2025 menjadi tahun yang menantang bagi seorang Enea Bastianini, pembalap asal Rimini tersebut terpaksa harus meninggalkan kenyamanan di Ducati dengan fasilitas tim dan motor terbaik di grid saat ini, lalu berpindah haluan ke KTM Tech3, tim yang secara peringkat dan performa berada di bawah Ducati.
Ini bukan kali pertama Enea mengendarai KTM, sebelas tahun silam dia juga memulai debutnya di Moto3 dengan pabrikan asal Austria ini. Bersama KTM, Enea mengaku seperti kembali ke cinta pertamanya.
"KTM seperti cinta pertama. Saya mengikuti Rookies Cup, lalu saya meraih kejuaraan dunia Moto3 dengan podium pertama saya. Itu merek yang membawa saya, saya ingin bisa tampil baik bersama mereka juga," ujar Enea, dilansir dari laman GPOne.
Kendati demikian, tetap saja meninggalkan Ducati dan beradaptasi dengan KTM bukan perkara yang mudah.
Seperti halnya pemula, Enea tampak masih membutuhkan waktu untuk menyesuaikan gaya balapnya dengan karakter motor, sehingga bukan hal yang salah jika tahun ini cukup menantang untuk Enea.
Sejauh ini, Enea lebih sering finis di luar 10 besar dan meraih hasil terbaiknya di GP Amerika yakni di urutan ketujuh. Menanggapi hal ini, Enea mengaku menyadari kondisi yang sedang dia alami, menerima tantangan, dan akan selalu memberikan yang terbaik.
"Motor ini (Ducati) masih menjadi yang terbaik di setiap lintasan yang kami datangi, sementara yang lain hanya berjalan dengan susah payah. Terkadang, kami bergantian menjadi rival, terkadang kami tampil lebih baik, terkadang Aprilia atau pabrikan lain, tapi Ducati selalu ada. Saya mengenalnya dengan baik, saya tahu kelebihannya, tapi saya tidak dapat mengubah motor saya menjadi motor lain. Saya hanya dapat mencoba menemukan kompromi terbaik yang memungkinkan untuk membuatnya kompetitif," jelas Enea.
Lebih lanjut, dia juga menjelaskan strateginya yang akan datang. Enea mengaku bahwa dia menjadi yang paling belakang di antara semua pembalap KTM karena gaya berkendaranya yang kurang cocok.
Sekarang, Enea akan mencoba cara yang berbeda dengan mengandalkan perasaan dan beradaptasi dengan apa yang dibutuhkan motor.
Akan tetapi, ada beberapa hal yang menurutnya tidak bisa diubah dari seorang pembalap. Soal karakter, Enea tidak bisa mengubahnya, baginya itu adalah DNA yang tumbuh alami di dalam diri masing-masing pembalap.
"Seseorang dapat mencoba mengubah gaya berkendaranya, tapi seperti karakter atlet lainnya, ada hal-hal yang tidak dapat diubah, itu adalah DNA-nya. Saya kuat memasuki tikungan, selalu seperti itu, dan saya tidak bisa menjadi sangat kuat saat menginjak gas pertama," tambahnya.
Kemudian, Enea menyinggung soal kelemahannya di mana dia bukanlah pembalap yang serba bisa, Enea tidak bisa menutupi kekurangan motor dengan kemampuannya. Ketika motor yang dikendarai memiliki masalah, maka dia akan mengalami kesulitan, sama halnya dengan Pecco Bagnaia.
Seperti yang kita ketahui, motor KTM kini tengah mengalami masalah yang belum terpecahkan, getaran dan understeer masih menjadi PR besar KTM untuk diselesaikan secepatnya.
Selain motor, ada satu lagi masalah Enea yang belum usai, yakni hasil di kualifikasi. Kualifikasi menjadi momok bagi Enea sejak tahun lalu saat dirinya masih di Ducati, ada banyak kesempatan yang hilang karena dia start dari belakang. Sayangnya, sampai saat ini dia masih harus bergulat dengan perkara tersebut.
Beruntung, Enea bukan sosok pembalap yang menyerah begitu saja, dia juga pernah mengalami masa sulit saat masih di Ducati, cedera membuat performanya menurun drastis.
Meski begitu, saat kondisinya sudah pulih Enea bisa kembali tampil beringas dan menjadi ancaman untuk pembalap-pembalap lain.