Sutradara Seth MacFarlane kembali membawa si beruang nakal ke layar lebar dalam Ted 2, yang sejak Februari 2025 kembali tayang di Netflix. Melanjutkan kesuksesan film pertamanya yang sempat jadi fenomena, sayangnya, alih-alih ngasih tawa yang lebih segar, film ini justru terjebak dalam humor yang berlebihan dan cerita yang kurang kuat.
Dibintangi sama Mark Wahlberg, Amanda Seyfried, dan MacFarlane sendiri yang mengisi suara karakter Ted. Film yang diproduksi Universal Pictures dengan gaya komedi khas MacFarlane yang tajam, sarkastik, dan tanpa filter, cuma sangat disayangkan ternyata Film Ted 2 leluconnya hambar banget, khususnya saat mencoba mengguncang batas-batas humor sosial.
Humor Provokatif?
Seth MacFarlane dalam upaya “bercanda yang nantang” terasa terlalu dipaksakan. Film ini penuh dengan lelucon yang mencoba mengolok-olok isu sosial, mulai dari rasisme, seksualitas, sampai referensi sejarah yang sensitif.
Misal, adegan di mana kasus hukum Ted dibandingkan dengan kasus Dred Scott, keputusan Mahkamah Agung AS yang pada abad ke-19 menyatakan orang kulit hitam nggak bisa jadi warga negara. Ini adalah lelucon yang bukan cuma nggak lucu, tapi juga terasa banget eksploitasi sejarahnya.
Belum lagi, ada adegan yang menggunakan Roots—serial TV tentang perbudakan—sebagai bahan humor. Alih-alih ngasih satir yang cerdas, lelucon ini malah terasa nggak peka dan kurang punya dasar yang kuat untuk dijadikan komedi.
Humor yang provokatif memang bisa efektif jika dieksekusi dengan baik, seperti yang dilakukan oleh film-film satir seperti Blazing Saddles (1974) atau Jojo Rabbit (2019). Namun, dalam Film Ted 2, lelucon-lelucon ini nggak punya konteks yang mendukung, terasa asal menyinggung, dan nggak punya pesan yang jelas.
Jika Film Ted pertama masih ada keseimbangan antara humor dan emosi, Film Ted 2 justru lebih banyak menyinggung dan nggak benar-benar lucu, punya makna mendalam pun kagak!
Jujur ya, aku termasuk penonton paling kecewa dengan sekuel Film Ted. Hampir nggak berempati, lucunya juga terasa garing banget. Padahal, aku termasuk penonton yang terhibur banget dengan film pertamanya. Sungguh sangat disayanginya. Ulasan ini bersifat subyektif jadi kalau mau merasakan sensasinya, mending kamu nonton di Netflix.
Skor: 1/5
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba - Infinity Castle: Awal dari Akhir Perjalanan Tanjiro Kamado
-
Bedanya Film Horor Berkualitas dan yang Busuk
-
Review Film The Girl with the Needle: Sepi yang Menjerat Begitu Kejamnya
-
Sinopsis Series Ratu Ratu Queens, Tayang di Netflix September Tahun Ini
-
Review War of the Worlds: Film yang Mengandung Product Placement Berlebihan
Artikel Terkait
-
Kejutan! Film Pabrik Gula Dibuat 2 Versi dan Siap Tayang di Amerika
-
Film Singsot: Siulan Kematian, dari Film Pendek ke Layar Lebar
-
Film Nyla: Animasi Karya Anak SMK, Bukti Mimpi Itu Layak Diperjuangkan
-
Misteri Rumah Darah, Film dengan Konsep Unik tapi Eksekusinya Biasa Doang?
-
Sinopsis Film Paradise at Mothers Feet, Wakil Kirgistan di Oscar 2025 yang Bakal Tayang di Bioskop Indonesia
Ulasan
-
Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba - Infinity Castle: Awal dari Akhir Perjalanan Tanjiro Kamado
-
Ulasan Buku Make It Happen, Now! Panduan Perencanaan Finansial Keluarga
-
Ulasan Novel Notes on an Execution: Catatan Terakhir Seorang Terpidana Mati
-
Review Film The Bad Guys 2: Kombinasi Sempurna Antara Aksi dan Komedi!
-
Novel Onwards and Upwards: Perjalanan Wanita Paruh Baya Menemukan Harapan
Terkini
-
Apresiasi Erick Thohir untuk Sumatera Utara Usai Sukses Gelar Piala Kemerdekaan 2025
-
Maarten Paes Cedera dan Tak Bisa Bela Timnas, 4 Pemain Ini Siap Gantikan!
-
Komunitas Buku sebagai Safe Space: Pelarian dari Kegaduhan Dunia Digital
-
Ceria dan Penuh Energi, NCT Wish Siap Warnai Dunia Lewat Lagu Baru 'Color'
-
OOTD Gaeul IVE: 4 Gaya Kasual yang Fleksibel Buat Segala Momen