Ada banyak kisah cinta yang bermula dari pertemuan tak terduga, dari perbedaan, bahkan dari pertengkaran. Tapi Pacar Halal, novel karya Mia Elvira, menawarkan sesuatu yang berbeda: cinta yang justru tumbuh dalam diam, dipendam dalam waktu, dan dijaga dalam keyakinan.
Novel ini membuka pintu ke dalam dunia Salshabila Azkia Aghni—seorang gadis muda berusia 18 tahun yang memutuskan untuk meninggalkan rumah dan merantau ke Yogyakarta. Keputusan besar itu tidak hanya tentang mengejar pendidikan dan cita-cita, tapi juga tentang menjauh dari masa lalu yang masih menorehkan rasa. Salah satunya: Radit.
Radit adalah teman sekolah Aghni dulu. Diam-diam, Aghni menyimpan rasa suka pada laki-laki itu. Namun yang ia dapat justru sikap dingin, datar, dan nyaris tanpa respons. Bukan penolakan terang-terangan, tapi cukup untuk membuat Aghni berpikir bahwa perasaannya mungkin salah alamat. Yang tidak Aghni tahu, ternyata Radit memiliki alasannya sendiri untuk bersikap begitu. Bukan karena dia tidak peduli—justru sebaliknya
Sejak lama, Radit tahu bahwa dirinya dan Aghni telah dijodohkan oleh orang tua mereka. Sebuah fakta yang tidak diketahui Aghni. Radit tahu bahwa suatu hari, mereka akan disatukan dalam ikatan yang suci. Dan karena itulah, ia memilih untuk menjaga jarak. Baginya, cinta bukan sesuatu yang diburu-buru. Ia tidak ingin mengotori perasaan itu dengan hubungan yang tak jelas, apalagi pacaran. Radit percaya, jika memang Aghni adalah takdirnya, maka mereka akan bertemu kembali sebagai dua insan yang siap saling menyempurnakan
Waktu berlalu. Dan takdir memang mempertemukan mereka kembali, kali ini bukan sebagai anak sekolah, tapi sebagai dua orang dewasa muda yang sama-sama sedang mencari arah hidup. Aghni yang kini lebih matang, mulai menemukan kembali kehadiran Radit dalam hidupnya—bukan lagi sebagai cinta lama yang mengecewakan, tapi sebagai seseorang yang menaruh hormat, menjaga, dan kini mulai terbuka tentang rasa dan rencana masa depan.
Yang menarik dari Pacar Halal adalah caranya mengemas tema pernikahan muda tanpa terkesan menggurui atau klise. Mia Elvira dengan lembut mengajak pembaca untuk memahami bahwa pernikahan bukan pelarian, bukan pula semata urusan perasaan. Tapi sebuah komitmen. Dan dalam kisah ini, Aghni dan Radit memilih jalan itu bukan karena mereka terburu-buru jatuh cinta, tapi justru karena mereka belajar menjaga cinta dengan sabar.
Radit, dengan karakternya yang kalem dan penuh perhitungan, menjadi gambaran laki-laki muda yang tangguh dan bertanggung jawab. Ia tidak menyentuh hati Aghni sebelum saatnya. Dan ketika saat itu tiba, ia tak lagi ragu untuk memantapkan langkah. Sementara Aghni, dengan segala kegalauan dan kerentanannya, tumbuh menjadi sosok perempuan yang kuat dan sadar bahwa cinta sejati adalah cinta yang membuatnya merasa aman—bukan hanya karena perasaan, tapi juga karena diberkahi.
Mia menuliskan kisah ini dengan gaya yang ringan dan mudah diikuti, namun tetap menyimpan kedalaman makna. Dialog-dialognya tidak dibuat-buat. Emosi yang ditampilkan terasa realistis—tidak meledak-ledak, tapi meresap perlahan. Pembaca diajak untuk ikut berjalan bersama Aghni dan Radit, menyaksikan perjuangan batin mereka dalam memilih keputusan besar yang mungkin tak banyak orang berani ambil di usia muda.
