Film horor Indonesia Rego Nyowo bikin heboh bioskop sejak rilis 31 Juli 2025. Disutradarai Rizal Mantovani, yang udah jagonya bikin bulu kuduk merinding lewat Sumala dan Santet Segoro Pitu, film ini diadaptasi dari thread viral di X berjudul “Kosan Berdarah” karya Kelanara Studio.
Dengan latar kosan mahasiswa di Malang, Rego Nyowo ngejanjiin teror supranatural yang bikin deg-degan sekaligus relatable. Tapi, apa iya film ini seheboh ekspektasi? Yuk, kita bongkar bareng!
Mengisahkan Lena (Sandrinna Michelle), mahasiswi dari Jakarta yang pindah ke Malang buat kuliah bareng kakaknya, Benhur (Ari Irham). Mereka ngontrak di kosan milik Bu Astri (Diah Permatasari) dan Pak Wiryo (Erwin Moron), yang keliatannya ramah dan kekeluargaan.
Kosan ini murah banget, nyaman, dan tiap minggu ada makan malam bareng. Seperti surga buat anak kos, 'kan? Tapi, begitu salah satu penghuni ngalamin mimpi aneh dan bilang kosan ini angker—bahkan nyebut ada pocong gantung—suasana berubah mencekam.
Lena awalnya skeptis, tapi lama-lama dia ngerasain sendiri teror yang bikin jantungan. Ternyata, kosan ini bukan cuma murah, tapi minta “bayaran” nyawa!
Dari segi cerita, Rego Nyowo punya premis yang kuat banget. Kisah kosan berhantu yang dekat sama kehidupan mahasiswa bikin film ini pasti gampang nyambung sama penonton.
Siapa sih yang nggak pernah denger cerita seram soal kos-kosan? Apalagi, thread “Kosan Berdarah” yang jadi inspirasinya emang udah viral karena mengangkat realita anak kos yang kadang bikin merinding.
Sayangnya, eksekusi ceritanya nggak selalu mulus. Beberapa plot point terasa nggak logis, seperti keputusan karakter yang bikin aku garuk-garuk kepala.
Misalnya, kenapa sih mereka tetep stay di kosan yang jelas-jelas angker? Narasi juga kadang keburu-buru di bagian akhir, bikin konflik utama soal ilmu hitam di balik kosan kurang tergali.
Review Film Rego Nyowo
Tapi, jangan keburu nge-judge! Visual dan atmosfer film ini juara banget. Rizal Mantovani emang jago ngatur tone gelap yang bikin ngeri. Lokasi syuting di Malang, termasuk kebun pisang di Padalarang, memberikan vibes autentik yang bikin teror terasa nyata.
Pengambilan gambar pakai drone bikin suasana makin epik, apalagi pas adegan pocong gantung muncul. Ngomongin pocong gantung, ini beneran ikonik! Desain makhluk gaibnya nggak main-main, sampai Diah Permatasari aja ngaku ketakutan beneran di set. Jumpscare-nya juga lumayan bikin jantungan, meski kadang terasa overused.
Akting para pemain juga jadi salah satu daya tarik. Sandrinna Michelle sebagai Lena cukup convincing, meski makeup-nya kelewat tebel sampai keliatan nggak natural.
Ari Irham sebagai Benhur bikin dinamika kakak-adik mereka terasa hidup, walaupun chemistry-nya kadang terhambat sama dialog yang agak kaku.
Diah Permatasari sebagai Bu Astri bener-bener mencuri perhatian. Perannya yang misterius dan emosional bikin aku bertanya-tanya: ini ibu kos baik atau jahat?
Cassandra Lee sebagai Rina juga menambah warna dengan karakternya yang sensitif sama hal-hal gaib.
Musik dan sound design-nya oke banget buat ngedukung ketegangan. Suara-suara aneh di malam hari, derit pintu, sampe doa-doa creepy dari Bu Astri bikin suasana makin mencekam. Tapi, ada momen di mana musiknya terasa too much, seperti ngedorong penonton di bioskop buat takut padahal adegannya biasa aja.
Secara keseluruhan, Rego Nyowo punya banyak kekuatan, terutama buat fans horor lokal. Nuansa kosan mahasiswa, pocong gantung yang bikin merinding, dan sinematografi kelas atas bikin film ini layak ditonton.
Tapi, nggak bisa dipungkiri, skrip yang kadang nggak make sense dan pacing yang kurang rapi bikin film ini nggak sempurna. Buat yang suka cerita horor yang dekat sama keseharian, film ini bakal ngasih pengalaman seru. Tapi, kalau kamu tipe yang gampang kesel sama plot hole, mungkin bakal agak gemes.
Jadi, Rego Nyowo worth it ditonton nggak? Kalau kamu pengin ngerasain teror kosan angker dengan bumbu lokal yang kental, gas ke bioskop! Cuma, siap-siap aja buat ngedumel dikit pas nemu keputusan karakter yang bikin pengin teriak, “Lah, kenapa gitu?!” Rating pribadiku untuk film ini: 7/10. Seram, tapi ada ruang buat lebih apik lagi.
Baca Juga
-
Review Film Maju Serem Mundur Horor: Sajian Tawa dan Horor dalam Satu Paket
-
Review Film Pengin Hijrah: Perjalanan Spiritual Para Generasi Muda
-
Review Film Air Mata di Ujung Sajadah 2: Sekuel yang Menguras Air Mata
-
Review Film Tron: Ares, Membawa Aksi Digital ke Level Tingkat Baru!
-
Review Film Black Phone 2: Lebih Gelap, Lebih Sadis dan Lebih Menyeramkan!
Artikel Terkait
-
7 Waralaba Film Horor Terlaris Sepanjang Masa, The Conjuring Nomor Berapa?
-
Review Film The Monkey, Perpaduan Genre Komedi dan Horor yang Unik
-
Nirina Zubir Hadapi Teror Mencekam dalam Film Panggilan dari Kubur
-
Teror Kampung Jabang Mayit: Dukun Sesat, Ritual Maut dan Rahasia Kelam Terungkap
-
7 Rekomendasi Film Horor Slow-Burn, Mengerikan secara Perlahan
Ulasan
-
Banda Neira 'Langit & Laut': Melankolis Manis yang Mengusik Memori Lama
-
Ulasan Novel My Darling Dreadful Thing, Cerita Horor di Rumah Tua Beckman
-
Review Film Maju Serem Mundur Horor: Sajian Tawa dan Horor dalam Satu Paket
-
Novel Stranger, Kisah Emosional Anak dan Ayah dari Dunia Kriminal
-
Reading Slump? 5 Rekomendasi Graphic Book ini Bisa Kembalikan Minat Bacamu
Terkini
-
7 Rekomendasi Lipstik Lokal dengan Warna Intens untuk Bold Makeup Look
-
Timnas U-17 Dapat Lebih Banyak Dukungan Suporter daripada Senior, Kok Bisa?
-
10 Tahun 'Reply 1988': Ryu Jun Yeol Sempat Absen, Akhirnya Muncul di Acara Spesial
-
Dua Bulan Aman, Aura Kartu Kuning Justin Hubner Akhirnya Muncul Lagi!
-
Demi Mental Health Anak, Masayu Anastasia dan Lembu Kompak Meski Berpisah