Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Ade Feri
Novel Mata Malam (goodreads.com)

Han Kang, penulis Korea Selatan yang berhasil meraih Penghargaan Nobel Sastra 2024 ini memang terkenal dengan karya sastranya yang bernuansa kemanusiaan.

Salah satu novel Han Kang yang berhasil menyentuh hati para pembaca adalah Mata Malam. Novel ini terdiri dari beberapa bab yang masing-masing mengisahkan hal berbeda sesuai sudut pandang tokoh, tetapi saling berkesinambungan. 

Mata Malam merupakan novel sejarah berlatar belakang peristiwa Gwangju yang terjadi pada tahun 1980. Awalnya pembaca akan diperlihatkan kisah pemuda bernama Dong Ho yang tengah mencari teman karibnya bernama Jong Dae karena menghilang saat terjadi kerusuhan di tengah kota.

Pencarian Dong Ho mengantarkannya sampai ke kantor pemerintahan daerah yang digunakan untuk menyimpan jenazah korban penembakan militer.

Setelahnya Dong Ho memutuskan untuk ikut bergabung menjadi relawan sebagai pengurus jenazah di kantor tersebut. Di sana ia bekerja bersama dua perempuan bernama Eun Sook dan Seon Joo, selain itu ada mahasiswa bernama Jin Soo yang memimpin relawan di sana. 

Kisah Dong Ho hanya sebagai gerbang pengantar menuju kisah-kisah mengharukan lainnya. Setelahnya pembaca akan diperlihatkan kebenaran kisah Jong Dae setelah menjadi korban penembakan dan jasadnya dibuang di sebuah bukit.

Penulis sangat pintar mengolah cerita di bab ini menjadi sudut pandang arwah yang merasa tampak bingung dengan kematiannya sendiri, merasa kesepian, ketakutan, dan kekhawatiran.

Untuk menciptakan gambaran tentang situasi sosial politik yang mencekam, penulis lantas membubuhkan alur cerita mundur di beberapa bab buku.

Salah satunya adalah saat cerita bergulir ke kisah seorang editor yang harus menerima tujuh tamparan karena naskah drama yang digarapnya harus mengikuti aturan pemerintah. Inilah penggambaran dari upaya pemerintah membungkam pers dan media kala itu. 

Selain itu, ada kisah dari seorang aktivis yang telah melalui banyak peristiwa menyakitkan saat memperjuangkan keadilan.

Saat membaca bab ini, pembaca akan merasakan kengerian sekaligus rasa prihatin karena Han Kang betul-betul mendeskripsikan penyiksaan oleh aparat militer Korea Selatan dengan cukup detail.

Tak sampai di situ saja, penulis juga membubuhkan kisah menyarat hati melalui kisah buruh yang ikut gerakan demonstrasi. Sayangnya, ia harus melawati berbagai peristiwa menyakitkan sehingga di masa depan hanya trauma yang tersisa. 

Sedari awal, pembaca tampaknya selalu diarahkan untuk memahami perasaan dan penderitaan dari sudut pandang korban. Namun, siapa sangka di bab menuju akhir, penulis secara khusus merangkai kisah dari sudut pandang keluarga korban.

Di sinilah pembaca akan bertemu dengan ibu Dong Ho yang berusaha terus hidup setelah kematian putranya saat menjadi relawan dulu.

Novel ini makin sempurna karena pungkasan dari seluruh cerita adalah kilas balik penulis saat masih kecil dan mendengar tentang kisah memilukan yang terjadi di Gwangju. Seperti mendapat ilham, inilah salah satu alasan akhirnya penulis merangkai keseluruhan cerita dalam novel Mata Malam.

Sisi menarik novel ini tidak hanya terletak pada pengkisahan tokoh-tokohnya saja. Namun, penulis cenderung menggunakan sudut pandang kedua sehingga kata ganti yang digunakan adalah "kamu".

Penggunaan sudut pandang ini menjadi daya tarik tersendiri karena pembaca seolah-olah diajak langsung untuk merasakan pengalaman para tokoh dan terlibat dalam peristiwa tersebut.

Identitas Buku

Judul: Mata Malam

Judul asli: Human Act

Penulis: Han Kang

Penerjemah: Dwita Rizki Nientyas

Penerbit: Penerbit Baca (Bentara Aksara Cahaya)

Cetakan pertama: Oktober 2017

Tebal halaman: 257 lembar

BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE

Ade Feri