Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Ryan Farizzal
Tangkapan layar poster yang diambil dari trailer film Rahasia Rasa (youtube.com/Vont News)

Film Rahasia Rasa karya Hanung Bramantyo, yang rilis pada 20 Februari 2025, hadir sebagai angin segar di tengah gempuran film horor dan aksi di perfilman Indonesia. Mengusung tema kuliner yang dibalut drama, romansa, dan sentuhan sejarah, film ini mengajak penonton menyelami kekayaan kuliner Nusantara lewat kisah yang emosional.

Dengan durasi 2 jam 1 menit, Rahasia Rasa menawarkan petualangan rasa yang nggak cuma bikin perut keroncongan, tapi juga menggali makna identitas dan nostalgia. Tapi, apakah film ini benar-benar sukses memadukan semua elemen itu? Yuk, langsung simak aja ulasan berikut!

Rahasia Rasa berpusat pada Ressa (Jerome Kurnia), seorang chef berbakat yang jago meracik masakan Italia, tapi punya trauma aneh: mual tiap mencium aroma bumbu Nusantara. Kariernya yang cemerlang tiba-tiba ambruk setelah kecelakaan membuatnya kehilangan indra pengecap.

Dalam keputusasaan, Ressa pulang ke kampung halamannya dan bertemu kembali dengan Tika (Nadya Arina), sahabat masa kecil yang kini mengelola wisata kuliner.

Bersama, mereka menyelami buku legendaris Mustika Rasa, sebuah warisan resep Nusantara yang digagas Soekarno pada 1964, untuk memulihkan indera Ressa dan mengungkap rahasia kelam di balik buku tersebut.

Ceritanya sendiri terinspirasi dari buku Mustika Rasa, yang berisi 1.600 resep masakan Nusantara, dikumpulkan untuk memperkuat identitas budaya dan kedaulatan pangan Indonesia.

Film ini nggak cuma soal makanan, tapi juga menyentuh sejarah kelam, seperti pembunuhan massal era 1960-an dan kerusuhan 1998, yang terhubung dengan keluarga Tika.

Elemen konspirasi dan misteri ini bikin Rahasia Rasa terasa seperti film petualangan ala The Da Vinci Code, tapi dengan bumbu lokal yang kental.

Ulasan Film Rahasia Rasa

Tangkapan layar salah satu adegan di trailer film Rahasia Rasa (youtube.com/Vont News)

Salah satu kekuatan utama film ini adalah sinematografinya. Pengambilan gambar close-up pada proses memasak, mulai dari irisan bawang hingga tumisan rempah, bikin aku pengin buru-buru ke dapur.

Warna-warna cerah dari bahan-bahan lokal seperti kunyit, cabai, dan daun pandan ditampilkan dengan estetika yang memanjakan mata. Adegan masak mangut ikan asap atau sate khas Nusantara sukses bikin air liur menetes.

Hanung juga pintar memadukan tone hangat untuk nuansa nostalgia dengan pencahayaan dramatis saat cerita beralih ke sisi misteri.

Jerome Kurnia sebagai Ressa tampil cukup meyakinkan, meski karakternya kadang terasa klise sebagai “pria sukses yang terpuruk”. Nadya Arina sebagai Tika mencuri perhatian dengan chemistry alami dan emosi yang kuat, terutama di adegan konfrontasi dengan Ressa.

Pemain pendukung seperti Slamet Rahardjo (Subroto) dan Yati Surachman (Mbah Wongso) juga menambah bobot emosional, dengan akting yang terasa tulus. Sayangnya, karakter pendukung seperti Dinda (Valerie Thomas) dan Alex (Ciccio Manassero) kurang digali, sehingga peran mereka terasa seperti pemanis cerita belaka.

Hanung Bramantyo patut diacungi jempol karena berani mengangkat tema kuliner yang jarang disentuh di perfilman Indonesia. Rahasia Rasa bukan cuma soal makanan, tapi juga tentang bagaimana kuliner bisa jadi jembatan budaya, sejarah, dan emosi.

Film ini sukses menggambarkan betapa kaya dan beragamnya masakan Nusantara, dari mangut lele Jogja hingga rendang Padang. Elemen sejarah, seperti inisiatif Soekarno untuk Mustika Rasa dan konteks politik era 1960-an, menambah kedalaman cerita tanpa terasa menggurui.

Sayangnya, Rahasia Rasa terjebak dalam ambisi untuk memadukan terlalu banyak elemen: drama, romansa, sejarah, dan thriller konspirasi. Akibatnya, narasi sering kehilangan fokus. Misalnya, konflik personal Ressa dan trauma masa lalunya terasa dipaksakan dan kurang terekplorasi mendalam.

Bagian thriller konspirasi, meski menarik, kadang terasa dibuat-buat dan nggak nyambung dengan tema kuliner. Alur cerita juga cenderung melambat di tengah, terutama saat eksposisi sejarah jadi terlalu dominan, membuat penonton mungkin merasa seperti nonton dokumenter ketimbang drama.

Di balik kekurangannya, Rahasia Rasa punya pesan kuat: makanan bukan cuma soal rasa, tapi juga cerita, kenangan, dan identitas. Film ini mengajak kita menghargai warisan kuliner Nusantara yang sering terlupakan di tengah gempuran makanan cepat saji.

Kisah Ressa dan Tika juga jadi pengingat bahwa terkadang, untuk menemukan kembali “rasa” dalam hidup, kita perlu kembali ke akar dan orang-orang yang kita sayangi.

Rahasia Rasa adalah tontonan yang menyenangkan buat kamu yang suka drama emosional dengan sentuhan budaya lokal. Visual makanan yang menggoda dan cerita tentang pencarian jati diri bikin film ini layak ditonton, apalagi kalau kamu penggemar kuliner atau pengin nostalgia dengan masakan tradisional.

Tapi, jangan harap film ini bakal se-epik film petualangan internasional atau punya narasi yang super rapi. Buat kamu yang lebih suka cerita ringan dengan bumbu sejarah, film ini bakal terasa pas di hati.

Rahasia Rasa adalah perpaduan unik antara kuliner, sejarah, dan emosi yang disajikan dengan visual memikat. Meski kadang terlalu ambisius dan kehilangan fokus, film ini tetap sukses bikin kita bangga dengan kekayaan kuliner Indonesia.

Jadi, siap-siap bawa tisu buat nangis dan perut kosong biar nggak ngiler pas nonton! Film ini tersedia di bioskop sejak 20 Februari 2025 dan kini juga bisa ditonton di Netflix mulai 3 Juli 2025. Yuk, nikmati perjalanan rasa ini! Untuk rating secara priadi aku beri 7/10.

FYI, kalau kamu pengin tahu lebih banyak soal Mustika Rasa, cek bukunya di perpustakaan atau cari edisi digitalnya. Buku ini beneran warisan budaya yang keren!

Ryan Farizzal