Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Athar Farha
Poster Film Dokumenter 'Chaos: The Manson Murders' (Netflix)

Apa yang membuat sebuah kasus kriminal bertahan dalam ingatan kolektif selama lebih dari 50 tahun? Apakah karena kebrutalan kejahatannya? Sosok pelakunya yang begitu nyentrik? Atau mungkin ada sesuatu yang lebih dalam? Dan itu sangat menarik buat kita bahas. 

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang coba dibedah dalam Film Dokumenter Chaos: The Manson Murders. Film ini nggak cuma tentang Charles Manson dan serangkaian pembunuhan mengerikan yang dilakukannya, tapi juga tentang bagaimana seseorang bisa memanipulasi pikiran orang lain hingga mereka bersedia melakukan hal-hal di luar batas kemanusiaan. Semengerikan itu!

‘Chaos: The Manson Murders’ yang tayang di Netflix sejak 7 Maret 2025 disutradarai Errol Morris, salah satu sineas dokumenter yang sebelumnya menggarap The Thin Blue Line (1988), The Fog of War (2003), dan Wormwood (2017). Dia memang terkenal menggarap series dokumenter dengan serius dan nggak ngasal dengan berlandaskan materi berupa data dan fakta yang terbilang valid. 

Film ini menampilkan beberapa narasumber penting, termasuk:

  • Tom O’Neill – Jurnalis yang menulis Buku Chaos: Charles Manson, the CIA, and the Secret History of the Sixties yang menjadi dasar dokumenter ini.
  • Bobby Beausoleil – Mantan anggota "keluarga" Manson yang berbagi sudut pandangnya tentang kejahatan biadap. 
  • Arsip wawancara dengan Charles Manson dan beberapa mantan pengikutnya, termasuk dengan sumber-sumber lainnya. 

Sinopsis ‘Chaos: The Manson Murders’

Dokumenter ini mengeksplorasi pembunuhan yang dilakukan kelompok ‘Charles Manson’ pada Agustus 1969, termasuk pembunuhan aktris Sharon Tate, istri sutradara Roman Polanski, yang saat itu sedang hamil delapan bulan. 

Namun, alih-alih cuma mengulang kembali kisah yang sudah banyak diketahui publik, film ini justru menggali beberapa detail lebih dalam, yaitu terkait ‘bagaimana Manson bisa mengendalikan orang-orang di sekitarnya?’

Tom O’Neill, yang meneliti kasus ini selama puluhan tahun, mencurigai ada hubungan antara Charles Manson dan eksperimen mind control yang dilakukan pemerintah Amerika, seperti proyek MK-Ultra. Program itu diduga dilakukan oleh CIA dengan tujuan mengembangkan teknik manipulasi psikologis. 

Melalui berbagai arsip dan wawancara, Morris mengajak kita mempertanyakan, apakah Charles Manson benar-benar bertindak sendiri atau memang ada sokongan alias kekuatan yang lebih besar bermain di balik layar? Hmmm … menarik sekali menguliti dokumenter ini. 

Mind Control: Lebih Menyeramkan dari Pembunuhan?

Film ini begitu menarik tuh karena pendekatan Errol Morris dalam membedah fenomena mind control. Pada zamannya termasuk dalam lingkup inklusif pada orang-orang yang tertarik dengan kasus ini, mereka melihat kasus Charles Manson sebagai kejahatan brutal yang dilakukan sekte sesat. Namun, bagaimana jika kita melihatnya dari sudut pandang yang lebih luas?

Charles Manson bukanlah satu-satunya yang bisa memanipulasi orang lain hingga kehilangan akal sehat. Fenomena ini terjadi di berbagai aspek kehidupan, dari sekte keagamaan, ideologi ekstrem, hingga propaganda politik. Yang membuatnya begitu menakutkan adalah betapa mudahnya seseorang bisa kehilangan kendali atas pikirannya sendiri—seringkali tanpa sadar.

Banyak mantan pengikut Charles Manson yang, bahkan setelah puluhan tahun, mengaku masih merasa "dikendalikan" oleh pikirannya. Bagaimana seseorang bisa memiliki pengaruh sebesar itu terhadap orang lain? Dan lebih jauh lagi, bagaimana jika fenomena ini nggak cuma terjadi dalam sekte kecil di tahun 1969, tapi juga dalam skala yang jauh lebih besar di dunia modern? Ught, seseru itu membahas dokumenter ini. 

Kutekankan pada Sobat Yoursay, Film Chaos: The Manson Murders bukan sekadar dokumenter true crime biasa ya! Dokumenter ini jelas ngajak kita merenungkan bagaimana seseorang bisa kehilangan kendali atas pikirannya sendiri dan apakah kita juga rentan untuk dipengaruhi. 

Mungkin itu sebabnya kisah Charles Manson tetap menarik perhatian selama lebih dari setengah abad. Bukan cuma karena kejahatannya yang mengerikan, tapi juga karena menunjukkan betapa rapuhnya batas antara kehendak bebas yang berlandaskan kesadaran valid dan manipulasi.

Apakah orang-orang yang bersinggungan dengan kasus ini benar-benar berpikir sendiri, atau ada narasi yang lebih besar yang membentuk cara mereka melihat dunia? Dari keseluruhan pertanyaannya, sejak awal, jawabannya nggak jelas dan menggantung. Di situlah letak menariknya. 

Kalau kamu penasaran, tontonlah!

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Athar Farha