
"Perempuan di Rumah No. 8" karya Mutiarini adalah novel thriller psikologis yang menggabungkan elemen horor dengan isu sosial yang mendalam, khususnya mengenai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan trauma lintas generasi.
Tokoh utama dalam cerita ini, Anika, adalah seorang desainer grafis yang awalnya bekerja untuk Reza, CEO perusahaan tempatnya bekerja. Hubungan profesional mereka berkembang menjadi hubungan pribadi, yang kemudian berujung pada pernikahan. Namun, kebahagiaan Anika sirna ketika Reza menunjukkan sifat aslinya sebagai suami yang abusif. Kekerasan yang dialami Anika mencapai puncaknya saat ia dipukuli hingga mengalami keguguran.
Dalam kondisi kritis, Anika mencoba mencari pertolongan. Sayangnya, Bibi Santi, satu-satunya keluarga yang dimilikinya, justru menyalahkannya dan menyarankan untuk kembali kepada suaminya. Beruntung, sahabatnya, Desti, segera membawanya ke rumah sakit, menyelamatkan nyawanya meski tidak berhasil menyelamatkan janinnya.
Setelah pulih secara fisik, Anika memutuskan untuk melarikan diri dari Reza dan memulai hidup baru di Yogyakarta. Ia menyewa sebuah rumah kontrakan bernomor 8 yang telah lama kosong. Namun, rumah tersebut ternyata menyimpan rahasia kelam. Anika mulai mengalami gangguan dari sosok hantu perempuan bernama Lastri, yang ternyata juga merupakan korban KDRT.
Kehadiran Lastri sebagai hantu tidak hanya menambah elemen horor dalam cerita, tetapi juga menjadi simbol dari trauma yang belum terselesaikan. Melalui interaksi dengan Lastri, Anika mulai menyadari bahwa ia tidak sendirian dalam penderitaannya dan bahwa ia harus berani menghadapi masa lalunya untuk bisa melangkah maju.
Novel ini juga memperkenalkan karakter Ibnu, seorang pria yang menjadi korban KDRT dari mantan istrinya. Kehadiran Ibnu dalam cerita menunjukkan bahwa korban KDRT tidak hanya perempuan, tetapi juga laki-laki. Mutiarini dengan cermat menggambarkan bagaimana stigma sosial membuat laki-laki korban KDRT enggan untuk mengakui penderitaannya dan mencari bantuan.
Salah satu kekuatan novel ini adalah penggambaran karakter-karakternya yang kompleks dan realistis. Reza, misalnya, digambarkan sebagai pelaku KDRT yang ternyata juga merupakan korban kekerasan dari ayahnya sendiri. Hal ini menunjukkan bagaimana trauma dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya jika tidak diselesaikan dengan baik.
Mutiarini juga berhasil menggambarkan bagaimana lingkungan sosial sering kali tidak mendukung korban KDRT. Bibi Santi, misalnya, mewakili pandangan konservatif yang menganggap bahwa masalah rumah tangga harus diselesaikan secara internal dan tidak boleh diumbar ke luar. Pandangan seperti ini sering kali membuat korban merasa terisolasi dan enggan mencari bantuan.
Gaya penulisan Mutiarini yang lugas dan emosional membuat pembaca mudah terhubung dengan perasaan dan pengalaman para tokohnya. Ia juga berhasil menyisipkan data dan fakta mengenai KDRT di Indonesia, yang menambah kedalaman dan relevansi sosial dari cerita yang disajikan.
Penggunaan angka 8 sebagai nomor rumah Anika juga memiliki makna simbolis. Angka 8 yang menyerupai lambang infinity melambangkan siklus kekerasan dan trauma yang terus berulang jika tidak dihentikan. Hal ini menggarisbawahi pentingnya untuk memutus rantai kekerasan dan menyembuhkan luka masa lalu agar tidak terus diwariskan.
Secara keseluruhan, "Perempuan di Rumah No. 8" adalah novel yang menggugah dan penuh makna. Melalui kisah Anika, Mutiarini mengajak pembaca untuk lebih peka terhadap isu KDRT dan pentingnya dukungan sosial bagi para korban. Novel ini tidak hanya menyajikan cerita yang menarik, tetapi juga memberikan wawasan dan refleksi yang mendalam mengenai realitas sosial yang sering kali tersembunyi di balik dinding rumah.
Bagi pembaca yang tertarik dengan cerita yang menggabungkan elemen horor, psikologi, dan isu sosial, "Perempuan di Rumah No. 8" adalah pilihan yang tepat. Novel ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mengedukasi dan menginspirasi untuk menjadi lebih peduli terhadap sesama.
Identitas Buku
Judul: Perempuan di Rumah No. 8
Penulis: Mutiarini
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tanggal Terbit: 6 Maret 2024
Tebal: 320 Halaman
BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE
Baca Juga
-
Ulasan Novel The Lost Apothecary: Perempuan, Racun, dan Dendam
-
Review Film It Feeds: Teror Trauma yang Mengintai di Balik Pikiran
-
Novel Teori Tawa dan Cara-Cara Melucu Lainnya: Belajar Tertawa dari Luka
-
Ulasan Novel Saha: Perjuangan Identitas di Tengah Penindasan Sosial
-
Ulasan Novel Parade Hantu Siang Bolong:Eksplorasi Budaya Jawa Lewat Ritual
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Film Jalan Pulang: Teror Sosok Misterius yang Penuh Dendam
-
Bukit Pengilon, Spot Healing dengan View Laut Lepas di Jogja
-
Review Film The Unholy Trinity: Western Alegoris yang Kurang Menggigit
-
Review Film Elio: Petualangan Galaksi yang Bikin Hati Meleleh
-
Cinta dalam Sekat: Rindu yang Membawamu Pulang dan Luka Sejarah
Terkini
-
Marselinus Ama Ola Luput dari Panggilan Gerald Vanenburg, Akui Kecewa?
-
Nyaris Sempurna! Ini Alasan Samsung Galaxy S24 FE Wajib Masuk Wishlist Kamu
-
Mandiri Jogja Marathon 2025 Jadi Event Sport Berbalut Kampanye Lingkungan dan Kearifan Lokal
-
Mandiri Jogja Marathon 2025 dan Misi Keberlanjutan Mandiri Looping for Life
-
7 Rekomendasi Kulkas 2 Pintu Hemat Listrik 2025: Gak Cuma Gaya, Tapi Juga Irit Daya!