Kalau kamu pikir semua film horor Indonesia cuma putar-putar soal arwah penasaran dan rumah angker, ‘Penjagal Iblis - Dosa Turunan’ bakal jadi kejutan. Film ini nendang dari sisi cerita, atmosfer, dan yang paling penting tuh keberaniannya mengusung tema yang jarang banget disentuh di layar lebar lokal, yakni tentang sosok pembasmi iblis yang hidup di antara kita.
Disutradarai Tommy Dewo dan diproduksi Screenplay Films bersama Rapi Films & IFI Sinema, dengan Wicky V. Olindo sebagai produser. Penjagal Iblis - Dosa Turunan sudah tayang di bioskop sejak 30 April 2025.
Sekilas tentang Film Penjagal Iblis
Sekilas, film ini masih terasa ada di ranah horor-supranatural, tapi sebenarnya juga bermain di wilayah yang lebih dalam dan gelap: mitologi, trauma, dan spiritualitas yang ekstrem.
Satine Zaneta tampil sebagai Ningrum, gadis 19 tahun yang dituduh melakukan pembunuhan brutal terhadap satu keluarga saat sedang menjalani ruqyah. Satu-satunya yang selamat adalah Ustaz Hari (Eduward Manalu) yang memimpin pengusiran setan itu.
Cerita jadi makin rumit ketika Ningrum bersikeras bahwa dirinya bukan pembunuh, melainkan "Penjagal Iblis"—seseorang yang ditakdirkan membasmi iblis yang menyamar jadi manusia.
Plotnya jadi makin menarik saat Marthino Lio muncul sebagai Daru, si jurnalis skeptis yang mulai menyelidiki kasus ini. Apa yang awalnya hanya investigasi biasa perlahan berubah jadi perjalanan spiritual dan psikologis yang mengerikan.
Daru nggak cuma dihadapkan pada kenyataan tentang Ningrum, tapi juga tentang dirinya sendiri.
Ada juga Niken Anjani yang berperan sebagai Pakunjara, pemimpin sekte pemuja iblis yang jadi musuh utama Ningrum. Sosoknya manipulatif, karismatik, dan penuh aura mengancam. Penampilannya cukup bikin bulu kuduk berdiri, bukan karena make-up seram, tapi karena karakternya yang bisa bikin penonton percaya kalau kejahatan bisa menyamar jadi sosok yang kelihatan suci.
Impresi Selepas Nonton Film Penjagal Iblis
Nonton film ini rasanya kayak diceburin ke dunia yang penuh kabut. Kita nggak tahu mana kenyataan, mana ilusi, dan itu bikin pengalaman menontonnya jadi makin intens.
Aku pribadi cukup kagum dengan cara Tommy Dewo membangun tensi. Nggak banyak loncatan jumpscare murahan, tapi lebih ke teror psikologis dan simbol-simbol agama yang digunakan dengan cukup hati-hati.
Sinematografi film ini juga bagus. Tone-nya dingin dan suram, tapi nggak murahan.
Yang lebih menarik perhatianku terkait gimana film ini memosisikan Ningrum. Dia bukan korban, tapi juga bukan pahlawan. Ada kesan kalau kekuatan yang dia miliki datang dari garis keturunan gelap. Dari sini sub judul: “Dosa Turunan” pun terasa relevan. Film ini kayak lagi ngasih tahu,bahwa kadang, kejahatan dan kebaikan bisa diwariskan, dan yang mewarisi nggak punya banyak pilihan selain bertarung.
Dengan durasi yang padat dan ritme cerita cukup stabil, Film Penjagal Iblis: Dosa Turunan berhasil mencuri jadi salah satu film horor lokal yang tampil beda. Di tengah gempuran film-film horor Indonesia yang kerap mengandalkan formula serupa; entah itu soal rumah tua, hantu perempuan berambut panjang, atau yang isinya Jumpscare doang, film ini tampil berani dengan menggali tajuk yang jarang disentuh.
