Fenomena Fatherless di Indonesia dan Dampaknya bagi Perkembangan Anak

Hayuning Ratri Hapsari | Yayang Nanda Budiman
Fenomena Fatherless di Indonesia dan Dampaknya bagi Perkembangan Anak
Ilustrasi ayah dan anak (pexels.com/cottonbrostudio)

Beberapa waktu lalu, isu tentang fatherless menjadi perbincangan hangat di media sosial, setelah sebuah riset mengungkapkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara dengan tingkat fatherless tertinggi di dunia.

Lantas, apa sebenarnya fenomena fatherless, dan sejauh mana dampaknya terhadap perkembangan anak?

Pengertian Fatherless

Di Indonesia, fatherless merujuk pada kondisi seorang anak tumbuh tanpa kehadiran figur ayah, baik karena perceraian, kematian, atau ketidakterlibatan ayah dalam kehidupan anak, baik secara emosional maupun fisik.

Fenomena ini berdampak besar pada perkembangan psikologis anak, terutama karena anak tidak memiliki figur ayah sebagai panutan. 

Di Indonesia, fenomena fatherless juga sering disebabkan oleh ayah yang bekerja jauh atau terlalu sibuk, sehingga tidak dapat terlibat aktif dalam kehidupan anak.

Kondisi ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam pengasuhan, seharusnya kedua orang tua terlibat secara bersama dalam membesarkan anak.

Ciri-Ciri Fatherless

Anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah sering kali menunjukkan ciri-ciri tertentu. Mereka cenderung kekurangan bimbingan paternal yang dapat memengaruhi perkembangan psikologis dan sosial mereka.

Anak-anak ini mungkin kesulitan dalam membangun rasa percaya diri, mudah merasa cemas, dan sering mengalami kesulitan dalam mengelola emosi mereka. 

Dari segi sosial, mereka mungkin merasa canggung dalam berinteraksi dengan orang lain, terutama figur otoritas, dan dapat mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan romantis di masa depan.

Anak-anak fatherless juga lebih berisiko mengalami masalah perilaku, seperti kenakalan remaja atau prestasi akademis yang rendah.

Dampak Fatherless bagi Perkembangan Anak

Dampak dari fatherless terhadap perkembangan anak sangatlah luas, mencakup aspek emosional, sosial, dan psikologis. Secara emosional, anak-anak yang tumbuh tanpa figur ayah sering kali merasa kesulitan dalam mengelola perasaan mereka.

Tanpa dukungan emosional dari ayah, mereka bisa merasa kurang dihargai atau kehilangan identitas, yang akhirnya memicu perasaan rendah diri atau kesepian.

Dari segi sosial, anak yang mengalami fatherless sering kali kesulitan dalam membangun hubungan interpersonal yang sehat.

Kehadiran ayah biasanya berfungsi sebagai model dalam hubungan sosial, sehingga ketiadaannya membuat anak kesulitan mengembangkan keterampilan sosial yang baik. Mereka mungkin merasa canggung atau tidak mudah memercayai orang lain.

Secara psikologis, anak-anak yang mengalami fatherless lebih rentan terhadap masalah mental, seperti kecemasan, depresi, atau gangguan perilaku lainnya. Mereka bisa merasa kehilangan arah atau kurangnya rasa aman, yang penting dalam membentuk konsep diri yang sehat.

Dampak jangka panjangnya dapat terlihat pada kestabilan emosional dan psikologis mereka saat dewasa, yang memengaruhi kemampuan mereka dalam menghadapi tantangan hidup.

Cara Mengatasi Fenomena Fatherless

Untuk menangani masalah fatherless, dibutuhkan dukungan yang lebih kuat dari pemerintah dan masyarakat.

Akses yang lebih baik terhadap layanan konseling keluarga, terutama bagi ibu tunggal dan anak-anak, sangat penting untuk menjaga kesehatan mental mereka serta membantu mengatasi masalah emosional dan perilaku. Konseling psikologis juga berperan penting dalam memberikan dukungan bagi anak-anak yang rentan.

Selain itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai peran ayah dalam pengasuhan anak. Program pendidikan publik, seperti kampanye media, seminar, dan lokakarya, dapat membantu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan.

Dengan demikian, ayah diharapkan tidak hanya berfungsi sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai figur yang aktif secara emosional dalam kehidupan anak-anak mereka.

Dukungan ekonomi juga sangat diperlukan bagi keluarga fatherless. Bantuan sosial seperti subsidi pendidikan dan kesehatan, serta akses kepada pekerjaan yang layak bagi ibu tunggal, dapat meringankan beban mereka.

Dengan dukungan ini, ibu tunggal akan memiliki lebih banyak waktu untuk mendampingi anak-anak mereka, sehingga anak tetap bisa merasakan kehadiran orang tua yang terlibat secara emosional.

Fenomena fatherless di Indonesia menyoroti pentingnya keterlibatan ayah dalam perkembangan anak, baik secara emosional maupun fisik. Ketidakhadiran ayah dapat mempengaruhi kepercayaan diri, kestabilan emosi, dan perilaku sosial anak.

Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan yang lebih kuat dari pemerintah dan masyarakat. Program edukasi tentang peran ayah, akses konseling keluarga, serta dukungan ekonomi bagi ibu tunggal, akan sangat membantu mengurangi dampak negatif dari fatherless dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi anak-anak.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak