Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Athar Farha
Foto Update Jumlah Penonton Film Pengepungan di Bukit Duri (Instagram/ comeandseepictures)

Di tengah gempuran film-film horor dan drama romansa yang sering jadi jagoan box office, film Pengepungan di Bukit Duri justru datang dengan genre yang berbeda. Nggak banyak serangan jumpscare atau adegan pelukan di bawah hujan, tapi justru menghadirkan sebuah realita sosial yang rasanya dekat dan cukup bikin sesak. 

Yang mengejutkan, film ini sudah mencatat 370.000+ penonton di hari keempat penayangan. Angka ini diumumkan melalui laman resmi Instagram Come and See Pictures pada hari ini, Senin, 21 April 2025. 

Sebuah angka yang bukan cuma memuaskan, tapi juga menyegarkan karena ini membuktikan penonton Indonesia nggak cuma haus tontonan hiburan, tapi juga karya yang punya bobot cerita.

Diarahkan Joko Anwar, sutradara yang namanya sudah jadi jaminan mutu sejak film Perempuan Tanah Jahanam sampai film Pengabdi Setan 2: Communion, membuat film ini sangat spesial, lebih-lebih juga karena diproduksi Come & See Pictures bersama Legacy Pictures. 

Para pemainnya juga bukan nama sembarangan, di antaranya: Morgan Oey, Clara Bernadeth, Arswendy Bening Swara, Yayan Ruhian, Niken Anjani, hingga Agla Artalidia. Dengan deretan itu, film ini langsung jadi sorotan bahkan sebelum rilis.

Jujur saja, kabar bahwa Film Pengepungan di Bukit Duri tembus 370.000+ penonton di hari keempat, bikin kaget dan bangga. Kaget, bukan karena nggak yakin sama kualitas filmnya, tapi karena biasanya film dengan tema sosial nggak selalu jadi primadona. Namun, angka itu justru jadi bukti adanya kerinduan penonton pada film yang "berisi dan berbobot".

Jelas, ini adalah bentuk kemenangan baru bagi film-film Indonesia. Strategi rilis di long weekend memang membantu, tapi tetap saja, kalau filmnya nggak kuat secara cerita dan promosi, hasilnya nggak akan sedahsyat ini. Apalagi film ini bukan genre yang "pop banget", jadi rasanya pencapaian ini layak dipamerkan. 

Dan menariknya lagi, dari obrolan netizen di media sosial, banyak yang menyebut film ini sebagai salah satu tontonan terbaik tahun ini. Itu artinya, bukan cuma gimmick pemasaran yang bikin penonton datang, tapi juga kekuatan ceritanya sendiri.

Kalau membahas soal isi cerita, film ini nggak cuma soal pengepungan secara harfiah. Latar ceritanya berada di SMA Duri, sekolah khusus anak-anak yang bermasalah secara hukum atau sosial. Tokoh utamanya, Edwin (Morgan Oey), sosok guru idealis yang datang untuk mencari keponakannya. 

Dari situ, penonton diajak masuk ke dunia yang keras, penuh luka, tapi juga menyimpan harapan. Isu soal pendidikan, kekerasan institusional, hingga sistem sosial yang bobrok jadi suguhan utama dalam tiap narasinya. 

Sobat Yoursay perlu tahu perasaan orang-orang yang sudah nonton duluan, deh. Rasanya tuh kayak diseret masuk ke ruang-ruang sunyi yang selama ini sering kita abaikan. Bagaimana anak-anak yang dianggap “nakal” justru seringkali adalah korban dari sistem, dan bagaimana seorang guru bisa menjadi cahaya di tengah dunia yang gelap. Cerita ini nggak cuma menyentuh aspek sosial lho, tapi juga membuatku berpikir ulang soal apa itu “kebenaran”, dan siapa yang berhak menentukan masa depan seseorang.

Yang menarik, latar tahun 2027, yakni masa depan yang nggak terlalu jauh dari masa sekarang. Yang pada akhirnya bikin kita was-was dan juga merenungi hal-hal yang terjadi dalam film, kalau-kalau sangat beririsan dengan realita yang digambarkan, amit-amitnya bisa terjadi jika terus-terusan diabaikan. Itu rahasia Tuhan sih. 

Dan kalau melihat tren hari pertama hingga hari keempat plus antusiasme netizen, bolehlah kita optimis film ini bakal terus naik. Semoga sih bisa jadi trigger buat lebih banyak sineas berani angkat cerita sosial tanpa takut “nggak laku”. 

Sobat Yoursay wajib nonton dan selamat nonton ya. 

Athar Farha