Hellboy kita kenal melalui seri terkenal yang disutradarai oleh Guillermo del Toro pada pertengahan 2000-an. Setelah usaha reboot-nya gagal di tahun 2019, karakter ini dihidupkan kembali melalui Hellboy: The Crooked Man.
Crooked Man digarap oleh Brian Taylor yang kita kenal melalui seri aksi Crank dan Ghost Rider: Spirit of Vengeance, serta menulis naskah Jonah Hex.
Film ini menampilkan nama-nama bintang yang belum begitu dikenal, seperti Jack Kesy, Jefferson White, serta Adeline Rudolph. Tanpa banyak ekspektasi, kini reboot seperti apa lagi yang ditawarkan sang pembuatnya?
Kisahnya berlatar tahun 1959 dengan plot yang berkisah tentang Hellboy (Ketsy) dan rekannya, Jo (Rudolph), yang kembali dari sebuah misi melalui kereta api. Tak disangka, kargo berisi monster yang mereka tangkap tiba-tiba lepas hingga gerbong mereka terlempar.
Mereka terdampar dalam sebuah wilayah terpencil yang bernuansa mistik, penduduknya terkena penyakit aneh. Sihir yang masih dipercaya warga di sana meyakini bahwa sang dalang adalah sebuah entitas kuat bernama The Crooked Man.
Bersama pemuda lokal, Tom (White), Hellboy dan Jo berniat untuk melawan kekuatan gelap yang belum mereka pahami sepenuhnya.
Plotnya kini mengambil arah cerita yang sama sekali berbeda dengan seri sebelumnya. Dua protagonisnya dihadapkan pada satu masalah dan lingkungan yang sama sekali asing bagi mereka.
Kita tahu persis, (eksposisi) karakter Hellboy lewat film-film sebelumnya yang penuh aksi. Kini dalam kisahnya, kekuatan fisik sang pahlawan tidak ada artinya.
Nuansanya memang berbeda dari seri sebelumnya yang kini dipenuhi dengan elemen horor. Jump scare dan musik mengejutkan bersliweran seperti film horor pada umumnya.
Sayangnya, potensi premis dan karisma sang pahlawan tidak mampu memberikan satu kisah yang menggigit hingga klimaksnya. Padahal sang sineas cukup berpengalaman menggarap film-film superhero supernatural seperti Ghost Rider dan Jonah Hex.
Premis yang unik rupanya direspon oleh sang sineas dengan pendekatan estetik yang berbeda dari seri sebelumnya.
Dari sisi pembabakan cerita, kisahnya dibagi dalam babak seperti film-film Tarantino. Kemudian, tidak seperti gaya Del Toro dengan set ekspresionistiknya, kali ini nuansanya sepenuhnya horor dengan penggunaan rumah tua dan lorong gelap cahaya yang kontras antara gelap terang, plus jump scare dan segala gimmick horor-nya.
Satu pendekatan teknis yang tak biasa adalah dominasi penggunaan low angle dan shot-shot close-up. Entah apa motifnya dan dalam beberapa momen, teknik ini justru tidak nyaman secara visual.
Satu lagi adalah pergantian adegan yang sering kali menggunakan fade-out (layar gelap), ini jelas tidak biasa untuk film fiksi kebanyakan (lazimnya fade out digunakan dalam pergantian sekuen). Alhasil, film ini secara visual terasa sangat melelahkan.
Hellboy mungkin adalah sosok super unik yang memiliki penggemarnya sendiri. Entah bagaimana tanggapan pembaca komiknya karena saya sendiri bukan penggemarnya.
Kekuatan terbesar dua film pertamanya terletak pada sang sineas (Del Toro) bukan pada kisahnya.
Rasanya tidak mungkin, film ini mencapai sukses komersial, dan tak lama lagi pasti akan bisa kita temui di platform streaming.
Skip saja untuk menonton di bioskop, baik penggemar atau bukan. Film ini tidak berbeda dari film horor yang hanya menampilkan sosok Hellboy dalam plotnya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Film Ditto, Kisah Cinta Remaja di Tahun Berbeda
-
Ulasan Film We Have a Ghost, Kisah Hantu Misterius Penunggu Rumah
-
Ulasan Film Jin Qorin: Kisah Horor Jin Pendamping Manusia
-
Ulasan Film Diponegoro 1830, Akhir Kisah Penangkapan Pangeran Diponegoro
-
Ulasan Film Dungeons & Dragons Honor Among Thieves, Aksi Mencuri Relik
Artikel Terkait
-
You Are The Apple of My Eye adalah Film dengan Ending Paling Membingungkan!
-
Aku Jati, Aku Asperger: Kisah Menyentuh Jefri Nichol Temukan Jati Diri di Tengah Keterbatasan
-
Ada Versi Drama dan Film untuk Adaptasi Love in the Big City, Apa Bedanya?
-
Ulasan The Preparation, Kisah Sendu tentang Ibu Bisa Bikin Nangis Tersedu
-
Ulasan Film Longlegs: Horor Psikologi Mencekam dengan Sentuhan Supranatural
Ulasan
-
Ulasan Novel CADL: Lipogram tanpa Huruf E dengan Keunikannya
-
Ulasan Nocturnal, Film Korea Super Mencekam yang Bikin Penasaran
-
Review Series Beauty Newby, Adaptasi Minimalis tentang Penerimaan Jati Diri
-
Ulasan Novel Enigma Pasha, Mengungkap Teka-teki sang Pemain Bisbol
-
Review Film The Paradise of Thorns: Kisahkan Surga Berduri dan Luka Keluarga
Terkini
-
Indonesia vs Cina: Saatnya Berharap Tuah Stadion GBK Bagi Skuad Garuda
-
Timnas China Didampingi Wakil Pemerintahan, Skuad Garuda Jangan Ciut Nyali!
-
5 Rekomendasi Drama China yang Dibintangi Xing Ze, Ada Love You Seven Times
-
Jadi Dokter Forensik, 4 Fakta Peran Park Ju Hyun di Drama Korea Hunter with a Scalpel
-
6 OOTD Colorful ala Abel Cantika, Inspirasi Tampil Stylish Anti-Boring