Menurut filosofi Jepang yang disebut ichigo ichie, setiap momen dalam hidup ini hanya datang sekali. Jika kejadian itu sudah berlalu, maka tidak bisa diulang.
Lewat buku The Book of Ichigo Ichie, Héctor García dan Francesc Miralles mengajak kita untuk kembali hadir sepenuhnya dalam hidup.
Dengan bahasa yang ringan namun menyentuh, keduanya membagikan pelajaran tentang bagaimana cara meresapi hidup secara utuh, bukan esok, bukan kemarin, tapi hari ini, detik ini.
Frasa ichigo ichie sendiri biasa digunakan di Jepang sebagai pengingat bahwa setiap pertemuan, sekecil apa pun, adalah momen yang berharga dan tak akan terjadi dua kali dengan cara yang persis sama.
Tentu! Berikut versi kalimat yang telah diolah ulang agar terasa lebih alami, manusiawi, dan tidak terkesan buatan mesin:
Alih-alih terus dikejar waktu atau terjebak dalam rutinitas yang serba otomatis, buku ini mengajak kita untuk benar-benar hadir—seolah-olah setiap momen adalah yang terakhir kalinya.
Salah satu pembelajaran menarik dari buku ini adalah mengenai sebuah pengalaman yang ternyata begitu berharga. Bahkan hal kecil yang sering terlewatkan pun punya makna tersendiri.
Entah itu sekedar obrolan ringan dengan teman, keluarga, orang di jalanan, daratau ketika kita sedang sendiri. Semuanya bisa menjadi istimewa, asalkan kita hadir sepenuh hati di dalamnya.
Kita diajak untuk membuka mata dan hati terhadap kesempatan yang datang, karena bisa jadi, itu adalah peluang yang tak akan terulang.
Buku ini juga mengajak kita menemukan dan merawat gairah hidup. Bukan hanya menentukan apa yang menjadi tujuan kita, tapi tentang hal-hal kecil yang membuat hidupmu jadi lebih berwarna.
Menikmati secangkir teh, mendengarkan musik, berjalan kaki tanpa tujuan. Semuanya bisa jadi pengalaman yang bermakna jika kita melakukannya dengan penuh kesadaran.
Dari situ kita disadarkan bahwa yang benar-benar berarti bukanlah berapa lama lagi kita akan hidup, tapi bagaimana kita memilih untuk mengisi hidup ini, hari demi hari.
Ini mengingatkan kita bahwa kualitas hidup tidak selalu diukur dari pencapaian besar, tapi dari bagaimana kita menikmati hari-hari kecil kita.
Menjadi diri sendiri dan merayakan ketidaksempurnaan juga menjadi bagian penting dari filosofi ini. Kita tidak perlu menjadi sosok yang ideal di mata orang lain. Dengan menerima kekurangan dari diri kita, justru membuat kita menjadi lebih bahagia.
Kehidupan, sebagaimana adanya, jarang berjalan sesuai rencana. Banyak hal yang tak bisa diprediksi, dan itu bukan hal buruk.
Sayangnya, kita terlalu sering hidup di kepala sendiri, terjebak dalam penyesalan masa lalu atau kekhawatiran tentang masa depan.
Buku ini mengajak kita untuk benar-benar merasakan hidup di setiap detik yang sedang berlangsung. Ketika kita bisa hadir seutuhnya di saat ini, dalam kondisi apapun, di situlah letak makna sesungguhnya dari menjalani hidup.
Gaya bahasa buku ini cukup ringan, sehingga mudah dicerna, tapi tetap mengandung kedalaman yang membuat kita merenung. Ia mengingatkan kita akan nilai dari kehadiran, dari kesadaran, dari menikmati yang ada tanpa terburu-buru ingin lebih.
Jika kamu pernah merasa hidup ini berjalan terlalu cepat atau kamu merasa lelah karena terus-menerus mengejar sesuatu yang belum jelas bentuknya, buku ini bisa jadi titik henti yang menyegarkan.
Bacalah buku ini secara perlahan, resapi pesannya, dan mungkin kamu akan mulai melihat dunia dengan cara yang sedikit berbeda, lebih lembut, lebih tenang, dan lebih penuh rasa syukur.
Baca Juga
-
Serunai Maut II, Perang Terakhir di Pulau Jengka dan Simbol Kejahatan
-
Serunai Maut: Ketika Mitos, Iman, dan Logika Bertarung di Pulau Jengka
-
Refleksi Diri lewat Berpayung Tuhan, Saat Kematian Mengajarkan Arti Hidup
-
Ketika Omelan Mama Jadi Bentuk Kasih Sayang di Buku Mama 050
-
Novel Semesta Terakhir untuk Kita: Ketika Ego dan Persahabatan Bertarung
Artikel Terkait
-
Sirah Cinta Tanah Baghdad, Ketika Balas Budi Harus Tahu Batas
-
Temukan Ketenangan Jiwa di Buku Istirahatkan Dirimu dari Kesibukan Duniawi
-
Viral! Banjir di Underpass MM2100 Cikarang, Anak-Anak Malah Asyik Berenang
-
Ulasan Buku Hello, Habits: Mejadi Versi Terbaik Diri Lewat Kebiasaan Kecil
-
Trump Gebrak Lagi! AS Tarik Tarif Impor 25% dari Jepang & Korsel, Apa Dampaknya?
Ulasan
-
Membaca Drama 'Genie, Make a Wish' Lewat Lensa Pengasuhan Kolektif
-
Review Film Ballad of a Small Player: Visual Ciamik tapi Kesan Akhir Kosong
-
The Principles Of Power: Rahasia Memanipulasi Orang Lain di Segala Situasi
-
Review Film Dongji Rescue: Kisah Heroisme Lautan yang Menggetarkan
-
Les Temptes de la Vie: Ketika Musik, Paris, dan Badai Hidup Menyatu
Terkini
-
Harga Emas Antam Turun Rp9.000: Saatnya Beli atau Tunggu Lagi?
-
4 OOTD Simple Leya Princy, Pemain Film Rangga dan Cinta Wajib Kamu Coba!
-
Terjerat Kasus Narkoba, Ini Deretan Sinetron yang Jadi Kejayaan Ammar Zoni
-
Meski Dikalahkan Arab Saudi, Timnas Indonesia Masih Bisa Jadi Juara Grup dan Lolos Otomatis!
-
Kampus Sebagai Ruang Kritik: UPNVJ Bedah Teori Kritis dan Ideologi Media