan anak yang hendak disembelih adalah Ismael sebagai Only Son. (2). Sebaliknya jika yang hendak disembelih itu Isaac, maka anak Abraham ini harus tidak disebut sebagai anak satu-satunya, telah ada Ismael anak Abraham dari Hagar yang hidup di Bersyeba, atau (3). Apakah mungkin Abraham bersama Isaac salah pulang ke rumah Ismael di Bersyeba, bukankah Isaac tinggal bersama ibunya Sarah dan istri Abraham yang berdiam di Kana’an atau Syam (Vide: Kejadian 12: 13).

Biarkanlah misteri tersebut menjadi kajian menarik yang dapat menyatukan antar umat yang berkeyakinan berbeda yang mestinya lahir dari sumber penciptaan yang sama, yaitu Allah Tuhan Pencipta Semesta Alam. Bagi umat Islam masalah Ismael atau Ishak yang hendak dikurbankan oleh Ibrahim harusnya tidak menjadi masalah atau bahkan polemik yang kontra produktif oleh karena memang teks al-Quran tidak menyebutkannya secara eksplisit.

Sebaliknya umat Yahudi dan/atau Kristen pun sebaiknya tidak lagi memupuk benih primordialisme atau eksklusivisme merasa bangsanya unggul karena dipanggil oleh Tuhannya dengan sapaan “Hai Bani Israel” dan diberi warisan tanah perjanjian. Kerendahan hati itu antara lain dapat dilakukan dengan menggeser sudut pandang bahwa memang benar yang hendak dikurbankan Abraham itu adalah Ismael seperti halnya sebagian besar keyakinan umat Islam.

Keteladanan Kurban Ibrahim bagi Perdamaian Dunia

Al-Quran maupun Alkitab sebagaimana telah diuraikan di atas menceritakan bahwa dari tokoh besar Ibrahim ini menurunkan bangsa-bangsa besar. Ibrahim bersama Sarah menurunkan Ishak dan Ishak menurunkan Yakub. Nabi Yakub ini yang disebut juga dengan sebutan “Israel” dan oleh karenanya anak cucu turunannya disebut sebagai “Bani Israel” yang terus menurunkan Nabi – Nabi termasuk Musa atau Moses hingga tokoh Isa Almasih (sebutan dalam Bahasa Arab), Isho (Aramaic), Jeshua (Ibrani), Iesous (Yunani) atau Jesus (Inggris).

Dalam sejarahnya Bani Israel ini berdiaspora hingga Eropa dan Amerika. Sementara Ibrahim beserta Hagar/Hajar melahirkan Ismael dan diyakini sebagai nenek moyang bangsa Arab hingga menurunkan Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya TaNaKh dan Alkitab juga menceritakan setelah Sarah meninggal Abraham menikah lagi dengan Ketura yang diilustrasikan dari Mesir atau Afrika yang melahirkan anak bernama Zimran, Yoksan, Medan, Midian, Isybak, dan Suah (Tawarikh 1:32-33).

Dengan demikian menurut Alkitab sendiri Isaac pun bukan satu-satunya anak Abraham (His Only Son). Anak Abraham seluruhnya ada 8 orang termasuk Ismael. Dalam konteks Idul Kurban yang diyakini mengikuti jejak persembahan kurban Ibrahim, terlepas Ismael atau Ishak yang menurut Islam keduanya adalah Nabi yang dimuliakan dan keduanya merupakan anak turunan yang dididik langsung oleh Ibrahim sendiri. Hikmah dan keteladanan penting yang perlu diambil adalah perjuangan heroiknya Ibrahim yang telah lulus ujian ketika dihadapkan pada pilihan dilematik; lebih mencintai anak darah dagingnya sendiri atau mencintai Allah Tuhan Penciptanya.

Saat itu Ibrahim tidak boleh salah pilih, antara berkurban abaikan perintah Allah untuk mendapatkan kecintaan pada anak permata hatinya (duniawi) atau berkurban menyembelih anaknya untuk meraih kecintaan illahi. Perjuangan dan pengorbanan Ibrahim memberi pelajaran berharga bagi umat manusia bahwa ketika berkurban maka hendaknya persembahkanlah yang terbaik bagi kepentingan illahi. Berkurban hakikatnya juga menyembelih benih-benih keegoan diri, menyembelih cinta keduniawian, primordialisme, eksklusivisme, dan kesombongan, hingga tersisa hanya ketundukan dan penghambaaan diri sepenuhnya kepada Allah Tuhan Sang Pencipta.

Jika kesadaran ini hidup di hati setiap umat manusia kiranya dapat terwujudlah perdamaian dunia. Saat ini tidak akan terjadi upaya genosida dan konflik berkepanjangan lagi di negeri tempat jasad Ibrahim dibaringkan dan yang masih dapat diziarahi hingga saat ini. Jika saja Ibrahim dapat dihadirkan kembali saat ini, tentu dirinya tidak menghendaki anak cucu keturunannya dari jalur Sarah, Isaac, dan Bani Israel memandang hina anak cucu turunannya yang lain dari jalur Hagar, Ismael, dan/atau dari jalur Ketura hingga mereka semua harus dilenyapkan dari muka bumi (genosida).

Pelajaran terpenting dari kisah Abraham dalam kitab suci yang dijanjikan menurunkan bangsa-bangsa besar di dunia tentu disertai dengan pengharapan umat manusia hidup dalam damai dan kesetaraan yang hanya menghamba pada Allah Tuhan Sang Pencipta atau tidak boleh lagi ada manusia yang menghambakan diri pada manusia lainnya (slavery). Mungkin perlu diingatkan, umat Islam sendiri selain berselawat kepada Nabi Muhammad SAW juga selalu dibarengi doa memberkahi Ibrahim beserta anak cucu keturunan serta para pengikut ajarannya, sekurang-kurangnya 5 kali dalam sehari semalam sampai akhir hayatnya. Selamat Memperingati Hari Raya Idul Kurban 1445 H / 2024 M, selamat meneladani jejak kurban Abraham.

*)Tulisan ini dibuat oleh: Adi Prihasmoro – Teocentric Lawyer. Penulis adalah seorang Advokat - Teocentric Lawyer pemerhati agama-agama sebagai sumber hukum yang penting. Lulusan Program Studi Doktor Pengkajian Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Konsentrasi Hukum dan Agama.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

adi prihasmoro