Dalam rumah kayu, sendirian menggigil oleh dinginnya malam
Membungkus diri dengan selimut tua dan berwarna kelam
Lilin-lilin mengecil mempertahankan cahaya yang meredup
Menyamarkan tikus sehitam arang yang masuk menyelundup
Perempuan tua itu bergerak- gerak dengan gelisah
Mendengarkan rinai hujan yang membuat tanah menjadi basah
Ia terduduk memandangi dinding kayu yang tampak semakin lapuk
Tarikan napas panjang mengingatkannya pada memori yang bertumpuk
Di ruang ini dulu ia biasa membacakan berbagai cerita
Untuk anak-anaknya yang sepenuh hati dan seluruh jiwa ia cinta
Berbagai macam narasi di tutur menjadi rangkaian dongeng
Dari kisah perjuangan, kebahagiaan, sampai drama cengeng
Rasa bahagia memenenuhi rongga dalam dadanya
Tatkala teringat mata cerah semua anak-anaknya
Suara mereka seakan terputar kembali begitu nyata
Suara tanya antusias, bahak tawa dan juga isak airmata
Perempuan itu terkejut oleh suara menggelegar
Rasa dingin semakin mencekam tubuhnya yang tak lagi bugar
Rupanya hujan semakin deras disertai pekikan halilintar
Mendesirkan perasaan takut pada tubuh yang gemetar
Perempuan itu mengelus dada dan berusaha tenang
Menyadari bahwa semua tinggal memori untuk dikenang
Kini anak-anaknya tinggal jauh tersebar di berbagai penjuru
Menjalani hidup menjadi rangkaian kisah-kisah baru
Walau kadang kesepian menyerang sedemikian hebat
Mengalahkan sunyinya keheningan dalam hutan lebat
Namun perempuan itu tetap menggumamkan syukur
Atas besarnya kebahagiaan masa lalu yang tak terukur
Borneo, Oktober 2021