Namun tentu, novel ini bukan tanpa kekurangan. Beberapa alur terasa cukup datar dan konflik utama bisa ditebak sejak awal. Karakter pendukung juga tidak terlalu mendapat sorotan yang kuat. Tapi itu tidak serta-merta mengurangi keindahan pesan yang ingin disampaikan: bahwa cinta yang dijaga, yang ditahan demi waktu yang tepat, adalah bentuk kasih sayang tertinggi.
Novel ini bukan tentang pacaran. Bahkan judulnya pun dengan tegas menyampaikan itu: Pacar Halal. Ini adalah cerita tentang bagaimana dua orang bisa saling mencintai tanpa harus melanggar batas. Tentang bagaimana menunggu, menjaga, dan kemudian menyempurnakan cinta lewat jalan yang diridai Tuhan
Kesimpulan
Pacar Halal adalah bacaan yang cocok untuk siapa saja yang sedang belajar mencintai dengan benar. Ia bukan hanya novel remaja islami biasa. Ia adalah pengingat bahwa tak semua rasa harus diungkap, tak semua cinta harus dipamerkan, dan bahwa yang benar tidak selalu datang dengan cepat—tapi pasti datang pada waktunya.
Untuk kamu yang sedang berjuang menjaga hati, yang sedang menyusun langkah ke arah yang lebih baik, atau yang pernah merasa kecewa karena cinta tak berbalas—novel ini bisa jadi pelipur sekaligus penyemangat. Karena cinta yang paling manis, adalah cinta yang halal.
Baca Juga
-
Asmara yang Bukan Dongeng: Ketika Ramayana Tak Lagi Sakral
-
Novel Dear Allah: Ketika Cinta Tak Harus Dimiliki, Tapi Harus Direlakan
-
Novel Cinta dalam Diam: Sebuah Perjalanan Cinta, Hijrah, dan Keikhlasan
-
Mengenal Cinta, Luka, dan Iman dalam Assalamualaikum Calon Imam
-
Film Samsara: Keheningan yang Berkisah dengan Bahasa Visual yang Magis
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Aroma Karsa: Ambisi Mencari Kejayaan Lewat Teka-teki Wewangian
-
Ulasan Novel Pak Djoko, Misteri Keluarga yang Dikemas dalam Bahasa Puitis
-
Ulasan Novel The Last Love Note: Mengikhlaskan Cinta dan Menemukan Harapan
-
Penuh Misteri! Ini 3 Novel Berlatar Sekolah Asrama yang Bikin Merinding
-
Novel Four Aunties and A Wedding: Pesta Pernikahan Berubah Menjadi Mencekam
Ulasan
-
Ulasan Film 404 Run Run, Atmosfer Horornya Nusuk, Komedinya Pecah
-
Ulasan Novel Aroma Karsa: Ambisi Mencari Kejayaan Lewat Teka-teki Wewangian
-
Review Film Setetes Embun Cinta Niyala: Perjalanan Cinta yang Menyentuh Hati
-
Resensi Novel The Infinite Quest, Kasus Penculikan dan Teknologi Awet Muda
-
Ulasan Novel Pak Djoko, Misteri Keluarga yang Dikemas dalam Bahasa Puitis
Terkini
-
4 Gaya Kasual ala Seohyun SNSD, Nyaman tapi Tetap Fashionable!
-
Viral Beli Emas usai Lebaran: Kecemasan Kolektif Tanpa Solusi?
-
7 Rekomendasi Drama Korea Populer yang Diadaptasi dari Manga Jepang
-
Dibintangi Jeon Yeo Been, Drama Nice Woman Boo Se Mi Umumkan Para Pemeran
-
5 Rekomendasi Drama Korea Baru Tayang April 2025, Ada Resident Playbook