Setelah jatuh cinta pada The Proudest Blue, saya penasaran dengan kelanjutan kisah Faizah dan Asiya. Dan benar saja, The Kindest Red: A Story of Hijab and Friendship, karya Ibtihaj Muhammad dan S.K. Ali hadir sebagi buku keduanya.
Dalam The Kindest Red, kita kembali mengikuti Faizah, si adik yang manis dan penuh imajinasi. Ceritanya dimulai di sekolah saat guru Faizah bertanya kepada murid-muridnya, “Kalau kamu bisa mengubah dunia, kamu ingin seperti apa?” Pertanyaan ini memicu Faizah untuk merenung.
Ia ingin dunia yang penuh kebaikan, kasih sayang, dan semua orang saling mendukung satu sama lain.
Kali ini, Faizah mengenakan gaun merah yang dipinjam dari kakaknya untuk foto sekolah. Ia sangat percaya diri mengenakan gaun itu. Karena menurutnya, warnanya terlihat sangat cantik.
Bersama sahabatnya, Sophie, Faizah mulai mempraktikkan hal-hal kecil yang bisa membawa kebaikan ke dunia mereka: membantu teman, menyemangati, dan membuat orang lain merasa dihargai.
Dari situlah makna warna “merah” muncul.
Dari membantu teman, menyemangati sahabat, hingga menunjukkan rasa hormat terhadap perbedaan, Faizah memberikan contoh-contoh nyata tentang bagaimana anak-anak bisa menyebarkan kebaikan di kehidupan sehari-hari mereka.
Yang membuat The Kindest Red sangat menarik adalah bagaimana buku ini membungkus pesan yang dalam dengan cara yang sangat ringan dan menyenangkan.
Tidak ada ceramah, tidak ada pesan moral yang terasa berat. Semua mengalir dari dialog dan tindakan sederhana para tokohnya.
Yang menarik dari buku ini juga makna kesederhanaannya. Kebaikan yang ditunjukkan tidak rumit. Justru, itulah kekuatannya.
Anak-anak tidak diajarkan tentang kebaikan sebagai konsep besar dan abstrak, tapi sebagai tindakan nyata, yang bisa dilakukan di rumah, di sekolah, di lingkungan sekitar.
Kebaikan bisa dimulai dari hal-hal kecil, seperti berbagi, mendengarkan, memberi semangat.
Dan semua hal-hal itu digambarkan dari sudut pandang anak-anak, dimana mereka memang masih polos dan tulus. Sehingga kisahnya jauh lebih menyentuh.
Ibtihaj Muhammad dan S.K. Ali masih konsisten dengan tema identitas dan budaya muslim yang dijadikan tema utama dalam buku ini. Masih dengan jilbab Asiya yang menjadi simbol kebanggan, dan Faizah yang menjadi gambaran sosok yang penuh kasih sayang.
Ilustrasi Hatem Aly kembali memukau. Warna-warna cerah yang digunakan bukan hanya mempercantik halaman, tapi juga memperkuat makna dari cerita.
Sementara Asiya, seperti di buku sebelumnya, tetap menjadi sosok tenang yang memancarkan kekuatan dan kasih.
The Kindest Red bukan hanya kelanjutan dari kisah sebelumnya, tapi juga perluasan dari pesan yang lebih besar: bahwa setiap anak bisa menjadi agen perubahan, sekecil apa pun mereka.
Bahwa dunia bisa menjadi lebih baik ketika kita mulai menyadari niat baik menjadi pondasi awal untuk melakukan hal-hal sederhana di kehidupan sehari-hari.
Ini adalah buku yang cocok untuk dibaca bersama anak-anak di rumah, atau dijadikan bahan diskusi di sekolah.
The Kindest Red menjadi pengingat yang lembut bahwa dengan saling mendukung, kita semua bisa melewati kerasanya dunia dengan lebih baik.
Selain itu, buku ini juga mengajarkan banyak hal tentang keberanian dan mewujudkan mimpi, dan yang paling utama adalah kebaikan layaknya gaun merah yang dikenakan Faizah.
Karena di dunia yang keras ini, kita harus mengingat bahwa memiliki identitas diri sangatlah penting untuk menjadi dasar melalukan kebaikan di dunia.
Meskipun tema muslim, pembaca non muslim juga bisa loh membaca buku ini. Semoga hari-harimu menjadi lebih menyenangkan. Proud to be muslim!
Baca Juga
-
7 Our Family: Luka Keluarga dari Sudut Anak Paling Terlupakan
-
Belajar Self-Love dari Buku Korea 'Aku Nggak Baper, Kamu Yang Lebay'
-
Novel Stranger, Kisah Emosional Anak dan Ayah dari Dunia Kriminal
-
Potret Kekerasan Ibu-Anak dalam Novel 'Bunda, Aku Nggak Suka Dipukul'
-
Novel The Prodigy: Menemukan Diri di Tengah Sistem Sekolah yang Rumit
Artikel Terkait
-
80% Anak Indonesia Kekurangan DHA! Dampaknya Lebih dari Sekadar Kurang Pintar
-
Usai 'Diperiksa' Prabowo, Sri Mulyani Kelakar: Tulisan Tangan Saya Lebih Rapi dari Coretan Gus Ipul
-
Dikritik Dosen soal Aturan Sekolah, Dedi Mulyadi Beri Jawaban Menohok: Tapi Ibu Bukan Guru
-
We Are Water Protectors, Buku Anak yang Menyuarakan Kelestarian Lingkungan
-
Diramal Mandul, Lina Mukherjee Bahagia Punya Anak dari Bule: Buat Perbaiki Keturunan
Ulasan
-
Review Drakor Shin's Project: Ada Ahli Negosiator di Balik Kedai Ayam Goreng
-
Ulasan Novel Cantik Itu Luka: Ketika Kecantikan Menjadi Senjata dan Kutukan
-
Review Film The Carpenter's Son: Reinterpretasi Kitab Injil yang Apokrif
-
Review Film Wicked: For Good, Penutup Epik yang Bikin Hati Meleleh
-
Review Film Lupa Daratan: Cerminan Gelap Dunia Artis di Indonesia
Terkini
-
5 Kegiatan Seru buat Mengusir Rasa Sepi di Yogyakarta
-
Pikir Dua Kali Sebelum Menebang Pohon, Ini 5 Dampak yang Sering Diabaikan
-
Konflik Memanas, Ari Lasso Gandeng Pengacara untuk Hadapi Ade Tya
-
Pernah Berada di Fase Sulit, Fuji Mengaku Sempat Konsultasi dengan Psikolog
-
Marissa Anita dan Perfeksionisme: Tak Ada Ruang untuk Setengah-Setengah