Kalau kita bicara soal adaptasi, apalagi yang diangkat dari drakor populer, biasanya langsung ada dua kubu—yang antusias dan yang skeptis.
Nah, film A Business Proposal versi Indonesia, garapan Rako Prijanto, datang dengan ekspektasi besar sekaligus tantangan berat. Di satu sisi, fans drakor membawa ekspektasi tinggi, sementara di sisi lain, film ini ingin menyajikan sesuatu yang lebih segar dengan nuansa lokal. Jadi bagaimana impresi akhirnya? Kepoin yuk!
Sinopsis Film A Business Proposal
Film ini mengisahkan Sari (diperankan Ariel Tatum), sosok food analyst yang demi membantu keluarganya, terpaksa menyamar jadi sahabatnya, Yasmin (Caitlin Halderman), dalam sebuah kencan buta.
Nggak tanggung-tanggung, teman kencannya adalah Utama (Abidzar Al Ghifari), CEO di perusahaannya. Di sinilah konflik-komedi-romantis mulai muncul, terutama karena Utama butuh seseorang untuk berpura-pura jadi pacarnya agar terhindar desakan menikah dari kakeknya. Menarik ya?
Chemistry yang Manis, Meski Tersandung Kontroversi
Jujur, ada kekhawatiran soal chemistry antara Ariel Tatum dan Abidzar Al Ghifari. Di trailer, interaksi mereka kelihatan agak kaku.
Namun, setelah nonton, ternyata mereka bisa membangun dinamika yang manis. Nggak ada kesan Abidzar terlalu “sok ganteng” atau Ariel terlalu berusaha tampil lucu—semua berjalan natural.
Namun, ya, sayangnya kontroversi di luar film turut mempengaruhi penerimaan publik. Abidzar sempat dianggap menyinggung fans drakor dengan menyebut mereka “terlalu fanatik”.
Padahal, para penggemar cuma ingin melihat adaptasi yang menghargai materi asli. Akibatnya, banyak yang kecewa dan memboikot film ini, dan bikin penjualan di hari pertama sangat rendah.
Kualitas Produksinya Mantap Deh!
Di luar drama kontroversi, kualitas produksi film ini sebenarnya oke kok. Visualnya memanjakan mata, setting-nya tertata apik, dan musiknya mendukung mood romantis-komedi yang diusung.
Naskah buatan Adhitya Mulya juga berusaha tetap setia pada materi asli, meski harus merangkum 12 episode drakor jadi 2 jam film. Ada beberapa bagian yang terasa buru-buru, tapi buat fans drakor, setidaknya nggak ada momen penting yang dihilangkan.
Worth It Nggak?
Kalau kamu termasuk yang kecewa karena komentar Abidzar, bisa dimengerti. Namun, coba deh kasih kesempatan buat filmnya. Karena di balik drama kontroversi itu, Film A Business Proposal versi Indonesia ini ternyata cukup enjoyable dan bisa bikin kita senyum-senyum sendiri.
Anggap saja ini usaha buat menjembatani dua budaya yang berbeda—drakor dan film Indonesia—dengan cara yang unik. Nggak sempurna, tapi tetap layak ditonton.
Skor: 3,5/5
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Lagi Viral! Dirty Vote II o3 Rilis di YouTube dan Bongkar Oligarki
-
Review Film Good News: Lucu, Getir, dan Terlalu Jujur
-
Film Jangan Panggil Mama Kafir, Bikin Mikir Beratnya Cinta Lintas Agama
-
Mengejutkan! Rachel Amanda Stand-Up dalam Film Suka Duka Tawa
-
Review Film Vicious: Saat Kesunyian Membunuhmu Perlahan
Artikel Terkait
-
Tembus 1 Miliar Dolar, Ne Zha 2 Jadi Film Non-Hollywood Paling Laris
-
Film 'A Business Proposal' Sepi Penonton! Imbas Kontroversi Abidzar?
-
Fakta-Fakta Film A Business Proposal, Rating Anjlok hingga Sepi Penonton
-
3 Rekomendasi Film dan Series Randy Martin, Horor hingga Drama Romantis
-
Hati-Hati! Kebiasaan Nonton Maraton Bisa Picu Masalah Kesehatan Serius
Ulasan
-
Novel Behind Closed Doors: Sandiwara Mengerikan dalam Kehidupan Pernikahan
-
Novel Turning Seventeen: Kehidupan Remaja yang Kompleks dan Penuh Rahasia
-
Ulasan Buku Timeboxing: Atur Waktu di Era Digital Biar Hidup Nggak Chaos
-
Rumah Rindu: Saat Hati Perempuan Menjadi Medan Pertarungan Moral
-
Merasa Lelah? 4 Buku Kesehatan Mental Ini Siap Temani Kamu Pulihkan Diri
Terkini
-
Dari Barbie Sampai Wednesday: 10 Ide Kostum Halloween 'Matching' Paling Viral
-
Bukan Selamat, Rumah Presiden Prabowo Diserbu Karangan Bunga Berisi Sindiran Tajam
-
CORTIS Tunjukkan Performa Stabil di Billboard 200 untuk COLOR OUTSIDE THE LINES
-
Pandai Minta Maaf, tapi Nggak Pandai Berubah, Cermin Budaya Kita?
-
Tumbuh dengan Parenting VOC, Ternyata Tidak Seburuk Itu