Apakah sewaktu kecil kamu mengharapkan untuk segera dewasa? Memiliki ekspektasi bahwa ketika dewasa akan lebih menyenangkan, namun ketika kita telah memasuki fase tersebut, kita malah merindukan masa kanak-kanak dan mempertanyakan kembali keinginan kita tersebut. Well, karena nyatanya kehidupan ketika usiamu tak lagi muda tidak semenyenangkan itu juga.
Jika kamu sudah menginjak usia dewasa, maka kamu mungkin akan mengangguk-anggukkan kepala menyetujui seluruh atau beberapa bagian dalam buku ini karena bercermin kepada diri saya sendiri, saya melakukannya, menyetujui apa yang ada di dalam buku dengan 110 halaman ini.
Adulthood is a Myth karya Sarah Andersen, sebuah komik yang menggambarkan kehidupan dewasa dengan berbagai keluhan dan permasalahannya dalam kehidupan sehari-hari serta ilustrasi tokohnya memiliki ekspresi yang mendukung pula. Masuk ke dalam series "Sarah's Scribbles", buku ini adalah buku pertama dalam seri tersebut. Di dalamnya menggambarkan kehidupan dewasa mulai dari aspek pertemanan, percintaan juga pekerjaan.
Salah satu contohnya adalah mengenai mengerucutnya lingkup pertemanan hingga pada beberapa orang mungkin tak lagi memiliki teman yang benar-benar teman atau kita sebut sahabat, namun yang membedakan adalah ketika masih kecil kita mungkin akan sedih karena memiliki teman yang sedikit atau tidak memiliki sama sekali, namun saat dewasa kita cenderung tidak peduli dan merasa baik-baik saja dengan fakta tersebut.
Contoh lainnya adalah menolak mengakui diri sudah dewasa, menyadari bahwa lagu yang dinikmati dinyanyikan oleh penyanyi yang berusia lebih muda dari kita, kesulitan mengingat nama, dan masih banyak yang lainnya.
Hal-hal yang tertuang pada buku ini ketika dijalani di kehidupan nyata rasanya terkadang menyebalkan sekali, namun ketika membaca buku ini saya merasa hal-hal menyebalkan tersebut berubah menjadi lucu. Meskipun saya merasa terekspos disebabkan oleh buku ini, tak dapat dielak, buku ini merupakan bacaan yang menyenangkan dan sangat cocok untuk membantu keluar dari reading slump.
Adulthood is a Myth secara tidak langsung seperti mengatakan bahwa saya tidak sendirian merasakan seperti apa yang ada di dalamnya, bahwa itu adalah fase normal mengingat adanya perubahan-perubahan dalam kehidupan seiring dengan bertambahnya usia.
Baca Juga
-
Krisis Eksistensial dan Kekerasan dalam Buku Awan-Awan di Atas Kepala Kita
-
4 Rekomendasi Buku Nonfiksi Islami yang Cocok Dibaca di Bulan Ramadan
-
Belajar Mengendalikan Rasa Marah Lewat Buku Ketika Alina Marah
-
Review Buku Menunggu Beduk Berbunyi Karya Hamka, Sarat Masalah Adat, Politik, dan Agama
-
Review Buku A Wakeup Call Karya Adi K, Saatnya Bangkit!
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel The Family Upstairs: Rahasia Kelam di Balik Rumah Warisan
-
Ulasan Novel The Housemaid: Rahasia Kelam di Balik Pintu Rumah Winchester
-
Buku What to Do When I'm Gone: Kehangatan Hubungan Antara Ibu dan Anak
-
Ulasan Novel Sang Peramal: Mengungkap Misteri Hilangnya Sang Peramal
-
Novel "Caroline', Kisah Gadis Kecil Temukan Pintu Misterius di Rumah Tua
Ulasan
-
Menjadi Asing di Dunia Sendiri: Review Novel 'No Longer Human'
-
Resmi Digarap, Film Coco 2 Dijadwalkan Tayang pada 2029 Mendatang
-
Destinasi Wisata Alam Pilihan di Sumedang, Tiket, Fasilitas dan Aksesnya
-
Film Pinjam 100, Kisah Dua Sahabat Merantau ke Jakarta Demi Mimpi?
-
Review TsumaSho: Anime Reinkarnasi Absurd tapi Mengharukan dan Emosional
Terkini
-
Pernah Menikah, Keluarga Kim Sae-ron Beri Respons Klaim YouTuber Lee Jin-ho
-
Game Online: Hiburan atau Jerat Kecanduan?
-
J-Hope BTS Ungkap Tipe Cewek Ideal di Lagu Terbaru 'Mona Lisa'
-
Agensi Kim Soo-hyun Tuntut Keluarga Kim Sae-ron Imbas Sebar Foto Pribadi
-
Mengenal Revolusi Terbaru Sistem Pembayaran Digital, QRIS Tap NFC