Apa yang terlintas di pikiranmu jika bertemu dengan sebuah kafe yang bisa menjelajahi masa lalu? Apakah kamu akan melakukannya walaupun tidak bisa mengubah apapun? Selain itu, kamu hanya diberi waktu sampai kopinya dingin. Apakah kamu tertarik untuk mencobanya?
Setelah terbit dengan buku pertamanya yang berjudul Funiculi Funicula: Before the Coffe Gets Cold, buku ini berlanjut ke buku keduanya yang berjudul Funiculi Funicula: Kisah-kisah yang Baru Terungkap. Buku ini ditulis oleh Toshikazu Kawaguchi dan terbit di tahun 2017, dan diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Penerbit Gramedia Pustaka utama pada tahun 2022.
Sama seperti buku sebelumnya, menceritakan tentang sebuah kafe yang bisa menjelajahi waktu. Kafe ini masih sering didatangi oleh orang-orang yang ingin menjelajahi waktu. Peraturan-peraturan yang merepotkan pun masih berlaku.
Pada buku kedua ini, ada seorang pria yang bernama Gotaro ingin kembali ke masa lalu untuk menemui sahabatnya. Putri dari sahabatnya yang bernama Haruka itu ia besarkan setelah sahabatnya telah meninggal. Lalu ada seorang putra yang bernama Kinuyo, putus asa dengan impiannya dan juga tidak menghadiri pemakaman ibunya. Ada seorang pria bernama Kurata yang sudah sekarat, ingin melompat ke dua tahun kemudian untuk memastikan kekasihnya bahagia. Dan ada seorang detektif bernama Kiyoshi, yang ingin memberikan istrinya hadiah ulang tahun untuk pertama dan terakhir kalinya.
Ulasan
Hal yang membuat buku kedua ini menjadi cukup menarik, karena diselingi dengan cerita dari tokoh utamanya sendiri yang bernama Kazu. Selain itu, juga ada cerita dari tokoh-tokoh lainnya, yang memiliki benang merah antara Kazu dan keluarganya. Tentang mengapa ia memiliki sifat yang dingin, dan apa kaitan antara dirinya dengan hantu wanita berbaju pengantin, yang selalu duduk di kursi tempat untuk menjelajah waktu.
Selain itu, peran Miki yang merupakan anak dari Nagare, sang pemilik kafe juga memiliki peran yang menarik, sehingga menimbulkan warna tersendiri untuk cerita ini. Suasana kafe yang terbilang cukup muram, justru menjadi lebih ceria karena peran Miki yang usianya masih anak-anak.
Buku novel terjemahan ini memiliki rating 4.00 di goodreads, dan menargetkan usia 15+ untuk pembacanya.
Saat membaca buku ini, perasaan hangat masih menyelimuti. Sama seperti buku pertamanya, dengan buku keduanya ini juga memiliki emosi yang cukup kuat, karena bisa membuat pembacanya menangis dengan kisah-kisah dari orang-orang yang menjelajah waktu.
Meskipun mendapatkan banyak sambutan dari para pembaca karena mendapat terjemahan dalam versi Bahasa Indonesia, novel ini juga memiliki kekurangannya. Ada beberapa bagian yang disampaikan secara berulang-ulang, seperti peraturan-peraturannya, dan juga premis ceritanya.
Bagaimana pendapatmu dengan buku kedua dari serial Funiculi Funicula?
Baca Juga
-
Sirah Cinta Tanah Baghdad, Ketika Balas Budi Harus Tahu Batas
-
Review Novel Deessert, Masalah Cinta yang Belum Selesai
-
Review Novel Jadi Siapa Pemenangnya? Pilih Orang Baru atau Cinta Pertama?
-
Review Novel Romankasa, si Aktor Narsis dan Asisten Tak Berpengalaman
-
Review Novel Kembali Bebas, Ketika Menikah Lama Bukan Berarti Bahagia
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel SMA Sekali Lagi, Dilema Cinta Segitiga di Masa SMA
-
Ajari Si Kecil Kemandirian Lewat Cerita Seru dalam Buku "Smart Melly"
-
Intrik, Ketegangan, dan Kebenaran di Negeri Para Bedebah Karya Tere Liye
-
Gaet Sutradara Saltburn, Novel Wuthering Heights Diangkat Jadi Film Terbaru
-
3 Novel Metropop yang Tersedia di iPusnas, Kisahnya Bikin Greget!
Ulasan
-
Review The Long Walk: Film Distopia yang Brutal, Suram, dan Emosional
-
Menyikapi Gambaran Orientasi Seksualitas di Ruang Religius dalam Film Wahyu
-
Review Film Janji Senja: Perjuangan Gadis Desa Jadi Prajurit TNI!
-
Review Film Dilanjutkan Salah, Disudahi Perih: Drama Romansa Penuh Dilema
-
Ulasan Novel Take Me for Granted: Menemukan Rasa Bahagia di Antara Luka
Terkini
-
Go Internasional, Dosen FKIK UNJA Gelar Pengabdian di PPWNI Malaysia
-
Resmi! Sekuel The Social Network Umumkan Judul, Jadwal Rilis, serta Pemain
-
Lonjakan Minat Olahraga di Indonesia, Futsal Tetap Jadi Favorit Anak Muda
-
Futsal Sebagai Sarana Membangun Solidaritas dalam Kehidupan Anak Perkotaan
-
Dari Sing-Along hingga Moshing: Euforia CRSL Land Festival Day 1