Fujianti Utami Putri atau yang akrab disapa Fuji akhirnya buka suara soal fase terberat dalam hidupnya yang pernah ia lalui.
Pada tahun 2022, selebgram muda ini mengaku sempat berada dalam kondisi mental yang tidak baik hingga akhirnya menjalani konsultasi dengan psikolog.
Pengakuan tersebut disampaikan Fuji melalui podcast di kanal YouTube Raditya Dika pada Senin (15/12/2025). Fuji mengungkapkan keputusan untuk berkonsultasi dengan psikolog bukanlah hal yang mudah, terlebih pada awalnya ia merasa tidak membutuhkannya.
Pada saat itu Fuji menghadapi banyak masalah secara bersamaan. Ia menerima banyak hujatan dari warganet, mengalami persoalan asmara, hingga harus menghadapi kerugian finansial akibat uang yang dikorupsi.
“Padahal kalau digabung, uang yang dikorupsi-korupsi itu bisa buat beli rumah,” ujar Fuji.
Tekanan tersebut semakin berat ketika ia juga mengalami konflik dengan mantan manajernya. Fuji mengaku sempat diadu domba dengan banyak orang, situasi yang membuat kondisi mentalnya semakin tertekan.
“Jadi sebenarnya dulu kompleks banget. Mantan manajer aku jahat banget sama aku. Aku diadu domba sama semua orang,” kata Fuji.
Melihat kondisi Fuji yang semakin terpuruk, salah satu temannya kemudian mendaftarkannya untuk berkonsultasi dengan psikolog. Meski awalnya enggan, Fuji akhirnya menyetujui ajakan tersebut karena merasa tidak enak hati.
“Aku sudah dibayarkan psikolognya, kamu tinggal datang saja. Tolong hargai aku,” tutur Fuji.
Pada pertemuan pertama, Fuji mengaku belum merasakan perubahan berarti. Namun, ia memilih untuk tidak menyerah dan kembali menjalani konsultasi satu bulan kemudian.
“Lebih baik, tapi cuma sekitar dua persen dari seratus persen,” ungkapnya.
Menurut Fuji, pertemuan kedua memang terasa lebih baik dibandingkan sebelumnya, tetapi belum sepenuhnya membuatnya lega. Baru pada pertemuan ketiga, ia mulai merasa lebih terbuka dan merasakan dampak yang lebih nyata.
Ia menyadari bahwa pada dua pertemuan awal dirinya masih terlalu tertutup, sehingga proses konsultasi belum berjalan optimal.
“Di pertemuan pertama dan kedua mungkin karena akunya tertutup, jadi nggak terlalu bekerja,” ujar Fuji.
Dalam proses tersebut, psikolog juga menilai Fuji kesulitan mengekspresikan emosi, baik sedih, bahagia, maupun rasa kesepian.
“Aku nggak tahu cara mengekspresikannya. Rasanya kayak ngawang, tatapan kosong,” kata Fuji.
Psikolog kemudian memberikan pesan yang sangat membekas baginya, yakni tentang pentingnya hidup untuk diri sendiri. Ia juga diingatkan bahwa berbuat baik adalah hal yang wajar, tetapi tidak perlu sampai menjadi people pleaser dan mengorbankan diri sendiri.
“Kamu hidup buat diri kamu, bukan buat orang lain. Bukan buat netizen, bukan buat orang tua kamu,” tutur Fuji.
Melalui cerita Fuji kita memahami bahwa meminta bantuan profesional bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk kepedulian terhadap diri sendiri di tengah tekanan hidup yang datang bertubi-tubi.