Di tahun 1987, ada perempuan muda berdiri di atas panggung Oscar, menggenggam piala emas pertamanya, dan menyampaikan pidato kemenangan lewat bahasa isyarat. Dialah Marlee Matlin, aktris tunarungu pertama, yang hingga kini satu-satunya peraih Academy Award untuk kategori Aktris Terbaik lewat Film Children of a Lesser God. Dunia seolah-olah terperangah, sebagian karena penampilannya yang luar biasa, sebagian lagi karena mereka nggak nyangka suara bisa datang dalam bentuk yang berbeda.
Kini, hampir empat dekade kemudian, Marlee kembali jadi pusat perhatian. Bukan lewat film fiksi, tapi lewat sebuah dokumenter penuh cinta dan kedalaman emosional berjudul: ‘Marlee Matlin - Not Alone Anymore’. Disutradarai Shoshannah Stern (yang juga kreator dan aktris tunarungu) di bawah naungan kolaboratif antara Signlight Pictures dan Fremantle Documentaries, dengan durasi ±98 menit yang terasa personal sekaligus monumental.
Sekilas tentang Film Marlee Matlin - Not Alone Anymore
Film dokumenter ini bukan sekadar kilas balik perjalanan karir Matlin, melainkan gambaran menyeluruh tentang identitasnya, advokasi, dan harapan masa depannya. Dimulai dari masa kecil sang aktris (gadis tunarungu) yang tumbuh dalam kehidupan biasa saja, hingga menjadi figur publik yang menggunakan ketenarannya untuk memperjuangkan aksesibilitas, inklusi, dan representasi Deaf culture di dunia hiburan.
Melalui cuplikan arsip, wawancara, dan momen intim antara Matlin dan sang sutradara, kita akan diajak menyusuri perjuangannya menembus stereotip Hollywood, trauma masa lalu yang tersembunyi di balik sorotan media, serta hubungannya dengan sesama pejuang dalam komunitas tunarungu.
Jajaran narasumber film ini nggak main-main. Selain Matlin sendiri, kita juga mendengar cerita dari sutradara Film Children of a Lesser God (Randa Haines), sutradara Film CODA (Siân Heder), hingga penulis skenario ternama Aaron Sorkin. Semua hadir bukan untuk mengagungkan Matlin, melainkan untuk menunjukkan betapa pengaruhnya menyentuh berbagai lini industri hiburan.
Semenarik itu deh. Lalu, bagaimana dengan performa filmnya? Sini kepoin bareng!
Impresi Selepas Nonton Film Marlee Matlin - Not Alone Anymore
Aku lho merasa, Film Marlee Matlin - Not Alone Anymore bukan film yang sekadar ingin dikagumi, tapi sebenarnya juga ingin dimengerti.
Dokumenter ini dituturkan dengan bahasa visual yang hangat dan inklusif. Dialognya sebagian besar disampaikan lewat American Sign Language (ASL), dengan caption berwarna yang dirancang nggak cuma untuk membantu yang nggak memahami ASL, tapi juga untuk memandu bagaimana diriku memaknai ekspresi dan nuansa dalam percakapan yang nggak bersuara itu.
Aku terkesan dengan cara Sutradara Shoshannah Stern menghadirkan dokumenter ini kayak percakapan sesama sahabat. Nggak ada gaya narator yang menggurui atau dramatisasi berlebihan. Ya, dia membiarkan Marlee Matlin menceritakan kisahnya dengan caranya sendiri, termasuk bagian-bagian hidup yang menyakitkan. Misalnya, kekerasan dalam hubungan dengan William Hurt atau dunia industri film yang hanya menganggapnya ‘unik’ alih-alih berbakat.
Yang paling bikin diriku salut tuh, film ini memperlihatkan bagaimana Marlee terlibat dalam gerakan Deaf President Now! di Gallaudet University, bagaimana dirinya berbicara di hadapan Kongres demi mendorong kebijakan captioning di TV dan film, dan bagaimana dirinya membuka jalan buat aktor dan aktris tunarungu generasi berikutnya.
Film ini pun mengangkat sejarah panjang pengucilan anak-anak tunarungu dalam sistem pendidikan dan media.
Di penghujung film, ada satu kalimat dari pidato kelulusan Marlee Matlin yang terus terngiang: “The handicap of Deafness does not lie in the ear, but in the mind of those who wish to handicap me.” Kalimat itu jelas bukan sebatas pernyataan, tapi ajakan.
Aku bahagia banget bisa menyaksikan kisah seseorang yang bukan hanya membuktikan kemampuannya, tapi juga mengubah struktur tempat dirinya
Dan begitu film ini selesai, aku langsung mencari ulang film-filmnya, dari ‘Children of a Lesser God’, ‘The West Wing’, hingga ‘CODA’. Menyentuh banget deh!
Skor: 4/5
Tag
Baca Juga
-
Review Film My Mom Jayne: Surat Cinta Mariska Hargitay untuk Sang Ibu
-
Luka, Pemulihan, dan Persahabatan, dalam Film Sorry, Baby
-
Review Film Adult Best Friends: Masih Bisa Ketawa Sobatmu Nikah Duluan?
-
Review Film Short Term 12: Luka Enggak Terlihat, dan Harapan yang Tumbuh
-
Review Film Sorry I Killed You: Semua Karakter Sama-Sama Bodohnya!
Artikel Terkait
-
Jawaban Sutradara soal Peluang Digarapnya Sekuel Film F1: Itu Tergantung
-
Bertabur Bintang, Intip Teaser Film Eden yang Diangkat dari Kisah Nyata
-
8 Dinosaurus Mengerikan yang Akan Muncul di Film Jurassic World Rebirth
-
Review Film My Mom Jayne: Surat Cinta Mariska Hargitay untuk Sang Ibu
-
Urutan Film Jurassic Park Hingga Jurassic World: Rebirth, Begini Kronologi Lengkapnya!
Ulasan
-
Ulasan Buku Ada tapi Tak Dianggap, Sebuah Pelukan untuk Jiwa yang Terluka
-
Persaingan Seru Zenitendo vs. Tatarimedo di Novel Toko Jajanan Ajaib Zenitendo 7
-
This Is Me Letting You Go: Buku Mengajarkan Cara Melepaskan dengan Tenang
-
Ulasan Serial Ironheart: Kisah Pahlawan Gen Z yang Penuh Aksi dan Inspirasi
-
Review Film My Mom Jayne: Surat Cinta Mariska Hargitay untuk Sang Ibu
Terkini
-
NCT Dream Hadirkan Kembali First Love Series di Album Go Back To The Future
-
McLaren Terlalu Tangguh, Red Bull Kubur Harapan Raih Gelar Musim Ini
-
Jawaban Sutradara soal Peluang Digarapnya Sekuel Film F1: Itu Tergantung
-
5 Alasan Anime Wind Breaker Harus Lanjut ke Season 3, Dinantikan Penggemar!
-
Mahasiswa dan Detik-Detik Terakhir: Budaya Deadline atau Kurangnya Urgensi?