Kalau kamu pencinta musik reggae atau sekadar penasaran sama sosok Bob Marley, film Bob Marley: One Love wajib masuk watchlist-mu! Film biopik ini nggak cuma ngejar-ngejar kisah sukses Marley, tapi juga ngangkat sisi humanisnya: perjuangannya, ketakutannya, dan tentu saja, cintanya pada musik dan perdamaian. Dibintangi oleh Kingsley Ben-Adir sebagai Bob Marley dan Lashana Lynch sebagai Rita Marley, film ini bikin kita merasakan getar musik reggae sekaligus napas kehidupan sang ikon.
One Love nggak cuma fokus pada momen puncak karier Marley, tapi juga masa-masa genting dalam hidupnya. Film ini dimulai di Jamaika tahun 1976, saat negeri itu dilanda kekerasan politik. Bob, yang sudah jadi simbol persatuan, malah jadi target ancaman pembunuhan. Adegan penembakan yang nyaris merenggut nyawanya dan Rita bikin merinding—ini beneran terjadi dalam kehidupan nyata!
Dari situ, film membawa kita ke pengasingan Bob di London, di mana dia menciptakan album legendaris Exodus. Di tengah tekanan dari label rekaman, konflik internal band, dan penyakit kanker yang mulai menggerogotinya, Bob tetap berpegang pada pesan perdamaian lewat musik. Yang bikin film ini istimewa adalah cara Reinaldo Marcus Green sebagai sutradara yang nggak menggurui. Kita diajak melihat Bob sebagai manusia, bukan sekadar dewa reggae yang jauh di awang-awang.
Ulasan Singkat FilmBob Marley: One Love
Kingsley Ben-Adir benar-benar menghidupkan roh Bob Marley. Dari logat Jamaikanya yang kental, gaya bermain gitar, sampai cara berjalan yang khas—semua detailnya on point. Tapi yang paling bikin terkesan adalah bagaimana dia menangkap karisma dan spiritualitas Bob. Ada adegan di mana Bob ngobrol sama produser tentang filosofi musiknya, dan aku bisa merasakan betapa dalamnya pemikiran dia tentang "one love" bukan cuma sekadar lirik lagu.
Lashana Lynch sebagai Rita Marley juga nggak kalah memukau. Dia nggak cuma jadi "istri di belakang layar", tapi partner sejati Bob yang kuat dan penuh pengorbanan. Chemistry mereka berdua bikin adegan-adegan romantis dan konflik terasa lebih hidup.
Nggak bakal lengkap film Bob Marley tanpa musiknya yang legendaris. One Love dipenuhi lagu-lagu hits seperti No Woman No Cry, Redemption Song, Jamming, dan tentu saja One Love. Yang bikin spesial, beberapa lagu direkam ulang dengan vokal Ben-Adir, dan hasilnya nyaris mirip banget sama suara asli Bob!
Ada satu scene yang bikin merinding: saat Bob dan The Wailers tampil di konser perdamaian di Jamaika. Kamera slow motion, ribuan orang menyanyi bersama, dan Bob memainkan gitar sambil tersenyum—adegan ini bikin kita ngerasain betapa musiknya punya kekuatan menyatukan orang dari berbagai latar belakang.
Kurasa film ini setia banget sama era '70-an, mulai dari kostum, setting tempat, sampai warna visual yang warm dan vintage. Adegan di Jamaika dipenuhi nuansa tropis yang cerah, sementara London digambarkan lebih suram dan dingin—metafora dari perjuangan Bob di pengasingan.
Beberapa adegan menggunakan efek dreamlike buat nunjukin sisi spiritual Bob, seperti momen dia merenung di tengah hutan atau mimpi bertemu leluhurnya. Ini nambah dimensi mistis yang selalu melekat pada persona Marley.
Nggak ada film yang sempurna, dan One Love punya beberapa kelemahan. Beberapa penggemar hardcore mungkin kecewa karena beberapa aspek kehidupan Bob (seperti hubungannya dengan anak-anak dan kontroversi pribadi) nggak dieksplor lebih dalam. Film juga terkesan terburu-buru di bagian akhir, terutama saat mengisahkan detik-detik terakhir Bob melawan kanker.
Tapi overall, film ini berhasil menangkap esensi Bob Marley: bukan cuma musisi, tapi juga simbol harapan dan perlawanan.
Bob Marley: One Love lebih dari sekadar biopik biasa. Ini film tentang cinta, keteguhan, dan kekuatan musik sebagai alat perubahan. Kalau kamu suka musik, film ini bakal menghibur. Kalau kamu butuh motivasi, Bob Marley mengajarkan arti pantang menyerah. Dan kalau kamu cuma pengen nonton film bagus dengan akting dan musik keren, ini pilihan yang tepat.
Kalau rating aku beri nilai 9.5/10 deh. Karena satu cinta, satu hati, satu film yang bikin semangat! Woyooooo...
Baca Juga
-
Review Film Twisters: Lebih Bagus dari yang Pertama atau Cuma Nostalgia?
-
Dibanding Season 1, Squid Game 2 Lebih Sadis atau Lebih Emosional?
-
Brave New World Bawa Nuansa Winter Soldier, Tapi Bukan Sekadar Copy-Paste!
-
Gak Kalah dari Live-Action! Animasi What If Season 3 Bikin Mata Terpana!
-
Ulasan Film Mufasa: The Lion King Nostalgia, Emosi, dan Visual yang Memukau
Artikel Terkait
-
Sinopsis Film Streaming, Mengulas Kasus Kriminal yang Belum Terpecahkan
-
Review Film Twisters: Lebih Bagus dari yang Pertama atau Cuma Nostalgia?
-
Review Film 'Pabrik Gula': Teror Mistis di Balik Industri Gula Kolonial
-
Ulasan Film Split: Memahami Gangguan Kepribadian Ganda (DID)
-
Review Film High Rollers: Antara Cinta dan Misi Mustahil di Meja Perjudian
Ulasan
-
Review Film Twisters: Lebih Bagus dari yang Pertama atau Cuma Nostalgia?
-
Review Film 'Pabrik Gula': Teror Mistis di Balik Industri Gula Kolonial
-
Ulasan Film Split: Memahami Gangguan Kepribadian Ganda (DID)
-
Review Film High Rollers: Antara Cinta dan Misi Mustahil di Meja Perjudian
-
Ulasan Novel Drupadi: Rekonstruksi Mahabharata dan Citra Istri Lima Pandawa
Terkini
-
Sinopsis Film Streaming, Mengulas Kasus Kriminal yang Belum Terpecahkan
-
Selamat! Ten NCT Raih Trofi Pertama Lagu Stunner di Program Musik The Show
-
Arne Slot Soroti Rekor Unbeaten Everton, Optimis Menangi Derby Merseyside?
-
AI Mengguncang Dunia Seni: Kreator Sejati atau Ilusi Kecerdasan?
-
Mathew Baker Nyaman di Tim, Kode Timnas Indonesia Berprestasi di Piala Asia U-17?