Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Fathorrozi 🖊️
Buku Pengarang Tidak Mati (Nuansa Cendekia)

Lewat buku Pengarang Tidak Mati, Maman S. Mahayana mengemukakan bahwa segala macam tulisan, baik esai, cerpen, novel, drama, catatan harian, laporan jurnalistik ataupun yang lain, punya garis hidup sendiri. Ada yang berusia pendek. Ada pula yang berusia panjang sekalipun telah beberapa kali mengalami revisi.

Dari buku berjudul Pengarang Tidak MatiMaman S. Mahayana ingin mengatakan jika pengarang atau penulis tidak pernah mati kendatipun ruh telah berpisah dari jasadnya. Tulisan-tulisan mereka senantiasa abadi, terpajang rapi di rak-rak buku perpustkaan dan toko buku. Entah sampai kapan, barangkali hingga sepanjang usia peradaban manusia.

Tulisan-tulisan yang baik akan berusia panjang, abadi, tak lekang ditelan zaman, tak pula punah dimakan usia. Meskipun pengarangnya sudah pulang ke hadirat-Nya, namun mahakaryanya masih terus dibaca dan dibaca oleh umat manusia di jagar raya ini.

Jika boleh menyebut, gagasan filsuf Socrates, Aristoteles dan Plato hingga saat ini masih terus dikaji di berbagai universitas di dunia ini. Begitu pun dengan tulisan-tulisan karya Amir Hamzah, Chairil Anwar, Hamsad Rangkuti, dan penulis-penulis Indonesia lainnya yang telah kembali ke sisi Tuhan, ruh mereka kembali dihidupkan oleh pembaca melalui karya-karyanya.

Terdapat tiga bab pembahasan dalam buku terbitan Nuansa Cendekia 2012 ini. Bab I Tradisi dan Intelektualitas. Di bab ini, Maman S. Mahayana mengulas terkait tradisi kepengarangan, pujangga dan pengarang, intelektualitasme pengarang, profesi dan peran sosial pengarang, terbentuknya citra pengarang Indonesia, sastrawan sebagai budayawan, dan sastrawan sebagai representasi etnitas.

Pada bab II Pengarang dan Dunia Teks, penulis menguraikan tentang pengarang, karya, pemaknaan pembaca, konsepsi sastra dan posisi pengarang, pesan ideologi pengarang, komunitas sebagai gerakan ideologi estetika, lokalitas dalam Sastra Indonesia, momentum sastra monumental, dan ideologi sastra Indonesia.

Dan pada bab III Gerakan Sastrawan Indonesia, Maman menjelaskan mengenai perintis sastra Indonesia, pujangga baru, mitos Angkatan 45, konflik ideologi, Angkatan 66, sastrawan pasca Angkatan 66, sastra Indonesia pascareformasi, dan sastra Indonesia menatap masa depan.

Dalam buku ini, Maman S. Mahayana mengungkapkan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh sastrawan adalah penguasaan ilmu pengetahuan. Sastrawan harus memiliki wawasan yang relatif luas. Mereka terus menerus dituntut untuk meluaskan wawasan, melebarkan pengetahuan, dan memperkaya pengalaman lahir-batin.

Dengan demikian, pendidikan, pergaulan, dan pengalaman bagi profesi sastrawan merupakan faktor penting dan menentukan keberhasilan seseorang yang menempatkan profesi sastrawan sebagai pekerjaan.

Sementara bakat alam tidak terlalu berlaku bagi profesi sastrawan masa kini, kecuali jika mereka meluaskan wawasan pengetahuan, baik lewat pendidikan formal, nonformal, ataupun lewat buku-buku yang dibaca.

Dari itu, lewat buku berjudul Pengarang Tidak Mati ini, Maman S. Mahayana menghadirkan sebuah literatur modern tentang sastra, pandangan hidup, dan tradisi penulisan Indonesia.

Selamat membaca!

Identitas Buku

Judul: Pengarang Tidak Mati

Penulis: Maman S. Mahayana

Penerbit: Nuansa Cendekia

Cetakan: I, Juli 2012

Tebal: 352 halaman

ISBN: 978-602-8394-67-3

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Fathorrozi 🖊️