Jujur, sudah terlalu sering menemui series remaja yang lebih sibuk menciptakan drama besar. Misalnya, mengisahkan pembunuhan, kecelakaan besar, bahkan seputra drama kiamat kecil. Rasanya sedikit sekali series remaja yang secara jujur menggambarkan masa muda yang kompleks tapi dikisahkan secara sederhana.
Syukurnya ada ‘Forever’, series garapan Mara Brock Akil, mencuat bak angin segar yang tayang di Netflix sejak 8 Mei 2025 dan diadaptasi dari novel karya Judy Blume, bisa dibilang Series Forever nggak asal digarap. Series ini berhasil menghidupkan kisah cinta klasik dalam lanskap Los Angeles tahun 2018, dengan dua remaja kulit hitam sebagai pusatnya.
Sebuah kisah coming-of-age yang terasa begitu tulus, hangat, dan relevan. Yeay!
Sekilas tentang Series Forever
Series ini menampilkan Keisha Clark (diperankan Lovie Simone), gadis tangguh yang dulunya bersekolah di SMA elite hingga dirinya keluar karena kasus bullying. Selepas itu, dirinya harus berjuang di sekolah baru yang biaya pendidikannya nyaris nggak terjangkau sama ibunya, Shelly (Xosha Roquemore).
Di sisi lain, ada Justin Edwards (Michael Cooper Jr.), cowok populer yang tampak sempurna di luar, anak orang kaya dan jago main basket, tapi diam-diam bergulat dengan disleksia dan tekanan ekspektasi keluarga.
Justin dan Keisha bertemu di pesta Tahun Baru, dan dari sanalah percikan kecil tumbuh menjadi kisah cinta yang pelan-pelan merangkul banyak hal: Tentang ras, kelas sosial, keluarga, hingga pencarian jati diri.
Asli, ini menarik banget! Lalu, bagaimana dengan kesan selepas nonton keseluruhan episode series ini? Yuk, kepoin lagi!
Impresi Selepas Nonton Series Forever
Aku merasakan betul bagaimana Series Forever begitu berhati-hati dan penuh cinta dalam membangun dunianya. Sutradara Mara Brock Akil, yang sebelumnya bikin ‘Girlfriends’ dan ‘The Game’, jelas paham betul bagaimana merepresentasikan kehidupan remaja kulit hitam tanpa jatuh pada stereotip semata.
Setiap detailnya terasa khas. Mulai dari karya seni di rumah keluarga Edwards, dialog Keisha yang menyebut-nyebut statistik universitas Howard, sampai cara kamera menampilkan Los Angeles lewat unggahan Instagram tokoh-tokohnya. Kota itu hidup lewat sudut pandang mereka, jadi terasa nggak cuma latar yang kosong.
Series ini berhasil dan berani menjaga ceritanha tetap dibuat mini (sederhana) tapi terasa begitu mendalam.
Nggak ada plot twist dramatis yang dipaksakan. Alih-alih, Series Forever justru membedah ketegangan sehari-hari yang nyata bagi remaja kulit hitam di Amerika.
Justin, misalnya, harus belajar, meski dirinya "anak baik", dunia bisa saja melihatnya sebagai ancaman hanya karena warna kulitnya. Sementara Keisha, sebagai gadis kulit hitam, berkali-kali dihadapkan pada kenyataan pahit kalau dirinya tuh sosok paling rentan di ruang mana pun dirinya berada.
‘Forever’ pun ada banyak momen ringan, lucu, dan manis yang membuat aku tersenyum sendiri. Hubungan Keisha dan Justin terasa sangat hidup. Kadang mereka suka manja, kekanak-kanakan, kadang dewasa sebelum waktunya. Mereka bertengkar, berdamai, saling belajar, dan mereka juga mengeksplorasi soal seksualitas, seperti yang penulis Judy Blume tulis di novelnya.
Akting para bintang utamanya juga oke-oke. Lovie Simone dan Michael Cooper Jr. berhasil menciptakan chemistry yang natural. Serius, aku benar-benar percaya mereka adalah dua anak muda yang jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Hal menarik lainnya, ‘Forever’ nggak lupa menampilkan keragaman dalam komunitas kulit hitam sendiri. Justin berasal dari keluarga Afrika-Amerika mapan, sementara Keishai berdarah Karibia dari ayahnya yang keturunan Dominika.
Sepanjang delapan episode yang berdurasi sekitar satu jam tiapnya, aku seperti diajak ikut tumbuh bersama Keisha dan Justin. Aku ikut merasakan getirnya perpisahan, hangatnya pelukan, getir manisnya pencarian makna cinta pertama. Dan ketika series ini menutup kisahnya, ada semacam rasa puas karena dua karakter utamanya, meski masih remaja, sudah menjalani perjalanan besar untuk menemukan diri mereka sendiri.
Bagiku series ini wajib ditonton!
Skor: 4/5
Baca Juga
-
Review Film Only Yesterday: Sebuah Perjalanan yang Menyentuh Jiwa
-
Review Film Duplicity: Permainan Plotnya Kurang Matang
-
Review Film Swamp Dogg Gets His Pool Painted: Absurd, Nyentrik, tapi Unik!
-
Review Film When Marnie Was There: Menghanyutkan dan Menyentuh
-
Jeropoint Debut Sutradara Lewat Film Horor Jalan Pulang, Yakin Seram?
Artikel Terkait
-
Top 5 Series Vidio Terbaru yang Wajib Masuk Watchlist, Sudah Nonton?
-
Review Outer Banks, Petualangan Remaja Mencari Harta Karun Legendaris
-
Penn Badgley: Aktor Serial 'You' Penganut Baha'i Ternyata Rajin Baca dan Memahami Al Quran
-
Review The Four Seasons: Penuh Bintang tapi Rasanya Kosong
-
Sutradara Weak Hero Class Buka Suara Soal Unsur Bromance di Serialnya
Ulasan
-
Review Novel The Lion Above the Door: Kisah Anak Mengungkap Sejarah yang Terlupakan
-
Ameku Takao no Suiri Karte: Ketika Logika dan Intuisi Bersatu Membongkar Penyakit Misterius
-
Ulasan Novel The Do-Over: Perjalanan Lily Lee Mencari Jati Diri yang Baru
-
Pantai Kamali, Wisata Ikonik dengan Patung Kepala Naga di Bau-Bau
-
We Can't Be Friends: Ariana Grande Utarakan Sulitnya Berteman dengan Mantan
Terkini
-
Program Pembinaan Siswa "Nakal" ala Dedi Mulyadi: Haruskah Cara Militer?
-
DurasiKontrak Segera Resmi Berakhir, ke Mana Elkan Baggott Lanjutkan Karier Profesionalnya?
-
Petinggi Hollywood Kumpul Cari Upaya untuk Hadapi Tarif Film Trump
-
Berperan Ganda, Park Bo Young Ungkap Perannya di Our Unwritten Seoul
-
6 Inspirasi Casual Look ala Jerome Polin untuk Tampil Stand Out All Day