Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | idra Fania
Cover Novel Laut Bercerita. (goodreads.com)

Laut Bercerita karya Leila S. Chudori merupakan novel yang lebih dari sekadar menceritakan peristiwa sejarah; itu menggali lapisan emosional dan trauma sejarah yang seringkali tidak terucapkan.

Lewat gaya penulisan yang elegan namun kuat, Chudori mengajak pembaca untuk memahami lebih dalam dampak psikologis dari peristiwa penting di masa lalu Indonesia, khususnya tragedi tahun 1965.

Hal yang membuat Laut Bercerita begitu mendalam adalah penggambaran Chudori tentang bagaimana trauma tak kasat mata bisa menimpa generasi muda, membentuk pola pikir dan identitas mereka.

Menggali Trauma Sejarah

Novel ini bercerita tentang seorang remaja putri bernama Lintang yang memulai pencarian untuk menemukan ayahnya yang hilang sejak peristiwa tahun 1965.

Meski Lintang tidak mengalami langsung peristiwa tersebut, namun ia hidup di bawah bayang-bayang trauma yang diwarisinya peristiwa di sekelilingnya.

Trauma ini tidak hanya bermanifestasi secara fisik, namun juga melalui dampak psikologis yang mendalam dan menyakitkan. Ayahnya, korban babak kelam dalam sejarah, meninggalkan banyak pertanyaan yang belum terjawab, dan Lintang bertekad mengungkap kebenaran tersembunyi di balik bayang-bayang masa lalu.

Chudori dengan terampil mengilustrasikan dalam Through the Talking Sea bagaimana trauma generasi sebelumnya dapat meninggalkan dampak jangka panjang pada generasi berikutnya.

Meski tidak ada adegan kekerasan yang eksplisit, namun ketegangan emosional yang terjalin dalam cerita para karakter sangat terasa. Pembaca bisa merasakan betul perjuangan Lintang dan kawan-kawan dalam mengungkapkan perasaan dan kebenarannya.

Narasi tersebut menyoroti bagaimana trauma yang tidak terucapkan seringkali terinternalisasi, sehingga membentuk perspektif seseorang terhadap dunia.

Laut Sebagai Simbol Trauma

Salah satu simbol kuat dalam novel ini adalah laut. Laut tidak hanya mewakili dunia yang penuh misteri dan kedalaman, tetapi juga berfungsi sebagai metafora kenangan dan trauma yang tersembunyi.

Dalam cerita ini, laut dapat diumpamakan sebagai ruang gelap tempat kenangan yang tidak diinginkan tenggelam, namun tetap bertahan dan menghantui.

Menjadi ajang refleksi, pencarian jawaban yang masih sulit dipahami, dan penerimaan kenyataan bahwa ada beberapa hal yang belum bisa dipahami sepenuhnya.

Laut juga mengingatkan kita pada perjalanan Latitude mencari kebenaran. Ibarat ombak yang pasang surut, perjalanan Lintang mengungkap masa lalu ayahnya yang penuh suka dan duka. Ada saat-saat penuh harapan, namun juga banyak kekecewaan. Laut yang terus bergulung melambangkan emosi Lintang dan generasi muda dalam menghadapi tantangan.

Trauma yang Tidak Terungkap dalam Keluarga

Salah satu kelebihan novel ini adalah bagaimana Chudori menggambarkan dinamika terdistorsi dalam sebuah keluarga yang dibentuk oleh trauma tak terucapkan. Lintang, meski bukan korban langsung peristiwa 1965, merasakan kehilangan yang mendalam akibat hilangnya ayahnya secara misterius. Hubungan keluarganya ditandai dengan sikap diam dan penyangkalan, yang pada gilirannya memengaruhi cara dia berinteraksi dengan orang lain.

Dalam banyak keluarga yang pernah mengalami trauma sejarah, seringkali terdapat kecenderungan untuk menyembunyikan luka lama karena takut atau malu.

Dalam konteks ini, Chudori secara efektif menggambarkan bagaimana trauma berdampak tidak hanya pada individu tetapi juga struktur sosial yang lebih besar, seperti keluarga.

Ketika anggota keluarga tidak mampu atau tidak mau membahas kepedihan di masa lalu, generasi berikutnya tumbuh dalam kehampaan kebingungan.

Itulah perjuangan yang dihadapi Lintang yang harus mengarungi pencarian jati dirinya sambil menghadapi bayang-bayang masa lalu yang tidak jelas.

Perspektif yang Berbeda dan Pengaruhnya Terhadap Generasi Muda

Menurut cerita yang disajikan, hal ini memberikan perspektif segar tentang bagaimana generasi muda memandang sejarah dan trauma warisan.

Melalui tokoh Lintang, pembaca dapat memahami bagaimana sejarah yang tak terungkap dapat menciptakan kesenjangan pemahaman baik tentang jati diri bangsa maupun pribadi.

Bagi Lintang, pencarian ayahnya adalah sebuah perjalanan untuk menemukan akar dan jati dirinya, menyoroti bahwa generasi muda memiliki cara pandang yang berbeda terhadap masa lalu.

Chudori berhasil menyoroti persoalan penting bagaimana generasi muda yang belum pernah mengalami langsung peristiwa-peristiwa penting berusaha memahami dan merasakan emosi serta dampak dari peristiwa-peristiwa besar seperti yang terjadi pada tahun 1965.

Melalui perjalanan Lintang, pembaca diingatkan bahwa meskipun kita tidak selamanya, kitalah yang mengendalikan waktu. kemudian, kita mempunyai kekuatan untuk membentuk perspektif kita tentang masa lalu dan belajar dari sejarah.

Penutupan: Mengungkap Trauma yang Tak Terungkap

Laut Bercerita merupakan sebuah karya yang mengajak pembaca untuk mengeksplorasi trauma yang terpendam, baik dalam diri individu maupun dalam sejarah suatu bangsa.

Chudori dengan terampil menggunakan karakter yang kompleks secara emosional untuk menggambarkan bagaimana luka sejarah dapat bertahan dan berdampak pada mereka yang tidak mengalami peristiwa tersebut secara langsung.

Melalui simbolisme laut, pencarian Garis Lintang, dan pengungkapan kebenaran, novel ini mengajarkan kita bahwa memahami trauma adalah langkah awal menuju penyembuhan, baik secara pribadi maupun kolektif.

Laut Bercerita adalah novel yang penuh emosi mendalam, tidak hanya mengeksplorasi sejarah tetapi juga bagaimana kita menghadapi masa lalu yang tersembunyi.

Buku ini memberikan refleksi mendalam tentang bagaimana trauma, yang tersembunyi di balik permukaan, dapat membentuk dan memengaruhi kehidupan kita.

*)Artikel ini merupakan hasil dari liputan pribadi pada 2 Desember 2024 pukul 10.30 di Komplek Yosorejo, Metro Timur, Kota Metro, Lampung

BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE

idra Fania