Dalam sinema horor, menciptakan atmosfer yang sesuai dengan era tertentu bukan sekadar soal mendesain set atau memilih kostum. Itu adalah soal menangkap jiwa zaman tersebut—baik melalui visual, dialog, maupun suasana yang terasa otentik.
Film Late Night with the Devil (2024), garapan Cameron Cairnes dan Colin Cairnes, tampak mencoba membangun kembali nuansa tahun 1977, era di mana acara bincang-bincang larut malam jadi bagian menarik dari budaya pop Amerika.
Namun, keputusan untuk menyisipkan seni latar (ilustrasi) berbasis AI, agaknya bikin filmnya jadi kurang niat ya? Terlepas nggak sepenuhnya hasil AI, masih dipoles dengan kreativitas manusia, tetap saja, kalau bisa dilakukan semuanya oleh manusia kenapa harus menggunakan AI? Nanggung banget!
Sinopsis Film Late Night with the Devil
Film ini dibintangi David Dastmalchian sebagai Jack Delroy, pembawa acara talk show yang berusaha bangkit dari bayang-bayang Johnny Carson di puncak popularitasnya.
Didukung Laura Gordon, Ian Bliss, dan Fayssal Bazzi, film ini berusaha menggambarkan malam Halloween yang berakhir dengan ‘sesuatu’ yang nggak terduga saat para tamu diundang ke acara Jack dalam sesi ‘supranatural’.
Review Film Late Night with the Devil
Sebagai film yang menggunakan pendekatan found footage, atmosfer visual jadi salah satu senjata utamanya. Namun, alih-alih sepenuhnya tenggelam dalam estetika tahun 70-an, beberapa detail visual justru terasa "agak modern".
Padahal, era 70-an punya ciri khas visual yang sangat kuat—lampu redup yang sering terlihat di studio TV, set talk show yang minimalis, hingga suasana umum yang membawa kesan kehangatan sekaligus sedikit gelap.
Jika film ini sepenuhnya memanfaatkan keahlian seniman grafis atau desainer produksi untuk menciptakan detail-detail otentik (bukan dengan (katanya sedikit) bantuan AI, hasilnya mungkin akan lebih oke.
Ya, pilihan menggunakan AI di beberapa bagian, seolah-olah merampas kesempatan untuk membangun dunia yang benar-benar imersif.
Meskipun begitu, agaknya diriku dibuat kagum sama sinematografer Matthew Temple dan desainer produksi Otello Stolfo, yang berhasil membangkitkan suasana tahun 70-an dalam beberapa aspek, seperti pencahayaan dan tipografi.
Jujur saja ceritanya kuat lho, bahkan karakter yang tampil pun unik, termasuk ide di baliknya, bagiku ‘Late Night with the Devil’ punya semua potensi jadi horor klasik yang membawa penonton benar-benar larut dalam suasana tahun 70-an. Keren deh!
Penasaran dengan cerita utuh filmnya? Kamu bisa nonton secara legal di Netflix.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Review Film Believe: Kobaran Cinta Tanah Air
-
Review Film Apocalypse in the Tropics: Gelapnya Demokrasi yang Terancam
-
Review Film Dont Lets Go to the Dogs Tonight: Hidup di Tengah Peperangan
-
Review Film Three Kilometres to the End of the World: Potret Aib Terpilu
-
Review Film Saint Clare: Niat Jadi Horor Ilahi, Hasilnya Malah Sesat
Artikel Terkait
-
Gencar Berakting, Charli XCX Bakal Produksi dan Bintangi Film The Moment
-
Robert Pattinson Tak Habis Pikir Film Twilight Masih Dibanjiri Kritik
-
Sosok Chicco Kurniawan, Dari Penjaga Warnet hingga Aktor Peraih Piala Citra
-
Dijuluki The Next Ratu Film Horor, Ini Rekomendasi Film Ratu Sofya
-
Demi Cari Nafkah, Ria Ricis Rela Merambah ke Dunia Akting
Ulasan
-
Menilik Dakwah dalam Balutan Fiksi Religi di Novel Harapan di Atas Sajadah
-
Ulasan Novel Akad: Romansa Pesantren yang Manis, Kocak, dan Sarat Makna
-
Pernah Bayangin Hidup Jadi Hewan? 3 Novel China Ini Bahas Reinkarnasi Unik
-
Review Film Believe: Kobaran Cinta Tanah Air
-
Novel The Hen Who Dreamed She Could Fly: Arti Tujuan Hidup dari Seekor Ayam
Terkini
-
Comeback Agustus! Naevis Siap Rilis Single Lagu Kedua Bertajuk Sensitive
-
Film Masters of the Universe Pamerkan Logo Bergaya Klasik, Rilis Juni 2026
-
Galau Brutal, Joshua SEVENTEEN Tak Ingin Ditinggal Doi di 'Love Is Gone'
-
Biar Makin Jago Main, Yuk Kenali Dulu DNA Asli Futsal!
-
Stray Kids Umumkan Comeback Sekaligus Bagikan Trailer Album Baru 'KARMA'