Kalau kamu termasuk penonton yang sdah bosan dengan horor-horor template dan mau sesuatu yang lebih gelap, lebih berani, dan punya substansi, maka film ini wajib banget buat Sobat Yoursay tonton. Apalagi kalau tertarik dengan cerita soal ritual sesat, kekuatan gaib, serta perjuangan melawan takdir dan dosa turunan.
Catatan penting nih. Ini murni pendapat dari penikmat film yang juga manusia biasa—punya selera, pengalaman nonton, dan preferensi pribadi yang nggak selalu sama dengan kamu. Apa yang menurut aku keren, mungkin buat kamu malah biasa saja. Sebaliknya, yang aku kritik, bisa jadi justru bagian favorit kamu.
Jadi jangan langsung menelan mentah-mentah semua yang aku tulis, ya. Anggap saja ini kayak ngobrol sama teman yang baru saja kelar nonton dan ingin cerita soal apa yang dia rasakan. Bukan berarti kamu harus setuju atau ikut-ikutan suka. Justru, serunya dari sebuah film, itu kan ketika kita bisa punya pandangan sendiri setelah nonton.
Kalau kamu penasaran, mending langsung aja tonton sendiri dan rasakan sendiri pengalamannya. Karena pada akhirnya, film adalah perjalanan personal, dan setiap penonton punya cara sendiri buat menikmatinya. Jadi, percaya sama mata dan perasaanmu sendiri, bukan cuma kata orang.
Selamat nonton ya, Sobat Yoursay. Siapkan mental dan jangan nonton sendirian kalau gampang kepikiran. Ups.
Baca Juga
-
Review Film Mendadak Dangdut: Nostalgia Lama Dibalut Kisah Baru
-
Review Film Thunderbolts*: Sisa-Sisa Harapan dari Semesta Marvel yang Letih
-
Review Film Perang Kota: Drama Sejarah Berani Melangkah Lebih Artistik
-
Review Film April: Saat Keindahan dan Kepedihan Berjalan Beriringan
-
Review Film William Tell: Panah, Perlawanan, dan Drama yang Tampil Beda
Artikel Terkait
-
Sinopsis Thunderbolts*, Geng Antihero yang Terjebak dalam Situasi Buruk
-
Raih Penghargaan Lifetime Achievement, Connie Sutedja Nangis Tersedu
-
Sinopsis The Bhootnii, Film Horor India Terbaru Sanjay Dutt dan Mouni Roy
-
Review Film Mendadak Dangdut: Nostalgia Lama Dibalut Kisah Baru
-
Sinopsis Weapons, Film Horor tentang Hilangnya Sekelompok Anak Karya Sutradara 'Barbarian'
Ulasan
-
Ulasan The Family Experiment: Ketika Anak di Rekayasa Lewat Meta Children
-
Ulasan Novel Highly Unlikely: Ketika Cinta Tumbuh di Tengah Pandemi
-
Desa Wisata Cibuk Kidul, Belajar tentang Sistem Pertanian Mina Padi
-
Review Film Mendadak Dangdut: Nostalgia Lama Dibalut Kisah Baru
-
Ulasan Drama Study Group vs Weak Hero Class 2: Mana yang Lebih Keren?
Terkini
-
Misi Sulit Persib Bandung, Wajib Taklukkan Malut United Demi Pastikan Juara
-
Sinopsis Thunderbolts*, Geng Antihero yang Terjebak dalam Situasi Buruk
-
Bukan Hanya Warna, ZEROBASEONE Ungkap Beragam Emosi Melalui Lagu 'Blue'
-
Media Vietnam Heran Indonesia Berpotensi Ungguli Portugal di Piala Dunia U-17 2025
-
Ada Park Bo Gum dan Kim So Hyun, Drama Good Boy Rilis Foto Pembacaan Naskah