Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Ardina Praf
Buku Yearning for Home While I'm at Home (goodreads.com)

Menjalani aktivitas seharian penuh, bertemu dengan banyak orang, menjadi kegiatan yang sangatlah melelahkan.

Untuk charge energi kembali, kita biasanya istirahat di tempat yang tenang. Rumah salah satunya. Namun, ternyata itu justru membuat kita merasa kesepian.

Itulah perasaan yang coba ditangkap Ra-bin Kwon dalam buku Yearning for Home While I'm at Home.

Buku ini bukan sekadar kumpulan tulisan biasa, tapi semacam pelukan lembut untuk jiwa-jiwa lelah yang butuh diingatkan bahwa perasaan seperti itu wajar adanya.

Ulasan Buku Yearning for Home While I'm at Home

Ra-bin Kwon menggunakan pola kalimat yang sederhana dalam setiap halaman novel ini. Tapi, justru di situlah letak kekuatannya.

Tidak ada kalimat-kalimat bombastis, tidak pula teori hidup yang terlalu berat. Semua ditulis dari sudut pandang manusia biasa. Manusia yang merasakan kesepian meski di tengah keramaian.

Seperti seekor ikan yang hidup di air, tapi tak suka saat tubuhnya basah terkena hujan.

Analogi sederhana ini kira-kira bisa menggambarkan salah satu bagian di buku ini. Begitulah manusia, kerap berada di tempat yang seharusnya memberi ketenangan, namun justru dihampiri rasa gelisah yang tak bisa dijelaskan

Banyak manusia yang rasanya mengalami masalah ini. Rasa kesepian tidak hilang meski sudah dikelilingi orang terdekat.

Buku ini dibagi menjadi beberapa bab. Dua bab awal membahas tentang kesepian. Di bagian ini, Ra-bin Kwon membahas mengenai perasaan sepi yang datang tanpa alasan.

Tentang momen-momen di mana hari terasa panjang, suara sendiri terdengar asing, dan dunia tampak berjalan tanpa menyapa.

Penulis menyampaikan bahwa kesepian bukan selalu tentang tak punya teman atau pasangan, tapi bisa hadir saat seseorang kehilangan hubungan dengan dirinya sendiri.

Lalu, dua bab selanjutnya mulai masuk ke topik yang lebih personal: patah hati dan cinta romantis. Ra-bin Kwon mengajak pembaca mengenang luka-luka kecil yang pernah ditinggalkan oleh hubungan yang tak berjalan sebagaimana harapan.

Tentang beratnya melepas sesuatu yang berusaha kita genggam, tentang memendam kerinduan pada orang terkasih, meski semuanya terasa tidak masuk akal.

Meski begitu, tulisan-tulisan ini tidak membuat kita semakin berlarut akan kesedihan. Justru sebaliknya. Kita diajarkan cara menerima bahwa luka ada untuk dikenang, bukan disesali.

Yang buat buku ini lebih menarik adalah ketika kalimat-kalimat di setiap halaman terasa sangat dekat dengan kehidupan kita dan juga banyak orang.

Membaca buku ini membuat kita merasa bahwa ternyata, di dunia ini ada banyak orang yang merasakan hal serupa. Bahwa perasaan "merindukan rumah" tak selalu berarti merindukan bangunan fisik, tapi bisa juga tentang rasa aman dan tenang di dalam diri, yang mungkin telah lama hilang.

Secara keseluruhan, Yearning for Home While I'm at Home adalah buku yang cocok dinikmati pelan-pelan, saat malam-malam sepi, atau ketika hati sedang sulit dijelaskan.

Meski bukan bacaan yang berat, namun emosinya bisa benar-benar tersampaikan. Buku ini seolah menepuk bahu kita sambil berkata "tidak apa-apa jika merasa lelah, tidak apa-apa jika merasa kehilangan arah. Kamu tidak sendirian kok".

Bagi siapa pun yang saat ini sedang mencari bacaan yang bisa menemani di tengah keheningan dan kesendirian, buku ini layak masuk daftar.

Dengan gaya kalimat yang singkat dan nuansa kata yang menenangkan, buku ini pas sekali jadi teman di saat hati terasa sepi.

Sebuah bacaan motivasi asal Korea yang layak masuk jadi daftar bacaan pribadi kamu.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Ardina Praf