Siapa yang tidak pernah mendengar atau familiar dengan lagu Kupu-kupu Malam ciptaan Titiek Puspa? Sejak awal mendengar lagu ini, kata Kupu-kupu Malam mengarah pada wanita yang berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK).
Artinya sejak awal ketika mendengar lagu ini, penulis memaknai Kupu-kupu Malam sebagai lagu yang menceritakan kehidupan seorang wanita PSK. Penulis yakin sebagian besar pembaca pun punya pandangan yang sama.
Namun seiring berjalan waktu, sering mendengar lagu ini, pandangan terhadap lagu ini sedikit berubah. Hal ini dikarenakan ada beberapa bagian bait dari lagu Kupu-kupu Malam yang cukup mengganggu pikiran penulis.
Pada awal lagu, baitnya berisi seperti ini:
Ada yang butuh dirinya
Ada yang benci dirinya
Sedangkan di pertengahan lagu ini, baitnya berisi ini:
Ini hidup wanita si Kupu-kupu malam
Bekerja bertaruh seluruh jiwa raga
Mendengar lagu pada bait-bait ini, sontak membawa penulis pada satu pertanyaan, “Apakah Kupu-kupu malam yang dimaksud dalam lagu tersebut adalah Kita?”
Mengapa ada pertanyaan seperti?
Jawabannya karena di kehidupan nyata, faktanya bukan hanya kupu-kupu yang bekerja bertaruh seluruh jiwa raga. Kita semua bekerja bertaruh seluruh jiwa raga. Faktanya di kehidupan ini, ada orang sangat membutuhkan diri kita dan di saat bersamaan ada orang yang benci dengan kehadiran kita.
Jika ada yang butuh diri kita, ada yang membenci kita, kita bekerja bertaruh seluruh jiwa raga, sama seperti PSK, lantas apa yang membedakan kita yang bukan PSK dengan PSK?
Jawaban kita hari ini adalah bukan lagi pada pertanyaan, apa perbedaan kita dengan PSK melainkan apa yang menyebabkan kita pada posisi seperti sekarang dan apa yang menyebabkan orang-orang tertentu berada pada posisi PSK.
Lagu Kupu-kupu Malam hendak mengajak kita untuk menjawab pertanyaan di atas. Lagu Kupu-kupu Malam mengajak kita untuk melihat kembali sisi-sisi kemanusiaan yang hilang dari kita dan orang-orang yang terlibat dalam PSK.
Apa pun posisi kita dan PSK saat ini, sangat dipengaruhi oleh situasi sosial, politik, budaya, ekonomi dan pendidikan yang terjadi sebelumnya. Orang-orang yang menjadi PSK tentu punya motif masing-masing.
Seseorang menjadi PSK mungkin karena kesulitan ekonomi. Jika ditelisik lebih jauh, kesulitan Ekonomi mungkin saja disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti pendidikan dan politik yang tidak adil.
Mungkin ada yang hendak mengatakan bahwa seseorang menjadi PSK karena gaya hidup hedon dan bermental gampang mendapatkan uang. Benar. Motif tersebut tidak dapat dihindarkan.
Bagaimana pun kita harus objektif dalam melihat mengapa seseorang menjadi Kupu-kupu malam. Bagaimana jika kita berposisi sebagai PSK? Mungkin saja di posisi tersebut, kita mengharapkan orang lain lebih memahami kondisi kita.
Tidak semua orang yang menjadi PSK karena mental hedon. Banyak orang yang menjadi PSK karena korban ketidakadilan seperti perdagangan manusia, kekerasan seksual sejak kecil, kesulitan ekonomi dan politik yang tidak adil.
Mari kita melihat PSK dari kaca mata kemanusiaan. Pada dasarnya setiap manusia terlahir unik dan bermartabat. PSK, sama seperti kita adalah sekelompok orang yang membutuhkan pertolongan.
Manusia tidak akan saling mengerti jika tidak pernah merasakan penderitaan yang sama (Pain dalam Anime Naruto).
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Instruksi Dasco Gerindra, Lagu Indonesia Raya Bakal Diputar di Gedung DPR Tiap Pukul 10 Pagi
-
EXO 'Monster': Pemberontakan dari Psikis Babak Belur yang Diselamatkan Cinta
-
Kejutkan Penggemar, V BTS Bakal Rilis Lagu Natal Kolaborasi dengan Bing Crosby
-
'Left Right Confusion' Youngjae TWS: Cinta yang Terkenang di Setiap Langkah
-
Doyoung NCT Beri Semangat untuk Muda Mudi di Lagu Solo Terbaru Bertajuk The Story
Ulasan
-
Bentala Stella: Bisnis Licik dan Sayuran Gemas 'Pengungkap' Perasaan
-
Ulasan Buku 'Kitab Kawin', Cerpen Pemenang Singapore Book Awards Tahun 2020
-
Ulasan Buku Sukses Meningkatkan Kualitas Diri, Panduan Praktis Meraih Impian
-
Review Webtoon Pasutri Gaje, Drama Kehidupan Rumah Tangga yang Relate!
-
Ulasan Buku 'Cindelaras', Kisah Permaisuri Raja yang Dibuang ke dalam Hutan
Terkini
-
Tantangan Literasi di Era Pesatnya Teknologi Informasi
-
3 Bek Timnas Jepang yang Diprediksi Jadi Tembok Kokoh Saat Jumpa Indonesia
-
Tren Media Sosial dan Fenomena Enggan Menikah di Kalangan Anak Muda
-
Dua Ganda Putra Indonesia Gagal Lolos Babak 8 Besar Korea Masters 2024
-
Yuta NCT Off The Mask: Berani Tampil Apa Adanya Tanpa Peduli Omongan Orang