Novel 'Kokokan Mencari Arumbawangi' membawa pembaca ke sebuah dunia yang menyentuh dan penuh keajaiban. Kisah novel ini bermula dari seorang anak yang dikirim dari langit oleh burung kokokan, lalu ditemukan di kebun bawang merah milik Nanamama. Anak itu diberi nama Arumbawangi.
Kehidupannya bersama Nanamama dan Kakaputu berjalan penuh kegembiraan hingga tantangan datang, seorang pengusaha berencana mendirikan hotel di tengah sawah.
Saat warga desa tergoda untuk menjual lahan mereka, Nanamama dengan berani mempertahankan tanahnya, memulai perlawanan kecil melawan keserakahan manusia.
'Kokokan Mencari Arumbawangi' adalah sebuah mahakarya dengan gaya penulisan yang memukau. Meski dikategorikan sebagai novel anak, buku ini menawarkan kompleksitas emosi dan moral yang tidak biasa.
Novel ini juga menghadirkan suasana pedesaan yang hidup dan terasa otentik. Cyntha Hariadi dengan lihai menggambarkan detil-detil seperti sawah, kebun bawang merah, dan komunitas desa dengan cara yang puitis, namun tetap mudah dicerna.
Cyntha Hariadi mengajarkan konsep kehidupan yang tidak selalu indah melalui karakter-karakter manusiawi, di mana kebaikan dan keburukan bercampur dalam satu raga, menciptakan tokoh-tokoh yang terasa nyata.
Dialog dalam novel ini ditulis dengan lugas dan pilihan diksi yang efektif, memberikan kesan bahwa cerita ini tidak meremehkan kecerdasan anak-anak.
Harmoni antara manusia dan makhluk hidup lain menjadi tema yang menonjol, menyampaikan pesan kuat tentang pentingnya menjaga hubungan dengan alam.
Novel ini juga berhasil membongkar gagasan bahwa cerita anak harus selalu utopis. 'Kokokan Mencari Arumbawangi' justru memperlihatkan bahwa kehidupan adalah campuran dari baik dan buruk, penuh dengan perjuangan dan kompromi.
Konflik mempertahankan tanah menjadi simbol perlawanan terhadap ketamakan yang sering kali mengabaikan nilai-nilai kehidupan dan lingkungan.
Dengan gaya penulisan yang indah, cerita yang menggugah, dan pesan moral yang relevan, 'Kokokan Mencari Arumbawangi' adalah bacaan yang tidak hanya cocok untuk anak-anak, tetapi juga untuk orang dewasa yang ingin melihat dunia dengan perspektif baru.
Novel ini mengingatkan bahwa cerita anak bisa menjadi medium untuk menyampaikan pelajaran hidup yang mendalam tanpa kehilangan sisi magisnya.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Serunai Maut II, Perang Terakhir di Pulau Jengka dan Simbol Kejahatan
-
Serunai Maut: Ketika Mitos, Iman, dan Logika Bertarung di Pulau Jengka
-
Refleksi Diri lewat Berpayung Tuhan, Saat Kematian Mengajarkan Arti Hidup
-
Ketika Omelan Mama Jadi Bentuk Kasih Sayang di Buku Mama 050
-
Novel Semesta Terakhir untuk Kita: Ketika Ego dan Persahabatan Bertarung
Artikel Terkait
-
Tips Dee Lestari Atasi Writers Block, Tak Harus Liburan ke Bali!
-
Persija Jadi Alasan Jakmania Pilih Pram-Rano di Pilkada DKI? Ini Kata Pentolannya
-
Intervensi Dini: Kunci Pengembangan Anak Neurodivergent Menurut Para Ahli
-
Bisa Melawan Koalisi Jahat, Pentolan Garis Keras Jakmania Senang Pramono Menang: Jangan Remehkan Anak Jakarta
-
Berapa Anak Asri Welas? Kini Gugat Cerai Suaminya Galiech Ridha Rahardja
Ulasan
-
Serunai Maut II, Perang Terakhir di Pulau Jengka dan Simbol Kejahatan
-
Ulasan Buku Journal of Gratitude: Syukuri Hal Sederhana untuk Hidup Bahagia
-
Serunai Maut: Ketika Mitos, Iman, dan Logika Bertarung di Pulau Jengka
-
Review Film Rest Area: Ketika Singgah Jadi Awal Petaka Maut!
-
Review Film Human Resource: Saat Punya Anak Bukan Lagi Hak Personal
Terkini
-
4 OOTD Syifa Hadju Look Hangout Anti Ribet, Dijamin Stylish!
-
Gebrak Menit Awal, SMAN 21 Makassar Tumbangkan SMAN 4 Bantaeng di ANC 2025
-
Nindyan P. Hangganararas, Kiblat Fashion Hijab Anak Muda Masa Kini!
-
Indonesia vs Arab Saudi: Justin Hubner Urung Kembali Adu Otot dengan "Preman" The Green Falcon
-
Rekor Buruk Laga Tandang Warnai Perjalanan Indonesia di Ronde Keempat Kualifikasi