Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Tania Aqilla
Novel Tragedi Pedang Keadilan (Dok. Pribadi/Tania Aqilla)

BukuTragedi Pedang Keadilan’ menjadi salah satu novel karya Keigo Higashino yang berhasil membuat para pembacanya merasakan campur aduk dan penuh emosi dari kisah cerita yang disajikan.

Bagaimana tidak, seorang anak perempuan bernama Ema yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang harus berakhir mati mengenaskan akibat ulah keji para remaja di bawah umur.

Oh ya, dalam novel ‘Tragedi Pedang Keadilan’ ini cukup banyak adegan yang membuat triggering, seperti pemerkosaan, pembunuhan serta adegan kekerasan, sehingga perlu dipastikan kamu tak masalah dan siap untuk membacanya.

Kisah ini bermula saat seorang putri satu-satunya dari Nagamine Shigeki, Ema pergi menonton festival musim panas di malam hari.

Namun, saat hari semakin larut, Nagamine yang hanya seorang diri di rumah karena istrinya sudah lama meninggal, dibuat khawatir karena sang anak belum juga pulang.

Sangat khawatir karena Ema tak ada kabar dan masih belum sampai rumah sejak selesainya acara festival beberapa jam yang lalu, Nagamine pun menelepon sang anak, namun hasilnya nihil, yakni tak ada jawaban.

Nahasnya, sejak hari itu, Ema tidak pernah pulang sampai jasadnya ditemukan di sungai. Nagamine yang sangat terpuruk oleh kematian sang anak hanya bisa pasrah menunggu proses penyelidikan kepolisian.

Sampai saat ia sedang menjalani hari-hari kelamnya, Nagamine tiba-tiba mendapat telepon dari seseorang yang memberikan sejumlah informasi terkait pelaku.

Dengan penuh emosi, Nagamine pun memutuskan menyusup apartemen sang pelaku. Betapa semakin terpuruk dirinya saat menemukan kaset video berisi rekaman peristiwa pemerkosaan dan pembunuhan putrinya di sana.

Semakin diselimuti amarah, ia pun akhirnya memutuskan untuk mengadili para pelaku dengan cara dan tangannya sendiri.

Buku berjumlah 464 halaman ini turut menyajikan sudut pandang dari seorang ayah yang putrinya menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan, sudut pandang dari polisi serta masyarakat Jepang.

Novel ini sukses membuat saya emosi dan kesal sendiri, sebab ending-nya yang tidak sesuai harapan karena terlalu lemahnya hukum untuk anak yang masih di bawah umur. Padahal, kesalahannya termasuk kategori berat yang tak bisa ditolerir dan dimaafkan begitu saja.

Selain itu, kisah ceritanya pun mengajak kita untuk berdiskusi soal hukum pidana anak yang berlaku pada saat ini. Rasanya sangat tidak adil kepada pelaku yang hanya mendapat hukuman ringan.

Belum lagi harus melihat pelaku yang nantinya kembali bebas dan menjalani hidup tanpa beban, tanpa memikirkan perasaan keluarga korban-korban di luar sana.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tania Aqilla