Dalam budaya Jepang, hidup bukan hanya tentang keberhasilan besar atau pencapaian luar biasa, tapi tentang bagaimana kita menemukan kedamaian dalam hal-hal kecil dan sederhana.
A Little Book of Japanese Contentments karya Erin Niimi Longhurst adalah sebuah undangan untuk kembali ke akar kebahagiaan, rasa cukup, kehadiran, dan keterhubungan dengan diri sendiri.
Melalui buku ini, Longhurst merangkum beragam filosofi Jepang yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari cara hidup masyarakatnya. Mulai dari menjaga kesehatan tubuh, pikiran, hingga membangun suatu kebiasaan baik, semuanya dibahas disini.
Semuanya ditulis dengan lembut, jujur, dan menyentuh. Ia tidak menjanjikan solusi instan atau resep ajaib untuk hidup yang lebih bahagia. Justru disini ia mencoba berbagi pengalaman dan pemahamannya tentang tradisi Jepang.
Buku ini terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu kokoro (hati dan pikiran), karada (tubuh), dan shukanka (kebiasaan).
Di bagian pertama, kita diajak mengenal konsep-konsep seperti ikigai (alasan untuk hidup), wabi-sabi (keindahan dalam ketidaksempurnaan), dan kintsugi (seni memperbaiki keramik yang pecah dengan emas sebagai bentuk menerima luka dan menjadikannya berharga).
Filosofi-filosofi ini terasa begitu menyentuh karena ditulis dengan cara yang sederhana namun sarat makna. Bahkan saat hidup terasa berantakan, pemahaman ini memberi ruang untuk berdamai.
Yang membuat buku ini begitu menarik bukan hanya apa yang disampaikan, tapi bagaimana cara Erin Niimi Longhurst membawakannya. Gaya penulisannya terasa hangat dan jujur, seolah kita sedang berbicara dengan seseorang yang ingin menemani, bukan mengajari.
Ia menyelipkan berbagai kisah pribadi: kenangan masa kecil di Jepang, pengalaman belajar di sekolah Jepang, hingga obrolan-obrolan hangat bersama keluarganya. Semua itu memberi warna dan kedalaman tersendiri pada isi buku.
Salah satu bagian yang cukup berkesan adalah bagian karada, yang membahas tentang tubuh. Di sini kita bisa melihat bagaimana budaya Jepang memandang pentingnya keseimbangan fisik sebagai bagian tak terpisahkan dari kebahagiaan dan ketenangan hidup.
Di sini, Longhurst memperkenalkan praktik seperti shinrin-yoku (mandi hutan), ikebana (seni merangkai bunga), dan pentingnya merawat tubuh dengan penuh kesadaran. Semuanya ditulis tidak sebagai beban, melainkan sebagai cara untuk kembali terhubung dengan diri sendiri dan alam sekitar.
Selain itu, buku ini juga memberikan banyak tips kecil yang mudah diterapkan dalam keseharian, tanpa terasa mengintimidasi.
Justru di sanalah letak kekuatan buku ini. Penulis mengingatkan kita bahwa kebahagiaan bisa tumbuh dari hal-hal kecil yang sering kita abaikan, bukan semata dari pencapaian besar.
Tak hanya isinya yang penuh makna, visual buku ini juga cukup menarik untuk dilihat. Hal ini tentu menambah kesenangan tersendiri saat membacanya.
Ilustrasi dan tata letak yang cantik membuat membaca buku ini menjadi pengalaman yang menyenangkan dan menenangkan. Rasanya seperti membuka halaman demi halaman jurnal pribadi yang penuh warna dan kehangatan.
A Little Book of Japanese Contentments bukan hanya buku bacaan ringan, tapi juga semacam panduan hidup yang membumi dan bisa diterapkan siapa saja, di mana saja.
Ini mengingatkan kepada kita semua bahwa tidak selalu mencapai hal-hal besar terlebih dahulu untuk membuat hidup jadi lebih bermakna.
Kadang, cukup dengan duduk tenang, menghargai momen sekarang, dan menyadari bahwa hidup ini sendiri sudah cukup berharga.
Bagi siapa pun yang sedang mencari inspirasi untuk hidup lebih selaras, lebih sederhana, dan lebih penuh rasa syukur, buku ini layak untuk dimiliki. Ia mungkin kecil secara ukuran, tapi pesannya begitu dalam dan akan tinggal lama di hati pembacanya.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Serunai Maut II, Perang Terakhir di Pulau Jengka dan Simbol Kejahatan
-
Serunai Maut: Ketika Mitos, Iman, dan Logika Bertarung di Pulau Jengka
-
Refleksi Diri lewat Berpayung Tuhan, Saat Kematian Mengajarkan Arti Hidup
-
Ketika Omelan Mama Jadi Bentuk Kasih Sayang di Buku Mama 050
-
Novel Semesta Terakhir untuk Kita: Ketika Ego dan Persahabatan Bertarung
Artikel Terkait
-
6 Series Jepang Tayang Paruh Kedua 2025 di Netflix, Ada Alice in Borderland Season 3
-
Ulasan Buku Safety at Home: Panduan Praktis untuk Hidup Lebih Aman
-
Ulasan Buku Wabi Sabi: Filosofi Jepang Menyikapi Hidup Tak Sesuai Rencana
-
The Book of Ichigo Ichie: Bukan Sekadar Hidup, Tapi Menghidupi Setiap Momen
-
Penulisan Ulang Sejaran dengan Tone Positif: Bagaimana Nasib Buku Kiri?
Ulasan
-
Membaca Drama 'Genie, Make a Wish' Lewat Lensa Pengasuhan Kolektif
-
Review Film Ballad of a Small Player: Visual Ciamik tapi Kesan Akhir Kosong
-
The Principles Of Power: Rahasia Memanipulasi Orang Lain di Segala Situasi
-
Review Film Dongji Rescue: Kisah Heroisme Lautan yang Menggetarkan
-
Les Temptes de la Vie: Ketika Musik, Paris, dan Badai Hidup Menyatu
Terkini
-
Sosok Benjamin Paulus Octavianus, Dokter Spesialis Paru yang Jadi Wamenkes
-
Auto Ganteng Maksimal! 3 Ide Outfit Keren ala Mas Bree yang Bisa Kamu Tiru
-
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2025: Kesehatan Mental Hak Semua Orang
-
Harus Diakui, Timnas Indonesia Kerap Kehilangan Identitas Permainan di Era Patrick Kluivert
-
Curhatan Anya Geraldine, Sering Dikirimi Video Siksa Kubur oleh Sang Ibu