“"Bukankah mereka manusia yang diberkahi akal untuk menyelesaikan semua urusan? Tidak seperti aku yang hanya sebongkah dinding lusuh bermimpikan dapat mempunyai akal seperti mereka. Tidakkah mereka memanfaatkan anugerah terbaik itu dengan sebaik-baiknya? Mengapa harus tumbuh sesal setelah semua raib?” pikirku melihat segala keganjilan dalam rumah ini, pun dengan beberapa manusia yang menempatinya.” Begitu yang dituliskan Ima Rahisya pada halaman 13.
Curahan hati dinding lusuh yang bermimpi mempunyai akal seperti manusia mewakili ketujuh belas cerpen pilihan yang dirangkum dalam satu wadah, lantas diwakilkan oleh satu nama: Lelaki yang Menghancurkan Mimpi-Mimpi. Antologi cerpen ini menunjukkan sisi terdalam manusia: tentang rahasia yang lapis demi lapis mulai terkuak, tentang sesal yang kian menumpuk, tentang kecewa yang perlahan tumbuh, dan tentang lapangan berisikan banyak dada yang tulus hati tiada kulit-kulit lokan.
Lelaki yang Menghancurkan Mimpi-Mimpi adalah salah satu dari sekian banyak buah yang ditanam oleh Ima Rahisya. Buah terpilih yang mengajukan diri untuk berdiri di garda depan, memimpin keenam belas buah lainnya, sekaligus jadi cermin atas buah-buah di belakangnya.
Apakah rasanya manis atau asam? Lelaki yang Menghancurkan Mimpi-Mimpi ini ibarat buah jeruk. Ketika dikupas, tampaklah anak-anak buah lain yang tumbuh dalam segmen masing-masing. Mereka adalah cerpen-cerpen pilihan tersebut. Tertutup dari dunia luar, melindungi bulir-bulir yang menyusun jalan cerita. Sekali digigit, bulir-bulir itu pecah–penuhi mulut dengan cita rasa khas, sesaki pikiran dengan topik-topik di luar dugaan.
Ada sisi rahasia manusia yang ikut merekah, tercerai-berai dibaca oleh banyak orang. Porak-parik. Berantakan. Akan tetapi, ada pula bulir-bulir yang mengandung keikhlasan. Dibesarkan bagai anak sendiri, mereka merekah tunjukkan keajaiban cara berpikir entitas yang diciptakan Tuhan dari tanah. Manusia itu unik, mungkin sulit dimengerti juga, dan Ima Rahisya memperkenalkannya lewat kumpulan paragraf yang selesai dibaca sekali duduk.
Antologi cerpen ini berisikan cerpen-cerpen pilihan karya Ima Rahisya yang pernah mengikuti beragam lomba. Total 17 cerpen bersatu padu dalam sampul buku hitam terbitan CV Jejak pada bulan April 2023. Ketujuh belas cerpen sama sekali tidak berdesakan karena ruang mereka luas dan mengutamakan privasi, yakni 111 halaman dengan ukuran buku fisik 14 x 20 cm. Tiap-tiap cerpen disertai keterangan jenis lomba, tahun, serta peringkat kejuaraan di bawah judul yang ditulis lebih tebal dan besar dibandingkan narasinya.
Berdiam saja tidak akan memberi dampak ataupun efek tertentu, maka kupaslah kulit buah jeruk ini dan lihat bagaimana manusia-manusia bersembunyi di baliknya. Mulai dari tiga cerpen yang berkaitan dengan budaya suku Semendo, Sumatera Selatan; dua cerpen dengan keunikannya sendiri, yakni dinarasikan dalam sudut pandang benda mati; dua cerpen dengan alur menyakitkan yang berakhir bahagia; enam cerpen yang mendominasi tema keseluruhan, perihal relasi antara anak dengan orang tuanya; tiga cerpen mengupas isu yang berkaitan dengan perempuan; sampai ke satu cerpen dengan genre mistik.
Sebagai penulis, Ima Rahisya menyampaikan pesan-pesan moral dalam cerita tanpa berbelit sedikit pun. Ditanamkannya keunikan manusia yang berakal dan bertolak belakang dalam menanggapi hal-hal tertentu, dinarasikannya pula sisi lain manusia tersebut dengan apik. Secara keseluruhan, antologi cerpen Lelaki yang Menghancurkan Mimpi-Mimpi memiliki alur dan pengaluran yang terstruktur.
Detail penokohan para tokoh pun cukup jelas dan mudah diimajinasikan. Selain itu, keragaman dalam tema atau genre yang diangkat membuat pembaca tidak mudah merasa bosan, terlebih antologi cerpen ini dapat diselesaikan dalam sekali duduk.
Namun, cerpen-cerpen tersebut mengimpresikan kesan terburu-buru, khususnya pada bagian klimaks. Hal tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh faktor batas jumlah kata, berhubung tiap lomba yang diikuti cerpen-cerpen ini mempunyai syarat dan ketentuan yang beragam. Adapun kesalahan penggunaan kata baku serta peletakan tanda baca. Namun, kesalahan-kesalahan ini tidak sampai mengganggu suasana yang dibangun demi memikat pembaca.
Baca Juga
-
Performative Reading: Yakin Betulan Bookworm?
-
Ulasan Novel Book Shamer: Bukan Sekadar Potret Penulis Antikritik
-
Review Alice in Borderland Season 3: Kembali Bermain antara Hidup dan Mati
-
Mengungkap Kebenaran di Balik Permainan dalam Novel Doki-Doki Game: Over?
-
Review Novel Doki-Doki Game: Start!, Eksekusi Plot dalam Bentuk Permainan
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Film 13 Days, 13 Nights: Ketegangan Evakuasi di Tengah Badai Taliban
-
5 Drama Korea Bertema Kehidupan Anak Kos yang Bikin Kamu Nostalgia
-
Ulasan Novel Aib dan Nasib, Pertarungan Eksistensial Melawan Stigma Sosial
-
Review Film Mertua Ngeri Kali: Pelajaran Cinta dari Mertua Gila!
-
7 Our Family: Luka Keluarga dari Sudut Anak Paling Terlupakan
Terkini
-
Sekolah Darurat Pembullyan, Kritik Film Dokumenter 'Bully'
-
Redmi TV X 2026 Resmi Rilis: Harga Rp 5 Jutaan, Bawa Panel Mini LED 55 Inci
-
6 HP Rp 7-10 Jutaan Terbaik 2025: Mana yang Masih Worth It Dibeli di 2026?
-
Debut Sutradara Lewat Film Timur, Iko Uwais Tuai Pujian: Nggak Kalah Keren dari Jadi Aktor!
-
Bocoran Spek Poco M8 Pro: Snapdragon 7s Gen 4, Dukung Fast Charging 100 W