Sebagai bagian dari prosa, cerpen memiliki tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Di sekolah dan perguruan tinggi, guru dan dosen mendefinisikan bahwa tokoh protagonis adalah tokoh yang baik, dan tokoh antagonis adalah tokoh yang jahat. Definisi tersebut masih diajarkan hingga sekarang.
Bila berpedoman pada definisi di atas, maka seorang penulis cerpen harus menggambarkan tokoh protagonis sebagai tokoh yang santun, sabar, tabah, berprasangka baik, dan sifat-sifat baik lainnya.
Sebaliknya, menggambarkan tokoh antagonis sebagai tokoh yang berperilaku buruk seperti culas, licik, dengki, berburuk sangka dan perilaku buruk lainnya.
Tentu ada bahkan mungkin banyak penulis cerpen yang mampu membuat cerpen dengan memasukkan kisah atau adegan pertentangan protagonis-antagonis secara hitam-putih. Antagonis menyiksa, menganiaya protagonis.
Namun jangan lupa, banyak pula penulis cerpen yang menciptakan tokoh antagonis dengan karakter yang melenceng dari definisi yang selama ini kita yakini. Mereka menempatkan antagonis secara abu-abu. Secara tersirat, penulis cerpen hendak mengatakan bahwa semua orang punya sisi baik dan sisi jahat, meski dengan kadar yang berbeda.
Dalam banyak cerpen yang pernah saya baca, sungguh sangat sulit menentukan tokoh antagonis dalam konteks kejam, bengis, dan sifat jahat lainnya. Saya pun menyimpulkan tak ada antagonis dalam cerpen-cerpen tersebut.
Cerpen The Gift Of The Magi karya O. Henry yang berkisah tentang suami istri yang ingin saling memberi, adalah sebagai contoh cerpen tanpa antagonis.
Cerpen ini berkisah tentang Della yang menjual rambut panjangnya agar bisa mendapatkan uang untuk membelikan rantai jam saku suaminya. Sedangkan sang suami, Jim, menjual jam sakunya agar bisa membelikan satu set sisir dan alat perawatan rambut untuk Della.
Ketika mereka bertemu, barang yang mereka beli menjadi tak berarti. Rantai jam saku yang dibeli Della tidak berguna, karena Jim telah menjual jam sakunya demi membelikan satu set sisir untuk Della.
Sedangkan Della yang telah berambut pendek, tidak memerlukan lagi sisir beraneka bentuk. Mereka pun sepakat untuk menyimpan barang-barang itu, namun mereka bahagia karena telah mampu untuk saling memberi.
Siapa tokoh antagonis dalam cerpen ini? Tidak ada! Della dan Jim adalah orang-orang baik, sama-sama tokoh utama, mereka protagonis. Konflik dalam cerpen ini adalah kecemasan Della dan Jim tentang bagaimana cara mendapatkan uang untuk membelikan kado.
Mungkin Anda juga pernah membaca cerpen yang membuat Anda sulit menentukan siapa tokoh antagonisnya? Sehingga menurut saya, definisi antagonis sebagai tokoh yang jahat adalah tidak tepat!
Lantas, bagaimana mendefinisikan tokoh protagonis dan tokoh antagonis dalam cerpen? Baiklah, sebagai bahan referensi, saya kutip pernyataan artis Olivia Zalianty yang populer pada era 1990-an.
Olivia pernah belajar akting di sebuah perguruan tinggi di Beijing, Tiongkok. Dalam sebuah acara informasi hiburan di sebuah stasiun televisi swasta, beberapa tahun silam, Olivia mengoreksi makna tokoh protagonis dan tokoh antagonis yang selama ini dipahami masyarakat.
Menurut Olivia, tokoh protagonis bukanlah tokoh yang baik, melainkan tokoh yang memiliki keinginan. Tokoh antagonis bukanlah tokoh yang jahat, melainkan tokoh yang menghambat keinginan.
Pernyataan Olivia tersebut dalam konteks dunia akting, namun menurut saya bisa pula kita terapkan dalam dunia sastra, dalam hal ini cerpen.
Dari definisi versi Olivia ini, saya mendapat pemahaman bahwa sebuah cerpen tidak harus memiliki tokoh antagonis. Ada banyak cerpen karya saya yang tanpa tokoh antagonis dan telah dimuat di berbagai media.
Saya menciptakan konflik dalam cerpen-cerpen tersebut dengan cara lain, misal, membenturkan tokoh protagonis dengan keadaan lingkungan, kesempatan yang terbatas, situsasi politik, kecemasan pikiran.
Dalam cerpen Warisan Tuan Reading (dimuat koran Banjarmasin Post, 25 Februari 2018), saya mengisahkan tentang Tuan Reading, lelaki tua yang cemas dengan koleksi bukunya yang berjumlah puluhan ribu.
Suatu kali Tuan Reading mengenal Alfred, anak berusia 10 tahun, penyemir sepatu. Ketika Tuan Reading meninggal, Alfred mendapat warisan dari lelaki tua itu berupa 10.000 buku.
Cerita berakhir dengan kondisi Alfred yang bingung, hendak ia taruh di mana buku sebanyak itu? Tokoh-tokoh dalam cerpen itu adalah protagonis, tak ada antagonis dalam konteks tokoh yang jahat, begis, kejam.
Teori mengarang adalah buatan manusia, tak ada yang sempurna. Teori-teori itu suatu saat bisa berubah. Tak ada teori mengarang yang kekal. Siapapun termasuk Anda bisa membuat teori mengarang, termasuk mendefiniskan tokoh protagonis dan tokoh antagonis.