Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | aisyah khurin
Novel The Art of a Lie (goodreads.com)

"The Art of a Lie" adalah novel terbaru Laura Shepherd-Robinson yang memadukan misteri kriminal, drama psikologis, dan latar sejarah yang kaya. Berlatar di London pada tahun 1749, kisah ini berfokus pada seorang janda bernama Hannah Cole yang berjuang mempertahankan bisnisnya di tengah keterpurukan ekonomi dan stigma sosial.

Novel ini menggabungkan alur penuh tipu daya, permainan psikologis antara dua karakter utama, serta gambaran kehidupan kelas menengah abad ke-18 yang jarang diangkat secara mendalam dalam fiksi sejarah. Shepherd-Robinson terkenal karena riset historis yang teliti, dan kali ini ia kembali menghadirkan suasana autentik yang mampu membawa pembaca seolah berjalan di jalan-jalan berbatu Piccadilly.

Hannah Cole mengelola toko kue kecil bernama The Punchbowl and Pineapple, warisan dari mendiang suaminya. Usahanya goyah setelah suaminya meninggal secara tragis dalam perampokan jalanan. Kondisi menjadi semakin sulit ketika para pemasok dan pesaing bisnisnya, yang tak menyukai keberadaan perempuan dalam perdagangan, mulai mempersulit pasokan bahan.

Di tengah krisis tersebut, Hannah menemukan bahwa suaminya memiliki simpanan uang besar di bank, sesuatu yang tak pernah ia ketahui sebelumnya. Penemuan ini menjadi awal dari serangkaian pertanyaan dan kecurigaan yang mengguncang kehidupannya.

Kehadiran William Devereux, seorang kenalan suaminya, membawa perubahan besar. Devereux memperkenalkan ide menjual iced cream atau es krim bergaya Italia, sesuatu yang masih langka di London kala itu, sebagai cara menyelamatkan toko Hannah. Namun, hubungan kerja sama ini ternyata lebih rumit daripada yang terlihat. Devereux sendiri menyimpan rahasia dan memiliki ambisi yang tak sepenuhnya sejalan dengan Hannah. Dari sinilah terbentuk dinamika “kucing dan tikus” yang menjadi inti ketegangan novel.

Masalah Hannah semakin rumit ketika Henry Fielding, novelis terkenal yang kini bekerja sebagai magistrat, mencurigai bahwa uang yang ditemukan Hannah berasal dari kegiatan ilegal. Fielding mengancam akan menyita seluruh warisan itu jika terbukti bersumber dari tindak kriminal. Situasi ini memaksa Hannah dan Devereux untuk menyelidiki kehidupan ganda mendiang suaminya, membongkar hubungan tersembunyi, dan menelusuri jejak bisnis yang ternyata lebih berbahaya dari yang mereka bayangkan.

Salah satu kekuatan terbesar novel ini terletak pada penggunaan narasi bergantian dalam sudut pandang pertama dari Hannah dan Devereux. Dengan gaya ini, pembaca dapat menyelami pikiran kedua karakter secara langsung, memahami motif tersembunyi, dan menangkap ketegangan yang terjalin di antara mereka. Pembaca sering kali mengetahui lebih banyak daripada para tokoh, sehingga tercipta ketegangan dramatis yang konsisten hingga akhir. Teknik ini juga membuat cerita terasa lebih intim sekaligus menegangkan.

Shepherd-Robinson terkenal akan detail historisnya, dan di novel ini ia benar-benar menghadirkan London abad ke-18 dengan begitu hidup. Mulai dari aroma jalanan pasar, gaya berpakaian, hingga resep es krim kuno yang menggunakan bahan tak biasa seperti Parmesan, semua digambarkan dengan presisi. Penulis juga menyoroti kehidupan sosial kelompok “middling sort” atau kelas menengah yang sering terpinggirkan dalam catatan sejarah, termasuk perempuan pengusaha yang harus berjuang melawan hambatan hukum dan prasangka.

Tema utama novel ini bukan hanya misteri kriminal, tetapi juga tentang kepercayaan, pengkhianatan, dan kelangsungan hidup di dunia yang penuh prasangka. Hannah digambarkan sebagai sosok yang tangguh namun rapuh secara emosional, sedangkan Devereux adalah figur ambigu yang memadukan pesona dan manipulasi. Pertarungan moral di antara keduanya memperkuat kesan bahwa kebenaran sering kali hanyalah hasil dari kepandaian membungkus kebohongan.

Pembaca memuji novel ini karena plotnya yang cerdas dan atmosfer sejarah yang memukau. Pembaca menyebutnya sebagai puncak dari fiksi kriminal sejarah, dan menggambarkannya seperti “semangkuk es krim manis, tegang, dan penuh kejutan.” Namun, tokoh Henry Fielding kurang menonjol dan alur sedikit melambat di pertengahan cerita.

Secara keseluruhan, "The Art of a Lie" adalah bacaan yang memuaskan bagi pecinta misteri sejarah. Laura Shepherd-Robinson berhasil menyajikan kisah yang kompleks, memikat, dan penuh warna, memadukan riset sejarah mendalam dengan plot yang penuh intrik.

Meskipun memiliki sedikit kelemahan pada pacing dan kedalaman karakter pendukung, novel ini tetap unggul berkat atmosfer yang kaya, narasi yang cerdas, dan tema moral yang kuat. Ini adalah karya yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memberi gambaran tajam tentang kehidupan, cinta, dan kebohongan di London abad ke-18.

Identitas Buku 

Judul: The Art of a Lie

Penulis: Laura Shepherd-Robinson

Penerbit: Atria Books

Tanggal Terbit: 5 Agustus 2025

Tebal: 304 Halaman

aisyah khurin