Di sebuah sudut kota, sekelompok anak muda duduk mengelilingi meja. Tidak ada layar yang menyala, tidak ada jari yang sibuk mengetik.
Hanya kartu yang dikocok, pion yang digeser pelan, dan tawa yang sesekali pecah begitu keras sampai meja ikut bergetar.
Pemandangan seperti ini mungkin terdengar biasa dua dekade lalu, tapi hari ini terasa seperti sesuatu yang langka.
Ketika kebanyakan tongkrongan dipenuhi swipe layar, notifikasi, dan obrolan yang mudah pecah oleh dering pesan baru, komunitas board game Koboy.yk memilih arah sebaliknya.
Mereka ingin menghadirkan kembali momen-momen nongkrong yang benar-benar utuh—orang datang, duduk, ngobrol, dan hadir sepenuhnya tanpa distraksi digital.
“Yang kami mau itu sederhana, orang datang, duduk bareng, dan beneran ada di situ,” kata Ketip, salah satu sheriff atau pengelola Koboy.yk.
Dari Inisiatif Mahasiswa UNY ke Koboy.yk “Reborn”
Komunitas ini tidak lahir secara mendadak. Akar Koboy.yk mulai tumbuh sejak 2016, ketika sekelompok mahasiswa UNY menginisiasi ruang diskusi dan eksperimen board game.
Dari riset kecil-kecilan itu, lahirlah kebiasaan main bareng. Kebiasaan itu tumbuh jadi komunitas, lalu pelan-pelan memudar saat pandemi menghantam.
Pertemuan berhenti, anggota berpindah kota, dan Koboy sempat seperti hilang dari radar.
“Sekarang ini bisa dibilang Koboy reborn,” ujar Ketip.
Mereka menghidupkan kembali tradisi lama mereka, kali ini dengan wajah baru yang lebih terbuka dan lebih inklusif.
Intinya tetap sama menjadi tempat bagi orang yang punya board game tapi tidak punya teman main, dan orang yang ingin main tapi tidak tahu harus mulai dari mana.
Bagi para sheriff, Koboy.yk adalah titik temu dua duniakolektor board game yang biasanya bermain di lingkaran kecil, dan anak-anak muda yang penasaran tetapi menganggap board game itu rumit, mahal, atau terlalu “komunitas dalam komunitas”.
Lebih dari Sekadar Menang-Kalah

Ketip sendiri melihat daya tarik board game bukan sekadar strategi, kartu, atau menang-kalah. Ada proses sosial yang membuatnya tetap relevan meski digempur game online yang lebih instan. Ia bilang,
“Yang nggak bisa digantikan game online itu kegiatan sosialnya.”
Mulai dari membentangkan papan bersama, membagi kartu, membaca aturan, hingga saling membantu memahami mekanik permainan.
Semua proses kecil itu menciptakan suasana hangat yang tidak bisa direplikasi secara digital. Bermain jadi semacam “quality time” yang dirancang dan dijalani bersama.
Karena sadar bahwa generasi yang mereka dekati tumbuh bersama internet, Koboy.yk aktif menjemput bola.
Mereka rutin membuat play day, sesi main terbuka untuk siapa saja, bahkan untuk orang yang belum pernah menyentuh board game sekalipun. Tinggal datang, duduk, dan semuanya akan dijelaskan pelan-pelan oleh para sheriff.
Tak hanya itu, Koboy.yk juga rajin membuka booth di berbagai acara, mulai dari event jejepangan di Jogja Expo Center hingga gelaran komunitas di mall. Bagi mereka, papan dan kartu adalah alat untuk membuka percakapan, membangun keberanian, dan memperkenalkan bahwa board game itu ramah pemula.
Agustinus: Menemukan “Keluarga Baru” di Atas Meja

Di tengah wajah-wajah baru yang hilir-mudik, ada Agustinus, seorang pekerja remote yang akhirnya menemukan ritme sosial yang ia rindukan.
“Dari dulu aku suka game,” ujarnya.
“Tapi board game ini beda, karena aku bisa berinteraksi langsung. Bukan cuma mikir strategi, tapi juga ngobrol, bercanda, dan pelan-pelan kenal karakter teman main.”
Bagi Agustinus, datang ke play day Koboy.yk terasa seperti menemukan “keluarga baru”. Tidak ada eksklusivitas, tidak ada kompetisi berlebihan.
“Mereka benar-benar ngarahin dari awal,” katanya. “Aku nggak merasa jadi orang asing di meja.”
Yang membuatnya bertahan bukan hanya permainannya, tetapi orang-orang yang ia temui. Beragam latar belakang, profesi, dan komunitas lain saling bertaut karena satu hal sederhana: ingin bermain.
“Seru aja, beberapa jam duduk bareng, debat kecil soal strategi, lalu ketawa bareng pas ada yang kalah telak,” ujarnya.
Manfaat Sosial dan Emosional

Main board game secara rutin membuat Agustinus bertemu orang-orang dari latar belakang yang tidak ia duga sebelumnya. “Di sini aku ketemu macam-macam orang,” tuturnya. “Ada yang sudah mapan secara finansial, ada penggerak komunitas lain. Misalnya, ada anggota Koboy yang juga aktif di komunitas lain, sampai ada pendiri komunitas Dungeons & Dragons di Jogja. Mereka orang-orang keren di lingkungannya, dan kami bisa ketemu hanya karena sama-sama pengen main.”
Pertemuan itu, kata Agustinus, pelan-pelan membentuk jejaring sosial baru yang terasa alami. “Ternyata asyik juga duduk beberapa jam, debat tipis soal strategi, lalu ketawa bareng pas ada yang kalah telak. Pulang capek, tapi kepalanya enteng,” ujarnya sambil tertawa.
Koboy.yk membuktikan bahwa di tengah derasnya dunia digital, orang masih membutuhkan ruang untuk terhubung secara nyata. Di meja permainan, orang-orang yang awalnya asing bisa jadi akrab.
Tawa kecil bisa mencairkan kecanggungan. Dan permainan sederhana bisa membuka pintu ke percakapan yang lebih hangat.
Board game bukan hanya soal menang-kalah. Ia adalah alasan bagi orang untuk bertemu, berbagi, dan merasa hadir. Dan di kota yang makin bising oleh layar, kehadiran semacam ini ternyata dirindukan banyak orang.