Lintang Siltya Utami | Oktavia Ningrum
Novel Hello Karya Tere Liye (Dok.Pribadi/Oktavia N)
Oktavia Ningrum

Seperti novel karya Tere Liye lainnya, Hello juga punya sinopsis di sampul belakang tidak memberi banyak petunjuk. Dan justru itulah yang membuat pembaca masuk ke cerita dengan pikiran terbuka. Dengan frasa dan pilihan kata yang membuat pembaca harus menebak-nebak tentang apa kiranya isi novel tersebut.  

Secara singkat, Hello berkisah tentang Ana, seorang ahli bangunan yang diminta untuk merenovasi rumah milik Ibu Hesty. Namun seiring proses renovasi berjalan, Ana menemukan bahwa rumah tersebut menyimpan cerita lama. Sebuah kisah cinta yang terkubur bertahun-tahun, penuh luka, jarak, dan restu yang tak pernah datang.

Tere Liye dengan halus ingin menunjukkan bahwa rumah bukan sekadar bangunan fisik. Ia adalah ruang yang menyimpan kenangan, harapan, penyesalan, dan cinta yang pernah hidup di dalamnya. Setiap dinding, sudut, dan retakan rumah Hesty menjadi saksi perjalanan perasaan manusia. Dalam konteks ini, Hello terasa seperti pengingat bahwa tempat tinggal sering kali menjadi arsip emosional pemiliknya. Diam, tetapi penuh cerita.

Kelebihan dan Keunikan Novel Hello

Dari sisi narasi, novel ini memiliki gaya khas Tere Liye: bahasa yang sederhana, lembut, dan mengalir. Sampulnya indah, dan isinya pun senada. Seperti biasa, Tere Liye tidak hanya bercerita, tetapi juga menyelipkan pelajaran hidup. Salah satu pesan terkuat dalam Hello adalah pentingnya komunikasi. Tanpa komunikasi, kesalahpahaman tumbuh. Dari kesalahpahaman, sesuatu yang sebenarnya tidak ada bisa menjadi ada, lalu membesar, rumit, dan tak berujung.

Kisah cinta Ibu Hesty sendiri membawa pesan klasik namun relevan: if it’s meant to be, it will be. Seperti asam dan garam yang akhirnya bertemu di belanga yang sama, takdir menemukan jalannya sendiri. Sejauh apa pun rintangan, jika memang ditakdirkan, pada akhirnya cerita akan menemukan ujungnya. Entah bahagia, entah sekadar tuntas.

Novel ini juga menyajikan alur maju-mundur yang rapi dan tidak membingungkan. Tere Liye bahkan menyelipkan latar kerusuhan tahun 1998, yang memberi konteks sosial dan ekonomi pada cerita. Tema kesenjangan ekonomi menjadi lapisan penting yang memperkaya konflik, tanpa terasa menggurui. Pembaca diajak membayangkan situasi zaman itu dan dampaknya terhadap pilihan hidup tokoh-tokohnya.

Kritik Untuk Novel Hello

Namun secara jujur, dari sisi romansa, cerita ini bisa terasa cukup klise bagi sebagian pembaca. Plot twist memang ada, dan kemungkinan besar bisa ditebak di pertengahan cerita. Ketegangan emosional baru benar-benar terasa mendekati akhir. Bagi pembaca yang mencari sensasi “kupu-kupu di perut”, Hello mungkin terasa datar di awal hingga pertengahan.

Justru karakter Ana menjadi sorotan yang lebih menarik. Ia digambarkan sebagai perempuan independen, tangguh, pekerja keras, dan rasional—sebuah potret independent woman yang inspiratif. Ana bukan tokoh yang larut dalam drama cinta, melainkan figur yang membumi dan fokus pada kerja serta tanggung jawab. Dalam hal ini, Ana terasa lebih hidup dan relevan dibanding kisah romansa itu sendiri.

Secara keseluruhan, Hello adalah novel dengan tema sederhana, dikemas apik, dan sarat refleksi. Membaca karya Tere Liye memang menuntut konsentrasi, karena detail-detail di tengah cerita sering kali baru terasa penting di bagian akhir.

Novel ini mengingatkan pembaca pada satu hal mendasar: sumber ketidakbahagiaan terbesar manusia adalah berharap terlalu banyak. Ketika harapan dikurangi, hasil apa pun bisa diterima dengan lebih lapang. Dan ketika akhirnya yang datang justru istimewa, rasanya jauh lebih lega.

Identitas Buku

  • Judul: Hello
  • Penulis: Tere Liye
  • Penerbit: Sabak Grip Nusantara 
  • Tahun Terbit: 2023
  • ISBN: 978-623-88296-8-2
  • Jumlah Halaman: 320 halaman
  • Genre: Romansa