Ada satu hal yang selalu dicari sinefil tiap kali menonton film horor: Apakah hanya akan dikejutkan, atau juga diajak tenggelam dalam ceritanya? Dan jelas, pertanyaan itu pun mencuat ketika menyaksikan Film Pembantaian Dukun Santet yang diproduksi Pichouse Films & MD Pictures.
Film ini disutradarai Azhar Kinoi Lubis berdasarkan thread viral Jeropoint, dan sudah tayang di bioskop kesayanganmu sejak 8 Mei 2025 .
Mengusung bintang-bintang muda: Aurora Ribero sebagai Annisa dan Kevin Ardilova sebagai Satrio di lini pemeran utama.
Film ini sekilas tampak menjanjikan. Apalagi rumah produksi Pichouse Films sebelumnya rajin merilis horor yang agresif secara visual.
Selain Aurora dan Kevin, film ini juga melibatkan aktor pendukung Ariyo Wahab sebagai Ustaz Bagas, yang dalam proses syutingnya bahkan disebut-sebut sampai memperdalam bacaan Al-Quran demi mendalami peran ustaz.
Sekilas tentang Film Pembantaian Dukun Santet
Film Pembantaian Dukun Santet bakal membawa Sobat Yoursay ke sebuah kisah tentang Satrio dan sekelompok anak muda yang mencoba menapaki jalan keimanan di pesantren era 90-an.
Namun, alih-alih mendapatkan ketenangan, mereka justru terseret ke dalam kegelapan yang lebih dalam. Para pemuka agama difitnah sebagai dukun santet lalu dibantai secara keji. Dari situ, kengerian supranatural mulai membayangi mereka. Doa, yang semestinya jadi benteng terakhir, justru jadi pemicu malapetaka.
Impresi Selepas Nonton Film Pembantaian Dukun Santet
Sepanjang ±90 menitan, film ini berjalan dengan tempo yang cepat. Sejak menit-menit awal, aku sudah disuguhi dengan serangan jumpscare yang cukup efektif. Timing-nya bisa dibilang tepat—muncul di saat yang nggak aku duga dan sukses bikin beberapa kali kaget di kursi bioskop.
Dari sisi atmosfer, ‘Pembantaian Dukun Santet’ lumayan berhasil menciptakan suasana yang mencekam, terutama lewat tata suara dan visual hantu yang menyerang secara tiba-tiba.
Namun, setelah beberapa kali terkejut, aku mulai menyadari satu hal yang membuat pengalaman nonton ini terasa kosong: Film ini hanya ingin menakut-nakuti, tanpa benar-benar mengajak aku peduli dengan nasib para karakternya. Ught!
Aku harus akui, akting Aurora Ribero salah satu titik terang di sini. Dia tampil dengan penghayatan yang terasa kuat. Sayangnya, naskah film ini nggak cukup ngasih fondasi karakternya sebagai Annisa yang kokoh. Annisa diposisikan sebagai “penyelamat” dari segala konflik, tapi aku nggak pernah benar-benar diberikan alasan kenapa justru dia yang harus memikul beban itu. Alhasil, perannya terasa janggal di mataku, seolah-olah plot memaksanya menjadi tokoh sentral tanpa proses yang logis.
Di sisi lain, Kevin Ardilova sebenarnya punya potensi untuk tampil menonjol dalam karakternya sebagai Satrio. Aku sempat menaruh harapan pada dinamika antara karakternya dengan tokoh yang diperankan Aurora. Sayangnya, lagi-lagi, chemistry mereka terasa lemah. Hubungan pertemanan yang seharusnya bisa jadi pegangan emosional justru tampak tipis, nyaris seperti formalitas belaka. Nggak ada momen-momen kecil yang bikin aku percaya kalau mereka benar-benar punya ikatan yang kuat.
Hal ini makin diperparah dengan karakter-karakter pendukung yang juga tak digali lebih dalam. Para sahabat, ustaz, dan ustazah yang menjadi bagian penting konflik, semua terasa seperti tempelan. Ya, aku kesulitan buat ikut bersimpati, karena film ini nggak pernah ngasih ruang cukup untuk membangun hubungan yang bermakna di antara mereka.
Yang juga cukup mengganggu sebenarnya terkait judul film ini: Pembantaian Dukun Santet. Dari judulnya, aku membayangkan akan ada narasi besar tentang perburuan atau penghabisan para dukun santet yang menebar teror. Eh, yang terjadi justru sebaliknya: Para pemuka agama-lah yang jadi korban fitnah dan kekerasan. Ini membuat premisnya terasa kurang relevan dengan judul yang dijual di poster.
Dari sisi alur, film ini juga terasa terburu-buru. Narasinya bergerak cepat tanpa pernah benar-benar mengajak aku tenggelam dalam konflik atau memahami latar belakang karakter. Informasi tentang siapa mereka, mengapa konflik ini bermula, semua terasa serba dangkal. Emosi yang seharusnya jadi nyawa cerita malah terasa hambar. Bahkan plot twist yang dihadirkan pun gampang ditebak sejak pertengahan film.
Dan ketika sampai di ending, aku dibiarkan dengan perasaan kurang puas. Nggak ada penutupan yang ngasih dampak emosional, nggak ada klimaks yang benar-benar meledak.
Sayang sekali, karena dengan materi cerita yang mengangkat isu fitnah dan keimanan, film ini sebenarnya punya potensi besar. Hanya saja, Film Pembantaian Dukun Santet terlalu sibuk menjual teror visual, sampai lupa menanamkan jiwa dalam ceritanya.
Skor: 1,5/5
Baca Juga
-
Review Film The Surfer: Semacam Studi Karakter yang Suram
-
Review Film Bonjour Tristesse: Adaptasi yang Lebih Kalem dan Nyeni
-
Review The Four Seasons: Penuh Bintang tapi Rasanya Kosong
-
Review Vulcanizadora: Film Indie ala Meditasi Gelap tentang Hidup
-
Review Film Pavements: Yang Nggak Mau Jadi Dokumenter Musik Biasa
Artikel Terkait
-
Review Film Wonderland: Kisah Haru di Balik Teknologi yang Canggih
-
Rilis 14 Mei, Final Destination: Bloodlines Tak Ada Pemotongan Adegan
-
Dapat Izin Remake, Produser Film Parasite Siap Garap Agak Laen Versi Korea
-
Review Vulcanizadora: Film Indie ala Meditasi Gelap tentang Hidup
-
Review Film Pavements: Yang Nggak Mau Jadi Dokumenter Musik Biasa
Ulasan
-
Review Film The Surfer: Semacam Studi Karakter yang Suram
-
Review Outer Banks, Petualangan Remaja Mencari Harta Karun Legendaris
-
Ariana Grande Bahas Kekuatan Cinta Lewat Lagu Supernatural
-
4 Rekomendasi Buku Tetralogi Karya Ilana Tan yang Wajib Kamu Baca
-
Ulasan Novel A Place Called Perfect: Rahasia Tersembunyi di Kota Perfect
Terkini
-
6 Look Rambut Pendek ala Wendy Red Velvet, dari Cute sampai Edgy!
-
Top 5 Series Vidio Terbaru yang Wajib Masuk Watchlist, Sudah Nonton?
-
Hanya Jadi Cadangan Abadi, Waktunya Nathan Tjoe-A-On untuk Tinggalkan Swansea!
-
Bakal Berlangsung Sengit! Ada 3 Alasan Mengapa Indonesia Harus Kalahkan China di Bulan Juni Nanti
-
P1Harmony Unjuk Rasa Percaya Diri yang Meluap-luap di Lagu Terbaru 'DUH!'